Ketika Logika dan Mitos Bertemu di Lembah Bada

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Radinka Rianda Qiera|6210|SULTENG|33

Ketika Logika dan Mitos Bertemu di Lembah Bada

Redaksi Detik Travel - detikTravel
Selasa, 16 Agu 2011 10:48 WIB
loading...
Redaksi Detik Travel
Pak Henrik dan Pak Agus
Patung Megalitik Lembah Lore
ugc
Ketika Logika dan Mitos Bertemu di Lembah Bada
Ketika Logika dan Mitos Bertemu di Lembah Bada
Ketika Logika dan Mitos Bertemu di Lembah Bada
Jakarta -

Padang rumput terbentang luas sejauh mata memandang, kalimat itulah yang paling tepat untuk mendeskripsikan Lembah Bada di kawasan Hutan Lindung Lore Lindu. Keberadaannya yang sulit untuk diakses dengan jalan yang sangat sulit untuk ditempuh membuat suku Lore di Lembah Bada ini cukup sulit terjamah oleh wisatawan. Apa saja sih sebenarnya yang ada di Lembah nanindah ini? selain pemandangan yang luar biasa indah, penduduk yang ramah, juga terdapat patung-patung megalitik yang jumlahnya sangat banyak tersebar di seluruh lembah. Setiap patung diberi nama oleh penduduk, biasanya dengan nama tempat ditemukannya. Antara lain patung Palindo, Loga, Torompana, dan Tarae Roe.

Pagi hari tanggal 7 Oktober 2010 saya berusaha menghubungi tetua-tetua desa untuk mengungkap lebih jauh tentang asal muasal keberadaan batu-batu pahat yang tersebar di penjuru Lembah Lore.

Kami bertemu dengan dua orang tetua adat, yaitu Pak Henrik Mangela dan Pak Agus Victor Tohama. Kemudian kami pun mulai menguak keberadaan patung-patung Lore ini. Hal yang menarik dari kedua tetua ini adalah, yang satu menceritakan dari segi mitos karena sejarah di Lore tidak ada yang tertulis melainkan dengan sejarah tutur dari mulut ke mulut, sedangkan yang lain menceritakan dari segi logika. Hal ini mungkin dikarenakan dia sering mengantar para arkeolog seluruh dunia untuk meneliti patung-patung batu ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut mitos patung Palindo yang posisinya miring diakibatkan karena pada saat orang-orang Toraja ingin menyerang Lembah Bada, mereka mengakui kekuatan suku Lore di lembah ini, kemudian orang-orang Tora (begitu biasa Pak Henrik menyebut orang Toraja) menyimpulkan bahwa Patung Palindo inilah yang merupakan sumber kekuatan orang Lore. Kemudian mereka berusaha memutar arah patung itu, tetapi apa daya mereka tidak berhasil dan berakhir dengan delapan orang terjepit di bawah patung itu, sehingga patungnya pun miring. Hal ini dibuktikan dengan adanya tulang-belulang di bawah patung tersebut. Namun menurut pak Gfuewgf, besarnya populasi kerbau di daerah ini menyebabkan patung Palindo dijadikan sebagai alat untuk menggaruk badan mereka, sehingga patungnya pun miring, hal ini dibuktikan dengan adanya bekas gesekan pada bagian samping patung.

Menurut Pak Henrik, banyak kekuatan mistis yang terdapat pada patung ini, salah satunya adalah kesulitan mencarinya. Orang yang menemukan patung-patung ini biasanya justru orang-orang yang tidak berniat mencarinya. Contohnya saja ada petani yang menemukan patung dan kemudian dia menandai jalan pulangnya, namun dia kembali, patungnya sudah tidak ada. Katanya sih karena patungnya patung wanita yang sedang ingin mandi jadia dia memang tidak ingin ditemukan. Tapi kalau menurut Pak yhgfejy waktu pertama kali patungnya ditemukan adalah saat musim kemarau sehingga patungnya terlihat, sedangkan waktu tinjauan kembali merupakan musim hujan sehingga air melimpah dan menutupi batu tersebut.

Yang unik dari patung-patung ini adalah semuanya menghadap ke satu arah, yaitu ke Patung Palindo di Padang Sepe. Jika dilihat dari topografinya mungkin dulu Lembah Lore ini merupakan danau dan pusat pembuatan patung megalitik adalah di Padang Sepe, karena dari jenis batunya semuanya sama. Kemudian orang ingin mengangkut patung ini menyebrangi danau, tapi sayangnya semua jatuh di danau sehingga yang bisa terangkut sampai di seberang hanya dua patung.

Untuk menyelamatkan letak patung yang kadang sudah sulit dijangkau seperti Patung Torompana yang terletak hanya dua jengkal dari jurang, para tetua adat harus mengadakan upacara dengan membawa persembahan. Hal ini untuk mencegah jatuhnya korban dan membuat patung tetap terjaga di tempat yang akan diletakkan berikutnya.

Β 

Patung Megalitik yang tersebar ini bisa kita lihat di seluruh Lembah Bada. Berdasarkan letaknya ada yang mudah dijangkau dan ada juga yang sulit. Namun pemerintah sudah mulai membuat infrastruktur yang baik sehingga jalan ke Patung Palindo bisa dengan mudah disusuri. Sama sekali tidak dipungut biaya untuk melihat situs-situs megalitik ini dan jika ingin mendengarkan cerita dan fakta, kita bisa bertanya pada Pak Henrik yang lebih sering dipanggil Tetenel dan Pak Agus yang biasa dipanggil Papa Rolan oleh orang-orang di Lembah Bada.

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads