Daerah Aimere dikenal sebagai penghasil arak Flores, atau yang biasa dikenal dengan sebutan sopi maupun moke. Minuman yang dihasilkan dari penyulingan nira adalah minuman khas lokal yang memiliki kadar alkohol. Biasanya dalam pesta - pesta di pulau Flores, bahkan acara kematian minuman ini selalu hadir menemani.
Dalam perjalanan kami menuju Ruteng (24/10/2010), kami melewati Kecamatan Aimere di Ngada. Melihat di beberapa warung tampak botol - botol plastik ukuran 600 ml dan 1,5 liter tertata rapi depan tempat jualan mereka. Ah, ini pasti yang namanya sopi ataupun moke, batin saya. Akhirnya kami berhenti di salah satu pembuat minuman ini.
Menyampaikan maksud kami kepada pak Markus sang pemilik, akhirnya kami diijinkan untuk melihat industri rumah tangganya. Ternyata pembuatan minuman ini masih tradisional, tanpa menggunakan alat - alat modern. Bahkan bahan baku itu pun berada di halaman belakang rumahnya. Puluhan pohon nira yang tinggi menjulang siap untuk diambil sarinya, setiap hari selama 2x pohon nira disadap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah hasil nira sadapan di dapat, sari yang masih berbuih itu akan didiamkan selama semalam. Kemudian keesokan harinya, baru mereka memasaknya. Sari nira yang baru diambil rasanya menyegarkan, itu yang saya rasakan ketika mencicipinya. Rasanya seperti es legen yang biasa saya minum di Surabaya. Atau mungkin es legen ini dari nira yah?
Setelah disimpan selama semalam, sari itu akan dimasukkan dalam sebuah bejana dari tanah liat untuk dimasak. Bejana itu akan ditutup rapat dan diatasnya disambungkan sebilah bambu panjang seukuran 0,5 meter. Bambu itu kemudian dihubungkan dengan bambu lain yang panjangnya kurang lebih 7 meter dan dipasang secara horizontal menurun.
Ketika kayu bakar mulai dinyalakan, sari dalam bejana itu akan mendidih. Uap dalam bejana itu akan naik keatas, kemudian turun ke bambu yang dipasang melintang untuk menjalani proses kondensasi. Di ujung lain dari bambu melintang, sudah tersedia sebuah jerigen untuk menampung tetesan air ketika proses kondensasi tersebut terjadi.
Itulah pemasakan pertama untuk membuat arak. Setelah terkumpul 3 botol jerigen tetesan kondensasi ituΒ penuh. Maka akan akan dimasak lagi seperti proses diawal, itulah pemasakan ke dua. Dari 3 jerigen yang dimasak itu, akan menjadi 1 jerigen. Dan dinamakan sebagai arak no 1, siap untuk dipasarkan.
Pak Markus mempersilahkan saya untuk mencoba kualitas dari arak no 1 tersebut. Rasanya seperti minuman jenis Dry Gin di lidah. Kemudian dia menuangkan sedikit arak itu ke sebuah batok kelapa yang menyerupai gelas, dan menyalakan pemantik. Arak di dalam batok itu terbakar, berarti kadar alkoholnya cukup tinggi. Wah, semoga usus di dalam perut saya tidak terbakar.
Industri rumah tangga ini sudah dijalaninya selama 23 tahun. Dan hasil dari jerih payah membuat arak, dia bisa menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak - anaknya. Setiap hari, dia memulai pekerjaannya mulai dari pukul 9 pagi hingga 10 malam, menunggu hingga proses pemasakan selesai semua.
Terlepas ini adalah halal atau haram, melanggar hukum atau tidak melanggar hukum. Proses dialektika dalam pembuatan arak adalah sebuah kearifan lokal masyarakat setempat.
Anda mau mencoba membuat arak sendiri?
Komentar Terbanyak
PHRI Bali: Kafe-Resto Putar Suara Burung Tetap Harus Bayar Royalti
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Kronologi Penumpang Lion Air Marah-marah dan Berteriak Ada Bom