Hutan Lindung Sungai Wain: Menunggu Untuk Diselamatkan.

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Bhagavad Sambadha|7356|KALTIM 2|22

Hutan Lindung Sungai Wain: Menunggu Untuk Diselamatkan.

Redaksi Detik Travel - detikTravel
Rabu, 01 Jun 2011 13:00 WIB
loading...
Redaksi Detik Travel
Hutan Lindung Sungai Wain
Beristirahat di tengah perjalanan
Hutan Lindung Sungai Wain: Menunggu Untuk Diselamatkan.
Hutan Lindung Sungai Wain: Menunggu Untuk Diselamatkan.
Jakarta -

Lutung Merah (Presbytis Rubicunda) hanyalah satu dari banyak sekali fauna langka dan terancam punah yang terdapat di Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) seperti Macan Dahan, Beruang Madu, Kukang, Tarsius, Orangutan serta primata endemik Kalimantan yaitu Bekantan. Selain mamalia disini juga dapat dijumpai jenis burung langka seperti burung Tiong Batu Kalimantan, Pegar Langka, Enggang dan Pelatuk.

Pemandu kami; Mas Herman, menceritakan banyak sekali hal-hal yang perlu kami ketahui tentang HLSW. Dengan luas 9.782 ha serta terdapatnya dua Daerah Aliran Sungai (DAS) maka kawasan ini menjadi sangat potensial sebagai daerah tangkapan air bagi Kota Balikpapan, salah satunya adalah adanya waduk seluas 3 ha yang sejak tahun 1972 dikelola oleh Pertamina, air waduk yang dimanfaatkan oleh Pertamina per hari adalah sebesar 15.000 m3 atau setara dengan 26% kebutuhan air bersih masyarakat Balikpapan.

Setelah berjalan kaki sekitar 1 jam kami beristirahat di salah satu Gazebo yang terdapat di tengah hutan lindung, Mas Herman sempat tertawa melihat saya terengah-engah karena harus memanggul tas kamera serta peralatan dokumentasi lainnya yang cukup berat, kami bersenda gurau sampai akhirnya saya menyadari betapa alaminya hutan lindung ini, aroma hutan yang menyeruak tak lama setelah saya berhasil mengatur nafas sangat menenangkan ditingkahi suara-suara dari berbagai macam fauna.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kami beristirahat selama 15 menit sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan, memasuki area yang relatif lebih kering dari area sebelumnya. HLSW memiliki beberapa tipe hutan yang terdiri dari rawa-rawa terbuka, hutan rawa air tawar, hutan daratan rendah serta hutan perbukitan kering yang secara keseluruhan mempunyai spesies pohon dengan karakteristik berbeda untuk masing-masing tipe, perubahan kelembaban yang drastis ini menjadikan HLSW sebagai hutan lindung dengan tingkat keragaman spesies pohon tertinggi di Asia Tenggara.

Ironisnya, berdasarkan perbincangan saya dengan Bapak Agus; Kepala Divisi Program Perlindungan Hutan HLSW, semua fakta mengagumkan di atas ternyata terancam tidak berlangsung lama karena adanya proyek pertambangan dan pembangunan jembatan di sekitar HLSW yang justru diizinkan dan dibangun oleh pemerintah daerah, belum lagi ancaman-ancaman dari pembalak liar yang selalu menunggu dan memanfaatkan kelengahan petugas untuk mengambil kayu dari pohon-pohon di dalam HLSW yang rata-rata memang menyimpan potensi ekonomi tinggi seperti kayu Bangkirai, Ulin dan Gaharu.

Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) telah mengeluarkan izin penambangan batu bara di sekitar kawasan HLSW yang dapat menghancurkan kelestarian kawasan HLSW karena kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas tambang. Seakan tidak cukup dengan ancaman tersebut, baru-baru ini Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memutuskan untuk membangun jembatan yang menghubungkan Kota Balikpapan - Kabupaten Penajem Paser Utara. Jembatan tersebut dipastikan akan merusak dan memutus rantai ekosistem mangrove di sekitar kawasan HLSW yang selama ini terhubung. Selain itu pembangunan jembatan akan mengakibatkan munculnya pemukiman penduduk di sekitar kawasan HLSW yang berpotensi menimbulkan ancaman perambahan hutan dan perburuan hewan-hewan yang dilindungi. Kenyataannya adalah ancaman-ancaman di atas sudah berlangsung tepat di depan mata dan butuh langkah-langkah penanganan yang nyata dan segera.

Hari sudah hampir gelap ketika rombongan kami keluar dari kawasan HLSW. Saya merebahkan diri di rumput dan memandangi hutan lindung yang kami jelajahi tadi, anggun dan tenang.

Tidak ada satu pun alasan yang menurut saya dapat dijadikan pembenaran untuk merusak sesuatu yang telah menghidupi kita selama ini. Kembali kepada kita sebagai manusia, apakah kita memutuskan untuk hidup selaras dengan alam dan bumi, atau terus memperkaya diri dan akhirnya merubah kita menjadi benda mati tanpa nurani.

Hide Ads