Nias Bangkit

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Nias Bangkit

Didit Majalolo - detikTravel
Senin, 31 Jan 2011 13:37 WIB
Jakarta -

Yaahowu! merupakan Ucapan salam, kata ini merupakan sapaan sehari-hari warga nias saat Anda berada di pulau Nias. Kondisi bandara perintis ini membuat saya terkesan karena bersih dan tidak ramai dengan hiruk pikuk bandara pada umumnya.

Kesan pertama saya menginjakan kaki di pulau Nias Pulau Nias yang digambarkan banyak wisatawan mancanegara sebagai surganya di bumi , Omo hada (rumah adat), Tari baluse (tari perang) dan hombo batu (lompat batu) yang pernah menghiasi mata uang Rupiah dan menjadi ikon pariwisata Nias, kini mulai terlihat kurang populer.

Pujian terhadap Nias, betapa pulau yang terletak di barat Pulau Sumatera dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, Terhadap keindahan alam dan kedahsyatan ombak Nias.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Betapa peninggalan budaya megalitik tersebut masih ada dan memberi warna kehidupan sehari-hari masyarakat Nias. Sebelum terjadinya rangkaian gempa diikuti dengan Tsunami yang melanda Aceh, 26 Desember 2004. Justru pada bulan April 2005, gempa dan Tsunami juga menerjang Nias. Karena sebelumnya, angka kunjungan wisatawan ke Kepulauan Nias sangatlah signifikan.

Pariwisata Nias tumbuh dan berkembang dimungkinkan keindahan alam dan keunikan budayanya. Karenanya, bila Nias ingin mengembalikan fungsi utamanya kepariwisataan, seharusnya juga menjaga dan melestarikan keunikan alam dan budaya untuk tidak ditelan zaman.

Nias harus menjaga dan memelihara konsep kepariwisataan yang berbasis pada kehidupan masyarakat dan budaya. Karena melalui kosep ini mengajarkan kepada kita untuk tetap menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya Nias, menghargai nilai kema-nusiaan serta membina kesadaran untuk menyumbangkan antara keperluan materi dan rohani, pemanfaatan sumber daya alam dan pelstariannya. Nias memiliki warisan alam dan budaya yang kaya dan menak-jubkan. Nias memiliki situs peninggalan megalitik yang unik dan berbeda dengan daerah lainnya di Indonesia.

Peninggalan era megalitikum tersebut berupa desa tradisional dengan rumah-rumah adat berarsitektur unik dan antik, tradisi lisan, serta berbagai kesenian dan kerajinan nasional yang memikat Pariwisata budaya berkelanjutan yang diinginkan dan diterapkan Nias, memilki warisan hoho (syair) dan mithos tentang langit yang berlapis sembilan. Melalui konsep ini guna mengangkat keterlibatan masyarakat guna mendukung kegiatan pariwisata di daerahnya melalui sentra-sentra pariwisata berbasis pada kegiatan hidup mereka sehari-hari. Bagaimana menghidupkan kembali pariwisata Nias melalui desa tradisional Bawomataluo (bukit Matahari) yang lengkap dengan peninggalan budaya megalitik sebagai sentra pariwisata. Karena banyak pengakuan Wisman yang pernah berkunjung ke desa ini, layaknya menginjakkan kaki pada sensasi suatu peradaban ratusan tahun lalu. Kita dapat melihat langsung kehidupan sehari-hari masyarakat Nias yang tinggal di rumah-rumah trasidional.

Desa pesisir atau pulau di selatan dapat dibina dengan mengangkat pada hidup keseharian nelayan atau petani tradisional di wilayah tengah dan barat Pulau Nias yang selama ini, bagaikan terpisahkan pagar yang besar, tinggi dan kukuh.

Membangkitkan kembali kepariwisataan Nias pasca gempa dan Tsunami, kewirausahawan masyarakat secara menyeluruh menjadikan kehidupan manusia yang berkaitan dengan gagasan, perilaku dan material. Sehingga budaya yang dimaksudkan, tidak hanya kesenian, tingkat kemajuan teknologi atau hasil karya yang indah-indah.

Tetapi juga meliputi karya Ono Niha dalam mempertahankan dan meningkatkan taraf hidup mau pun, proses adaptasi dengan lingkungan yang sangat akrab dengan terjadinya bencana.

Kabupaten Nias dengan ibukota Gunungsitoli yang dipisahkan Samudera Hindia dengan Pulau Sumatera dapat ditempuh melalui udara dari ibukota Provinsi Sumatera Utara, Medan dengan pesawat terbang melalui bandar udara (Bandara) Polonia dan mendarat di lapangan terbang, Binaka.

Lapangan terbang Binaka dengan Gunungsitoli hanya berjarak, 15 kilometer. Sedangkan dari laut dihubungkan dengan jalur pelayaran tetap dari Sibolga menuju ibukota kabupaten, Gunungsitoli atau dari Sibolga menuju Teluk Dalam.

Sementara jalan darat yang menghubungkan Gunungsitoli dengan Teluk Dalam diperkirakan sejauh 100 kilometer, ruas jalannya pasca gempa dan Tsunami telah diperbaiki dan mulus.

Teluk Dalam merupakan sentra wisata yang berbasis peninggalan budaya megalitik dan menjadi andalan kunjungan wisatawan mancanegara, paling menonjol keberadaan Desa Bawomataluo (Bukit Matahari) yang lengkap dengan rentangan bangunan rumah adat. Di Desa Bawomataluo inilah, wisatawan yang berkunjung bukan saja bisa menikmati keindahan arsitektur bangunan rumah adat Omo Hada, juga pagelaran Tari Baluse (Tari Perang) mau pun Hombo batu (Lompat batu). Juga tidak jauh dari Teluk Dalam dan Desa Bawomataluo diperkirakan berjarak 6 kilometer, yakni kawasan pantai Lagundri. Kawasan pantainya merupakan bentangan pasir yang lebar dan memanjang hingga puluhan meter. Pantai ini menjadi tujuan utama Wisman yang khusus menghabiskan waktunya untuk selancar atau olah raga ski air. Pantai Lagundri dinilai unik dibandingkan dengan kawasan pantai-pantai lainnya, selain itu juga di wilayah Afulu terkenal dengan pantai merah, karena pasirnya yang berwarna kemerahan menghiasi indahnya pemandangan pantai yang sunyi dan masih asri.

(travel/travel)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads