Seorang Anak yang Menggugah Hati di Danau Ranau

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Titisari Raharjo|6883|BENGKULU & LAMPUNG|44

Seorang Anak yang Menggugah Hati di Danau Ranau

Redaksi Detik Travel - detikTravel
Kamis, 24 Mar 2011 11:00 WIB
loading...
Redaksi Detik Travel
ini dia, bocah yang ingin saya temui lagi jika saya ke danau Ranau
sudah biasa berpose di depan kamera
dia dan sahabatnya
Seorang Anak  yang Menggugah Hati di Danau Ranau
Seorang Anak  yang Menggugah Hati di Danau Ranau
Seorang Anak  yang Menggugah Hati di Danau Ranau
Jakarta - Yang saya suka dari suatu perjalanan adalah kebetulan yang pasti terjadi: bertemu dengan orang baru, kawan baru, inspirasi baru. Seperti yang saya alami di Danau Ranau, Liwa, Lampung Barat. Pertama kali saya menginjakkan kaki di dermaga danau, saya langsung berdecak kagum. "Waaa bagusnyaaaaa", saya bicara sendiri. Kawan-kawan yang lain sudah berjalan di depan saya, saya masih berdiri di pangkal dermaga memandang danau Ranau dari kiri ke kanan ke atas ke bawah, ke seluruh penjuru! Hari itu hari minggu, nampak beberapa anak-anak lelaki kecil, berkumpul di dermaga. Mereka nampak bermain-main sambil ngobrol dengan kawan-kawannya yang sedang berenang di danau. Beberapa anak yang melihat saya dan kawan-kawan membawa kamera, langsung antusias melepas baju dan meloncat ke kolam. Mereka sepertinya biasa "nampang" di depan kamera.

Β 

Kembali ke adegan saya yang masih tertegun menikmati pemandangan danau Ranau yang indah itu, setelah saya mengucap "Waaa bagusnyaaaaa", tiba-tiba terasa ada yang menarik-narik bagian bawah kaos saya. Ternyata itu tangan kecil yang masih terus menarik-narik kaos saya hingga saya mengalihkan pandangan kepadanya. Nampak seorang anak lelaki berperawakan kurus, dengan kemeja berwarna jingga yang sudah sedikit memudar. Usianya mungkin sekitar 8 atau 9 tahun. Rambutnya lurus berpotongan batok, berwarna coklat kemerahan seperti rambut jagung. Dia tersenyum lebar membuat gigi-giginya yang putih nampak dari dalam mulutnya. Belum sempat saya berkata apa-apa, kembali tangan kecilnya menarik kaos saya, dan satu tangannya lagi menunjuk ke arah danau Ranau. Sambil berteriak-teriak dan terus menunjukkan jarinya di horison sepanjang danau.

Β 

Anak itu tidak berkata apa-apa, karena ia seorang tuna wicara. Usahanya sungguh keras menarik perhatian saya, tanpa satu kata pun terucap dari mulut mungilnya. Saya berlutut di sampingnya, dan menyimak lenguhan yang seolah-olah tanpa arti. Tapi saya tahu, dia sedang berusaha menjelaskan keindahan danau Ranau miliknya. Menunjuk dari ujung hingga ujung, dengan wajah berseri-seri dan mata bebinar. Saya merasa trenyuh saat itu, saya ingin merespon, namun saya bingung bagaimana mengungkapkannya. Dua jempol tangan saya pun saya acungkan ke hadapannya, sambil berkata "Iya, danaunya bagus ya". Ia pun meloncat kegirangan dan mengacungkan kedua jempolnya meniru apa yang saya lakukan. Ia berlari ke kawan-kawannya, masih sambil mengacungkan kedua jempolnya dan tertawa-tawa, seakan ia telah berhasil menyampaikan rasa hatinya kepada saya.

Β 

Ya Tuhan, saya ingin menangis saat itu. Betapa ia yang kesusahan bicara, sangat bangga terhadap keindahan danaunya, dan jauh lebih bangga lagi ketika berhasil menceritakan itu kepada pengunjung seperti saya. Malu rasanya hati ini yang selama ini cuma bisa mengeluh, komplain, bahkan mengucap syukur atas negeri ini pun jarang. Selama ini kita semua terlalu silau tentang ibukota kita. Semua lampu disorot ke sana. Padahal, coba buka mata lebar-lebar, Indonesia bukan cuma Jakarta. Sudahkah kita mengucap syukur atas negeri yang elok ini?

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads