Ada satu lagi alasan kuat, mengapa banyak wisatawan berkunjung ke desa adat Tenganan. Selain terpesona pada kehidupan mereka maupun ritual tiap tahun yaitu perang pandan, banyak di antara mereka datang ke sana untuk membeli kain Gringsing. Kain Gringsing merupakan salah satu kesenian peninggalan leluhur desa Tenganan. Tercatat di dunia, selain Kimono asal jepang, kain Gringsing lah yang juga menggunakan seni tenun ikat ganda dalam pembuatannya.
Tenun ikat ganda memiliki kerumitan lebih dibanding tenun ikat tunggal biasa. Dalam tenun ikat ganda, motif kain sudah direncanakan sejak pembuatan warna pada benangnya. Dalam seni menenun Gringsing dikenal 2 macam benang, benang vertikal disebut Lusi dan horizontal disebut Pakan. Kedua benang tersebut, vertikal dan horizontal, warna seutas benangnya berbeda-beda, dan harus ditenun agar dapat terbentuk motif yang sudah direncanakan.
Semua bahan yang diperlukan dalam pembuatan kain Gringsing terbuat dari alam dan dapat ditemukan di sekitar perkebunan desa Tenganan, kecuali daun Taum atau daun Indigo sebagai pembuat warna biru. Proses pembuatannya pun dilakukan secara tradisional dengan tangan tanpa mesin dan memakan waktu lama. Tak heran jika harga jual satu kain bernilai tinggi. Ukuran terkecil saja, sekitar 60 cm x 150 cm berharga 400 ratus hingga 500 ribu rupiah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses pewarnaan pertama adalah pemberian warna dasar pada benang, yaitu warna kuning. Untuk menghasilkan warna kuning, benang direndam di minyak kemiri selama 1 bulan 7 hari. Kemudian dijemur hingga benar-benar kering. Setelah itu, benang berwarna kuning tersebut dililitkan pada kerangka kayu sesuai dengan ukuran kain Gringsing yang hendak dibuat. Setelah ketahuan ukurannya, baru dibuatkan pola motif. Cara pembuatannya adalah motif yang hendak diberi warna merah, hitam, ataupun mempertahankan warna kuning tersebut, dililitkan tali rafia berbeda warna sesuai warna yang hendak dibuat. Sisanya dibiarkan terbuka tanpa lilitan rafia untuk dicelup ke rendaman daun Taum atau daun Indigo selama seminggu untuk menghasilkan warna biru. Untuk proses ini, benang dikirim ke kota dekat pantai agar menghasilkan warna biru yang lebih maksimal. Mengapa pantai? Karena kadar air di sana lebih sedikit.
Kemudian setelah pemberian warna biru, benang dikirim lagi ke Tenganan untuk dilanjutkan kembali proses pewarnaannya yaitu warna merah. Untuk menghasilkan warna merah, digunakan rendaman akar kulit sunti atau mengkudu. Pewarnaan merah ini sangat memerlukan waktu lama bisa 2 sampai 4 tahun karena proses pengeringannya membutuhkan waktu banyak. Itupun sudah dipercepat, dulu bisa memakan waktu hingga 10 tahun karena pengeringannya menggunakan angin bukan matahari demi menghasilkan warna merah yang lebih bagus. Proses pewarnaan merah merupakan proses terakhir. Hitam sendiri bisa dibuat dari warna biru yang ditimpa warna merah berkali-kali.
Setelah proses pewarnaan selesai, benang-benang tersebut direndam ke dalam air beras untuk memperkuat warna pada benang dan kemudian dijemur cukup sehari saja. Setelah semua proses itu selesai, baru dilakukan tenunan. Menenun untuk mendapatkan motif yang diinginkan memerlukan ketelitian dan kesabaran. Proses menenun kain Gringsing itu sendiri memerlukan waktu 3 hingga 4 minggu.
Arti kata Gringsing itu sendiri jika diterjemahkan secara harafiah berarti βtidak sakitβ. Ketiga warna pada kain Gringsing yaitu merah melambangkan api, putih atau kuning berarti angin, dan hitam berarti air. Semua elemen itu adalah elemen penyeimbang yang diperlukan tubuh agar tidak sakit. Karena itu dipercaya, tenunan kain Gringsing memberikan kekuatan tersendiri pada si pemakai. Dalam masyarakat Bali secara keseluruhan, kain ini dipakai dalam uparaca khusus, salah satunya upacara potong gigi ketika hendak menikah untuk memberikan kekuatan pada sang calon mempelai. Bahkan beberapa orang menyimpang benang berwarnanya saja seakan sebagai jimat kekuatan mereka.
Inilah kerajinan yang paling terkenal sekaligus dibanggakan oleh penduduk desa Tenganan. Kain khasnya telah menjadi incaran para kolektor kain di seluruh dunia. Yang unik dari kain ini, semakin tua kain tersebut, warna-warnanya semakin keluar dan bagus. Tidak seperti kain pada umumnya yang semakin memudar warnanya. Untuk menghasilkan warna yang lebih bagus lagi, pencuciannya pun unik, cukup dikasih air hujan, lebih lama lebih baik. Kandungan dalam air hujan dapat mengeluarkan warna pada kain Gringsing dibanding air tawar biasa (13/10/10).
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!