Β Β Β Percaya atau tidak inilah kenyataannya, longhouse ini dihuni oleh 32 KK yang masih berhubungan saudara. Longhouse ini dibangun sejak tahun 1964 dengan panjang 67 meter dan hanya terdiri tidak lebih dari 7 depa saja. Longhouse ini masih asli dengan dinding terbuat dari kulit kayu, walaupun ada beberapa bagian yang telah direnovasi menggunakan papan kayu.
Β Β Β Didalamnya ada beberapa kamar yang disediakan untuk kaum perempuan, sementara para laki-laki tidur di luarnya. Biasanya turis-turis yang datang sering meminta untuk diizinkan menginap di lamin Eheng tersebut, kadang sampai 3 bulan lamanya. Untuk mendapatkan izin, tentunya kita diharuskan melapor kepada kepala adat setempat.
Β Β Β Penduduk disana ramah-ramah, belum terlalu komersil, tapi jangan sampai membuat masalah dengan orang-orang Eheng. Lebih baik mengalah, karena disini hukum adat lebih kuat dari pada hukum pemerintahan. Driver kami mengatakan kalau beberapa tahun yang lalu ada peraturan larangan berjudi di Eheng, namun karna berjudi sudah menjadi kebiasaan warga, maka para kepala adat dari beberapa suku bersatu melawan kapolda setempat, dan akhirnya polisi pun membolehkan.
Β Β Β Kebetulan kami datang saat berlangsungnya upacara kematian salah seorang pengurus adat. Jasadnya di inapkan selama 3 hari. Selama itu diadakan tarian-tarian kematian pada malam hari, pemotongan sapi dan juga kerbau yang telah ditentukan oleh rapat adat sebelumnya. Sayang, kami tidak diperbolehkan untuk memotret tempat ditaruhnya peti jasad dan juga kotak ayun tulang oleh keluarga yang bersangkutan. Rencananya, malam ini partner dan pendamping saya akan kembali kesana untuk menghadiri upacara pemberian makan arwah (semoga saja mereka tidak membawa arwah-arwahnya ke penginapan -_-)












































Komentar Terbanyak
Koster: Wisatawan Domestik ke Bali Turun gegara Penerbangan Sedikit
Ditonjok Preman Pantai Santolo, Emak-emak di Garut Babak Belur
Awal Mula PB XIV Purbaya Gabung Ormas GRIB Jaya dan Jadi Pembina