Biak: Pulau Tiga Benua

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Endro Catur Nugroho|5772|PAPUA 1|27

Biak: Pulau Tiga Benua

Redaksi Detik Travel - detikTravel
Rabu, 01 Jun 2011 10:07 WIB
loading...
Redaksi Detik Travel
Bandara Frans Kaisiepo. Dulunya bernama Bandara Mokmer. Kurun waktu 1995-2000 pernah menjadi hub Indonesia dan Amerika, melayani penerbangan Biak - Los Angeles.
Bangunan utama Bandara Frans Kaisiepo. Terinspirasi dari rumah tradisional setempat.
KMP Gunung Dempo merapat ke Pelabuhan Kota Biak. Kapal modern ini menghubungkan Biak dengan Jayapura, Sorong, Ambon, Makassar dan Jakarta
Biak: Pulau Tiga Benua
Biak: Pulau Tiga Benua
Biak: Pulau Tiga Benua
Jakarta - Pulau Biak bukan tipikal pulau di Provinsi Papua. Ia sudah bersahabat dengan dunia luar, jauh sebelum Indonesia merdeka. Mungkin inilah yang menjadikan warganya sebegitu terbuka, ramah dan bersahabat dengan pendatang, seperti kami, petualang ACI - Tim Unyu Penyu - Papua 1.

Pulau Biak - bersama dengan pulau-pulau sekitarnya - jadi saksi bisu Perang Dunia (PD) II hingga pada puncaknya di tahun 1942. Beberapa peninggalan bersejarah seperti goa Jepang, monumen Perang Dunia II, gua lima kamar, berserakan di pulau berbentuk oval ini. Uniknya, enam buah bandara pun sempat dibangun penjajah Belanda setelah menjadikan pulau terluar Indonesia ini sebagai basis armada tempur udaranya selama PD II. Bandara Frans Kaisiepo (dulu Bandara Mokmer) tempat kami mendarat hari ini, 12 Oktober 2010, adalah salah satunya. Selain kedua negara tadi, Amerika pun pernah menjadikan pulau seluas 1.883.86 km2 ini sebagai pusat latihan militernya. Bayangkan, tiga negara adidaya dari tiga benua tertarik dengan pulau ini!

Bermodal fasilitas tadi, pulau yang dilintasi garis katulistiwa ini terus membuka diri pada pendatang luar usai PD II. Hari ini saja, kami bertemu dengan mas Eko Patranto, pengusaha taksi (angkutan umum) dari Jogjakarta yang sudah duabelas tahun berbisnis di kota Biak dan telah menganggapnya sebagai rumah. Belum lagi serombongan pengusaha dari Makassar yang siang ini merapatkan kapalnya, membawa barang-barang kebutuhan sehari-hari dari Sulawesi untuk dijual di salah satu kabupaten terluar Indonesia ini. Mereka hidup bersama dengan penduduk lokal - orang Biak - tanpa ada kesulitan yang berarti.

Dulu atau sekarang, Kota Biak nampaknya akan terus jadi tempat menarik untuk dikujungi. Bukan saja alamnya, tapi orang-orangnya. Bukan hanya warga lokal dan pendatangnya, tapi kerukunan mereka hidup bersama.

Rarama Be Bye Ro Kota Biak. Selamat datang di Kota Biak

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads