Pesona Keramahtamahan Di Sebuah Kampung Budaya

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Pesona Keramahtamahan Di Sebuah Kampung Budaya

Kurnia Agung Perdana - detikTravel
Senin, 31 Jan 2011 13:47 WIB
Jakarta - Kicauan burung-burung di pagi hari berkicau menyambut kedatanganku bersama teman-teman satu kampus jurusan pariwisata. Udara segar menemaniku dan ratusan anak tangga menuntunku untuk berjalan lebih dalam lagi. Itulah yang aku rasakan ketika mengunjungi Kampung Naga, sebuah kampung budaya yang terletak di Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.

Tanah yang subur ditandai dengan luasnya hamparan sawah milik warga dan letaknya yang dekat dengan Sungai Ciwulan. Kampung Naga berada di daerah lembah yang dikelilingi oleh hutan-hutan dengan lahan seluas satu setengah hektar, sebagian besar digunakan untuk pemukiman, pekarangan, kolam, dan selebihnya digunakan untuk pertanian sawah yang dipanen satu tahun dua kali. Letaknya tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya. Dari Garut bisa ditempuh dengan jarak 26 kilometer dan dari Tasikmalaya jaraknya kurang lebih sejauh 30 kilometer.

Kehidupan di Kampung Naga sangat sederhana dan bersahaja. Para penduduknya masih berpegang teguh pada kepercayaan yang dibawa sejak nenek moyang mereka. Walaupun para penduduknya mengaku beragama Islam, tetapi bisa dikatakan sedikit berbeda karena pengaruh adat-adat itu masih sangat kental. Mereka percaya dengan menjalankan adat-adat yang berlaku, mereka dapat menghormati para leluhur mereka. Tata letak Kampung Naga ini sangat menarik dan terlihat tertata dengan teratur, ini disebabkan oleh adanya aturan-aturan adat yang mengatur tentang cara pembangunan suatu rumah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rumah-rumah tersebut hanya menghadap ke arah utara atau selatan dan memanjang ke arah barat atau timur. Rumah-rumah disini juga tidak menggunakan tembok, karena dinding rumah mereka terbuat dari bilik atau anyaman kayu dan beratapkan dengan ijuk atau alang-alang. Dinding rumah tidak menggunakan cat dinding seperti kebanyakan rumah, tetapi hanya sebatas dikapur. Biasanya satu rumah hanya diisi oleh satu keluarga dengan satu kepala keluarga. Para warga Kampung Naga sangat menj aga lingkungan mereka. Mereka tidak menggunakan hutan yang berada di sekitarnya untuk dimanfaatkan, karena mereka menganggap bahwa hutan-hutan tersebut adalah daerah yang terlarang unutk dimasuki. Hutan tersebut dianggap keramat karena terdapat makam dari para leluhur masyarakat Kampung Naga. Selain itu terdapat hari-hari tertentu yang dianggap tidak baik untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan penting, seperti membangun rumah, pernikahan, atau khitanan karena waktu tersebut dikatakan sebagai waktu yang tabu dan biasanya jatuhnya pada bulan Safar dan bulan Ramadhan.

Kampung Naga juga mempunyai kesenian tersendiri yang merupakan warisan dari leluhur mereka, seperti terbangan, angklung, beluk, dan rengkong. Namun disayangkan kesenian Rengkong pada saat ini sudah tidak dikenal lagi oleh generasi muda di Kampung Naga. Masyaarakat Kampung Naga menganggap tabu jika mengadakan pertunjukkan kesenian yang berasal dari luar Kampung Naga seperti Wayang Golek, Ketoprak Humor, dan lain sebagainya . Namun bagi para warga yang hendak menonton kesenian-kesenian tersebut diperbolehkan untuk menontonnya karena dipertunjukkan di luar wilayah Kampung Naga. Penduduk Kampung Naga ini tidak tertutup dengan masyarakat luar, maka dari itu Kampung Naga ini bisa menjadi obyek wisata budaya dan tradisional. Para petinggi di Kampung Naga juga terbuka untuk menyambut para pendatang yang ingin lebih tahu tentang lingkungan mereka. Kepercayaan mereka tidak berpengaruh walaupun berbagai macam pendatang datang ke wilayah mereka dan melakukan interaksi dengan mereka. Sekian dan terima kasih. Bravo Pariwisata Indonesia!!!

(travel/travel)

Hide Ads