Ada pepatah yang mengatakan tak kenal, maka tak sayang. Mungkin itulah yang terjadi pada diri saya. Sudah 25 tahun saya dilahirkan ke dunia ini, namun baru akhir tahun lalu (2009) saya mulai tertarik dengan kebudayaan Toraja. Padahal, kedua orang tua saya merupakan orang Toraja tulen! Hehehe.
Lahir dan besar di pulau Jawa, membuat saya jauh lebih akrab dengan adat Jawa dibandingkan dengan adat Toraja. Saya bercakap-cakap dengan bahasa Jawa (sebenarnya sih Suroboyoan), teman-teman saya jelas-jelas lebih banyak dari suku Jawa, Batak, Cina, dsb, tapi hampir tidak ada yang Toraja. Memang sih orang tua saya sering bercakap-cakap dengan bahasa Toraja, namun hanya sedikit saja yang saya mengerti. Itupun saya masih kagok kalau disuruh mengucapkan bahasa Toraja, serasa benar-benar aneh di mulut saya dan selalu berakhir dengan derai tawa.
Jarang pulang kampung saya akui sebagai salah satu faktor tidak familiarnya saya dengan kebudayaan Toraja (mungkin lho). Tapi anda tidak bisa menyalahkan saya untuk itu. Untuk pergi ke sana biayanya tidak sedikit, belum lagi perjalanan yang memakan waktu lama. Apalagi kalau sudah masuk daerah Enrekang Wah, rasa-rasanya saya menyesal makan banyak sebelum perjalanan tadi. Jalan raya yang ada di area ini sungguh berkelok-kelok, yang saya jamin akan menyukseskan program diet anda. Bagaimana tidak sukses? Lha wong makanan yang kita makan sebelum berangkat, dijamin (hampir) 100% akan dimuntahkan kembali. Pemandangan sepanjang jalan itu juga luar biasa mencengangkan. Memang pemandangannya cukup indah, namun yang buat saya menganga adalah perpaduan indah antara jurang-jurang terjal yang ada di kiri-kanan jalan dengan ngebutnya pak sopir. Saran saya sih, kalau anda mau menempuh perjalanan darat dari Makassar ke Toraja, minumlah obat anti mabuk (atau obat tidur sekalian ). Bukannya apa-apa, tapi selain menghindarkan dari rasa mual dan muntah, efek obat itu juga akan menghindarkan anda dari pemandangan-pemandangan thriller sepanjang jalan (just kidding).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yang paling dicari disini adalah upacara Rambu Solo (upacara pemakaman), yang memang harus dilakukan dengan full adat, sehingga nilai kebudayaannya tinggi. Banyak sekali prosesi yang bisa dilihat dalam Rambu Solo, dan jika anda beruntung, anda bisa melihat prosesi ini lengkap (10 hari). Sebagai destinasi wisata kedua setelah Bali, Tana Toraja memang membutuhkan banyak improvement, seperti sarana transportasi dan akomodasi yang cukup memadai. Suasana natural yang ada di Toraja saya jamin akan mampu membuat anda sekalian terlepas dari hectic-nya kemacetan kota dan stress pekerjaan yang menggunung. Kehidupan bertani dan beternaknya yang masih cukup tradisional, serta ritual magisnya yang masih cukup kental pasti mampu membuat anda terkagum-kagum akan keanekaragaman suku di Indonesia. Kesan saya tentang tanah kelahiran kedua orang tua saya itu memang tidak jauh seperti yang dikatakan oleh para bule itu, bahwa Tana Toraja adalah Land of The Heavenly Kings.
Saya menantikan kunjungan selanjutnya kesana :)
(travel/travel)












































Komentar Terbanyak
Awal Mula PB XIV Purbaya Gabung Ormas GRIB Jaya dan Jadi Pembina
Fadli Zon Bantah Tudingan Kubu PB XIV Purbaya Lecehkan Adat dan Berat Sebelah
5 Negara yang Melarang Perayaan Natal, Ini Alasannya