Selepas Subuh, Jumat (29/12) saya sudah bersiap-siap, kali ini tujuan saya adalah Banyumas. Saya akan berjumpa dengan budayawan Ahmad Tohari.
Jam 7 pagi saya diantar menggunakan motor oleh paman dari rumah saya di Jejeg, Bumijawa menuju Linggapura, Bumiayu.
Di pertigaan Linggapura, saya menunggu bus kecil (elf) jurusan Tegal-Banyumas. Tak butuh waktu lama untuk menunggu, bus yang saya nantikan datang juga. Sudah lama saya tidak naik bus elf, terakhir sekitar 5 tahun lalu, tatkala saya masih di pondok pesantren.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kernet pun menghampiri saya, menanyakan mau turun di mana, saya pun menjawab di Kalongan Selatan, sambil menyerahkan uang Rp 50 ribu. Lalu ia pun merogoh sakunya, mengambil pecahan Rp 10 ribu, dan memberikannya kepada saya.
Situasi perjalanan aman terkendali, tak ada kemacetan sedikitpun, padahal saat itu liburan akhir tahun. Selama perjalanan, saya begitu menikmati indahnya perbukitan-perbukitan di sekitar Gunung Slamet.
1 jam kemudian, saya sampai di Jalan Kalongan Selatan. Di situ saya menunggu cukup lama kawan saya, yang katanya hendak menjemput saya. Dari Jalan Kalongan Selatan, saya melanjutkan perjalanan ke rumah kawan saya yang terletak di Desa Cilongok.
Tetapi sebelum itu saya mengikuti kawan saya untuk ke toko fotokopi, dan membeli es teh. Sesampainya di rumah kawan saya, Rifqi namanya di Cilongok. Di situ saya istirahat sebentar, lalu Shalat Jumat.
Setelah Sholat Jumat kami melanjutkan perjalanan ke Desa Tinggarjaya, Kecamatan Jatilawang, Kabupaten Banyumas. Tujuan kami adalah bersilaturahmi dengan Sastrawan dan Budayawan Ahmad Tohari.
Sebelumnya kami telah membuat janji terlebih dahulu dengan Pak Ahmad Tohari melalui murid beliau, yang juga merupakan teman saya, namanya Huda.
Kawan saya Rifqi juga mengajak kawannya bernama Naila untuk ikut menemui Pak Ahmad Tohari. Sesampainya di Rumah Pak Ahmad Tohari yakni Jam 2, kami disambut dengan ramah.
Kami berdiskusi selama satu jam, berkaitan dengan sastra, dunia kepenulisan, dan sejarah. Setelah Shalat Ashar, Huda dan Rifqi mengajak saya untuk ke Bendungan Gerak Sungai Serayu, tetapi Naila tidak bisa ikut, karena sudah ditunggu temannya.
Perjalanan menuju tempat tersebut sekitar 20 menit. Sesampainya di lokasi, kami memilih tempat di pinggir Sungai Serayu di bawah pohon rindang. Kami pun memesan mendoan dan minuman di warung yang tak jauh dari bendungan.
Sambil menikmati mendoan dengan kecap sambal yang lezat, kami mengobrol banyak hal, mulai dari politik hingga percintaan. Sungai Serayu begitu tenang, langit pun tampak berwarna indah, semilir angin menimbulkan ketenangan bagi hati-hati yang gundah gulana.
Lampu yang mulai menyala satu persatu, sorot lampu kendaraan, dan suara kereta api semakin menambah kenikmatan, menikmati senja di Sungai Serayu.
Jam 6 kami pun meninggalkan Sungai Serayu, dalam perjalanan pulang kami menelusuri jalan di samping Sungai Serayu. Sungguh pengalaman yang sulit untuk dilupakan.
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum