D'TRAVELERS STORIES
Menjelajahi Masjid Jamik Pangkalpinang, Cagar Budaya Bangka
Pangkalpinang merupakan ibukota provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang terletak di Pulau Bangka. salah satu daerah otonom yang letaknya di bagian timur Pulau Bangka.
Keberadaan Pangkalpinang dimulai sejak adanya perintah Sultan Susuhanan Ahmad Najamuddin Adi Kesumo, yang memerintah pada tanggal 17 September 1757, kepada Abang Pahang bergelar Tumenggung Dita Menggala dan kepada Depati serta Batin Pengandang dan kepada para Krio yang ada di Pulau Bangka untuk mencari Pangkal atau pengkal sebagai tempat kedudukan Demang dan Jenang.
Demang dan Jenang ini akan bertugas untuk mengawasi parit-parit penambangan timah, mengawasi pekerja-pekerja yang disebut kuli tambang dari China, Slam, Kocin dan Melayu serta mengawasi distribusi timah dari parit-parit penambangan hingga sampai ke Kesultanan Pelembang Darussalam.
Secara etimologi Pangkalpinang berasal dari dua kata yaitu Pangkal atau Pengkal dan Pinang (areca chatecu). Pengkal atau Pangkal yang bahasa Melayu Bangka berarti pusat atau awal mulanya sebagai pusat perkumpulan timah yang kemudian berkembang artinya sebagai pusat distrik, kota tempat pasar, tempat berlabuh kapal atau perahu dan pusat segala aktifitas dan kegiatan dimulai.
Sedangkan pohon pinang, adalah sejenis palma yang tumbuh di daerah Pasifik, Asia dan Afrika bagian timur. Pinang juga merupakan nama buahnya yang diperdagangkan orang.
Pulau Bangka, pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Bahauddin, termasuk ke dalam wilayah kekuasaan Kesultanan Palembang. Sultan menaruh perhatian ekstra terhadap Bangka karena hasil timahnya merupakan komoditas yang cukup menguntungkan Palembang.
Usaha Sultan Mahmud Bahauddin dalam memanfaatkan potensi tambang timah Bangka mendapat tantangan dari beberapa pihak, termasuk kaum lanun (perompak), kerajaan tetangga seperti Lingga, bahkan kongsi dagang Eropa seperti East India Company (EIC) milik Inggris dan Verenigde Oost Compagnie (VOC) milik Belanda yang rakus.
Sementara itu, timah Bangka sudah menjadi komoditas ekspor sejak masa pendudukan Inggris di wilayah Kesultanan Palembang Darussalam pada awal abad ke-19. Pada masa itu, timah Bangka ditambang dengan teknik tradisional oleh masyarakat setempat menggunakan peralatan seadanya, seperti dulang, pacul, sekop dan cangkul.
Dan sejarah Pangkalpinang juga tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan Masjid Jamik Pangkalpinang. Masjid Jamik tersebut pertama kali dibangun pada tanggal 3 Syawal 1355 H atau bertepatan dengan 18 Desember 1936 dengan bentuk bangunan semi permanen dengan pondasi yang cukup kuat, berlantai semen berdinding papan dan beratap genteng bila dilihat dari atas berbentuk seperti piramida, lebar di sebelah bawah menciut di bagian tengah dan atasnya.
Dalam sejarah perjalanannya, Masjid Jamik mengalami 3 (tiga) kali renovasi, 2 kali renovasi besar dan sekali renovasi kecil. Tahap pertama dilakukan pada 1950-1954, sedangkan tahap kedua pada 1955-1961 selesai secara total dan diresmikan pada 3 Juni 1961, dan renovasi kecil yang terakhir dilakukan pada tahun 2003. Uniknya, pembangunan masjid ini dilakukan oleh masyarakat secara bergotong royong.
Demikian pula renovasi masjid dilaksanakan oleh masyarakat dengan melibatkan semua unsur baik sipil maupun militer. Bantuan dana berasal dari partisipasi masyarakat yang ada di Pulau Bangka, para pengusaha muslim dan non muslim, dan perusahaan tambang timah Bangka.
Pengusaha asal Bangka yang ada di pulau Jawa, dan bahkan Wakil Presiden RI Muhammad Hatta (Bung Hatta) ikut menyumbang uang tunai sebesar Rp 1.000 pada renovasi tahap pertama (1950-1954). Pada pada saat itu harga emas 1 gram= Rp 4,30. Jadi, sumbangan Bung Hatta senilai 232,5 gram emas waktu itu.
Menurut cerita masyarakat setempat, setiap unsur bangunan masjid memiliki makna filosofis. Salah satu keunikan masjid ini adalah antara tangga depan (yang berbentuk setengah lingkaran) dengan atapnya dihiasi oleh tiang penyangga (ukuran kecil) berjumlah 5 tiang, bisa diartikan sebagai Rukun Islam.
Kemudian, antara tembok depan dengan atapnya dihiasi tiang penyangga kecil sebanyak 6 buah (3 sebelah kanan dan 3 sebelah kiri), dapat diartikan sebagai Rukun Iman.
Selanjutnya ciri khas Masjid Jamik Pangkalpinang
Ciri khas lainnya dari Masjid Jami Pangkal Pinang adalah 4 menara di sudut bangunannya yang menjadi simbol jumlah empat khalifah sekaligus sahabat terdekat Nabi Muhammad SAW.
Bangunan Masjid Jamik Pangkalpinang mempunyai jendela-jendela berukuran besar dengan tujuan memperlancar sirkulasi udara saat jemaah datang untuk beribadah.
Jendela-jendela tersebut menjadi salah satu bagian bangunan yang dipertahankan sejak dibangun pada tahun 1936. Walaupun saat di dalam masjid sudah dipasang AC. AC akan dinyalakan pada saat shalat Jumat atau pun pada acara-acara tertentu.
Masjid Jamik Pangkalpinang juga dilengkapi sebuah beduk ukuran raksasa pemberian dari Kapolda pertama Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang khusus didatangkan dari pulau Jawa.
Masjid Jamik Pangkalpinang saat ini dapat menampung jamaah sebanyak 2.000 orang, dengan luas tanah seluas 5.662 m² dan sudah memiliki sertifikat pada tanggal 6 Februari 1993. Dan, sejak tahun 2010 Masjid Jamik telah menjadi salah satu Cagar Budaya Kota Pangkalpinang.
Hal itu tercatat di Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: PM.13/PW.007/MKP/2010, tanggal 8 Januari 2010 dan dilindungi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Bila Anda berkunjung ke Pulau Bangka, jangan lupa singgah di Masjid Jamik Pangkalpinang yang bersejarah dan merupakan masjid tertua di kota Pangkalpinang yang dihuni oleh berbagai etnis dan agama dengan rukun damai sejahtera sejak dulu kala.