Memperkenalkan kembali sejarah bangsa dan nilai-nilai budaya pada kanak-kanak dan remaja zaman sekarang haruslah dengan cara yang menggembirakan dan mengasyikkan.
Memperkenalkan akar budaya dan sejarah pada anak-anak muda yang yang kehadirannya di dunia sudah tak lepas dari berbagai ragam teknologi informasi yang serba instan, tidak cocok lagi hanya dengan metode duduk di bangku kelas sambil membolak-balik buku-buku tebal mata pelajaran.
Oleh karena itu, beberapa waktu lalu rombongan siswa dan guru SMP IT Raudhatul Jannah Kota Payakumbuh melaksanakan kegiatan "Study Budaya" ke komplek Istano Basa Pagaruyung di Batusangkar, Sumatera Barat.
Kegiatan semacam ini rutin dilaksanakan setiap semesternya sebagai satu metode pengajaran dengan membawa anak-anak didik belajar di luar lokasi sekolah, menuju ke lokasi-lokasi yang dianggap memiliki nilai-nilai edukasi dan dapat menambah wawasan anak didik.
Sebagai generasi muda Minangkabau, tentu saja trip ke Istana Pagaruyung ini sangat bermanfaat bagi para siswa untuk mengetahui dan mengenal sejarah dan perkembangan budaya Minangkabau langsung ke titik pusat kebudayaan Minangkabau itu berada.
Istano Basa Pagaruyung, pusat sejarah keberadaan kerajaan Minangkabau di masa lalu, berada di Batusangkar Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, sekitar 3 jam perjalanan dari Kota Padang atau 1,5 jam dari Kota Payakumbuh.
Nama kerajaan ini dirujuk dari nama pohon Nibung atau kayu Ruyung, yang konon dahulunya memagari kompleks kerajaan. Kompleks Istano Pagaruyung ini sangat luas, tak hanya satu bangunan istana, namun juga terdapat berbagai bangunan penunjang istana yang beragam fungsi terletak di belakang bangunan utama, seperti bangunan dapur dan surau (langgar/musala).
Selain itu tak jauh dari sana, juga diketahui terdapat tepian mandi bagi keluarga kerajaan pada masa dahulunya. Untuk bisa mengelilingi kompleksnya yang luas, terdapat fasilitas kereta odong-odong yang dapat disewa untuk mengelilingi seluruh kompleks istana dengan taman-tamannya yang indah, sehingga destinasi ini juga sangat cocok menjadi tempat wisata keluarga.
Sejarah Istano Basa Pagaruyung
Kerajaan Pagaruyung menjadi saksi sejarah perkembangan dan pergolakan kerajaan-kerajaan nusantara serta jejak kolonialisme di bumi pertiwi. Sejak pendiriannya oleh Raja Adityawarman yang disebut-sebut memiliki keterkaitan sejarah dan merupakan keturunan dari Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Kediri di tanah Jawa, hingga akhir keruntuhannya dalam masa perang Paderi melawan kolonial Belanda di periode 1821-1835.
Sejarah mencatat setelah ditandatanganinya perjanjian antara masyarakat adat dengan pihak Belanda yang menjadikan kawasan Kerajaan Pagaruyung berada dalam pengawasan Belanda.
Di dalam Istana Pagaruyung, para siswa diperkenalkan dengan struktur istana yang berasitektur rumah gadang ciri khas arsitektur Minangkabau yang bergonjong dengan 72 tiang besar yang menopang tegaknya istana berlantai tiga yang mewah dan megah ini.
Kepada para siswa juga diceritakan sejarah pendirian dan perkembangan kerajaan, dan tak lupa diperkenalkan dengan koleksi-koleksi artefak peninggalan kerajaan yang sebagian besar yang tersisa merupakan duplikasi (tiruan). Sungguh sayang sekali, peninggalan asli tak lagi banyak ditemui.
Sejarah telah mencatat bahwa istana Pagaruyung telah 3 kali terbakar. Istana yang asli berada di Bukit Batu Patah terbakar tahun 1804 akibat perang Paderi yang dibangun kembali duplikasinya tahun 1930.
Istana yang dibangun ulang ini pun terbakar kembali tahun 1966 dan dibangun ulang tahun 1976. Terakhir replika istana ini terbakar kembali tahun 2007 akibat atap gonjongnya tersambar petir dan dibangun kembali yang merupakan bangunan yang dikunjungi hari ini.
Meskipun para siswa hanya dapat menemui replika Istana Pagaruyung dan sisa-sisa peninggalannya serta jejak kejayaannya, namun diharapkan dapat membuka wawasan mereka terhadap budaya dan sejarah bangsanya sendiri. Jangan sampai buah tak kenal dengan pohon dan akarnya sendiri.
(msl/msl)