Muara Siberut, Bagian Ramai Kepulauan Mentawai

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Kinanti Desyva|49882|SUMBAR|13

Muara Siberut, Bagian Ramai Kepulauan Mentawai

Redaksi Detik Travel - detikTravel
Rabu, 15 Jun 2011 11:55 WIB
loading...
Redaksi Detik Travel
Dermaga Meyleped, tempat ferry berlabuh
Perahu kayu yang menjadi kendaraan utama di Muara Siberut
Muara Siberut saat hujan
Puskesmas yang katanya angker
Sikerei yang sedang berjalan jalan di Muara
Muara Siberut, Bagian Ramai Kepulauan Mentawai
Muara Siberut, Bagian Ramai Kepulauan Mentawai
Muara Siberut, Bagian Ramai Kepulauan Mentawai
Muara Siberut, Bagian Ramai Kepulauan Mentawai
Muara Siberut, Bagian Ramai Kepulauan Mentawai
Jakarta -

Setelah 20 jam berada di kapal akhirnya kami sampai juga di Muara Siberut Kepulauan Mentawai (05/10). Sebenarnya perjalanan dari Pantai Bungus menuju Pulau Siberut memakan waktu selama kurang lebih 10 jam. Namun, karena hujan yang tidak kunjung berhenti dari pagi, kapten kapal pun menunda untuk berlayar sampai cuaca menenang. Kapal Sumber Rezeki akhirnya lepas dari pelabuhan pukul 03.00 dini hari. Padahal, hampir semua penumpang sudah berada di dalam kapal sejak pukul 07.00 malam. Apa yang kami lakukan? Tentu saja tetap tinggal, seperti juga penumpang yang lain.

Tidak banyak yang bisa dinikmati dalam perjalanan laut ini. Hanya kapal yang bergoyang seirama dengan deburan ombak sambil sesekali terdengar suara orang yang sedang berbincang bincang. Saya akhirnya memutuskan untuk tidur saja. Menyisakan tenaga untuk menjelajah kepulauan Mentawai nanti.

Pukul 14.35, kapal ferry kami menepi di sebuah dermaga di daerah Meyleped. Suasana yang tadinya sunyi, mulai ramai dipenuhi oleh orang orang yang ingin menjemput atau mengambil barang dari kapal. Saya baru menyadari bahwa isi kapal tidak hanya penumpang saja, tapi ada sayur-sayuran, jajanan warung bahkan anak-anak ayam. Beberapa kali saya mendengar petugas pelabuhan berkata 'tolong, biarkan penumpangnya turun dulu! Baru ambil barangnya'. Ini menunjukkan bahwa kapal yang kami tumpangi ini, juga merupakan kapal untuk mengangkut barang. Setelah Bang a'at, orang yang menjemput kami datang, saya bertanya "apakah memang selalu ramai begini?". Mengingat cerita yang saya dengar tentang Mentawai adalah daerah pedalaman yang susah dijamah. Lalu ia menjawab "tadi pagi lebih ramai lagi, hari ini hari pasar di Siberut". Pantas tadi satu kapal isinya barang jualan semua. Lalu kami diminta mengikutinya sampai pinggiran dermaga dan mengajak kami untuk menaiki perahu motor yang lebih kecil. "Kita ke Muara Siberut dari sini" ujarnya. Ternyata kapal besar memang tidak bisa menepi di Muara Siberut. Ya, namanya juga muara..selalu ada arus dari sungai. Tetapi walaupun begitu, Muara Siberut tetap menjadi pusat keramaian di pulau ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bila hari pasar seperti ini, suku pedalaman Mentawai banyak yang turun untuk berbelanja. Mereka menggunakan pakaian seperti masayarakat luar di Muara yang kebanyakan adalah orang Minang atau Jawa. Seperti ketika kami sampai, terlihat beberapa orang pedalaman yang membaur dengan penduduk untuk berbelanja kebutuhan sehari hari. Sekilas tidak nampak ada yang berbeda kecuali saat mendengar mereka berbicara. Bahasa Mentawai sangat berbeda dengan bahasa Minang. Namun karena sudah banyak suku pedalaman yang berinteraksi dengan pendatang, mereka mulai saling mengenal bahasa satu sama lain.

Kami mulai berkeliling Muara Siberut setelah selesai makan. Semua warga di sini, hampir semuanya saling mengenal satu sama lain. Pekerjaan mereka rata rata pedagang, pembuat atau penjual kapal dan usaha rumah makan serta penginapan. Di Muara Siberut sendiri, ada tiga buah penginapan yang biasanya digunakan oleh petugas yang sedang berdinas. Harga permalamnya cukup murah, hanya Rp 60.000 per kamar. Harga barang barang yang dijual di sini rata rata hampir sama dengan yang berada di Padang. Karena menurut warga setempat, banyak kapal kargo yang suka mampir dan memasok persediaan.

Saat malam datang, jalanan mulai sepi. Hanya toko toko yang menjual barang sehari hari yang buka hingga tengah malam. Kota ini tidak luput juga dari cerita cerita hantu yang beredar. Terutama di dekat puskesmas yang katanya memang sedikit angker. Untungnya kami tidak berlama lama di puskesmas. Ngeri juga bila mengetahui cerita-cerita hantu itu benar adanya. Kami mengakhiri jalan jalan di Muara segera setelah hujan turun. Ah, hujan di sini memang begitu. Sebentar datang sebentar pergi, ujar Bang A'at yang menemani kami jalan jalan. Jadi, kalau ingin berwisata ke Mentawai, selain papan selancar jangan lupa membawa jas hujan dalam tas kalian.

Hide Ads