Usai melaksanakan kegiatan beberapa hari di Surabaya, kami memutuskan berkunjung ke Tunjungan sebelum kembali ke Jakarta. Beginilah keunikannya.
Sebelumnya kami mendengar nama Tunjungan dari media sosial, yaitu mlaku-mlaku nang Tunjungan. Selepas Isya, terlebih dahulu kami makan malam di sekitar hotel.
Menuju ke Tunjungan menggunakan taksi online, terlihat banyak pejalan kaki yang bersantai dan berswafoto di sepanjang Jalan Tunjungan. Lalu di kanan kiri banyak restoran, cafe, dan kedai makanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlebih dahulu kami berswafoto di depan Hotel Majapahit Surabaya, hotel yang dulu bernama Hotel Yamato. Hotel ini dulu merupakan lokasi insiden perobekan bendera Belanda oleh arek-arek Suroboyo pada 19 September 1945.
Peristiwa ini memicu pertempuran besar di Surabaya pada 10 November 1945 yang diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Usai puas berfoto di depan Hotel Majapahit Surabaya, kami mampir ke sebuah kafe guna melepas dahaga. Setelah menikmati minuman, kami melanjutkan jalan kaki menuju tulisan Tunjungan untuk berfoto. Setelah selesai foto, kami kembali lagi ke hotel.
Kawasan Tunjungan sendiri sudah sejak lama dijadikan kawasan bisnis, hingga saat ini masih banyak peninggalan bangunan zaman dahulu yang ikonik dan masih bisa dinikmati.
Sejak menjadi kawasan bisnis inilah, Tunjungan juga diabadikan dalam lagu 'Mlaku-mlaku nang Tunjungan' yang populer di masyarakat.
Selain itu, di Tunjungan juga terdapat dua kampung yang terletak di tengah kota, yaitu Kampung Ketandan dan Kebangsren yang masih dihuni oleh masyarakat hingga saat ini.
Bukan hanya sebagai kawasan hunian, dua kampung tersebut juga menjadi kawasan budaya. Yang unik dari dua kampung tersebut, ternyata kampung itu berdiri di atas makam-makam China atau Bong Pay.
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol