Pagi belum rekah pada pukul empat dan jalur pendakian Bukit Sikunir masih gelap gulita, namun suara hiruk pikuk dan keramaian para pendaki sudah memenuhi udara.
Sisa gerimis semalam yang membuat jalanan basah, ditambah udara pagi yang lembab, sama sekali tak menyurutkan semangat para pemburu matahari yang ingin menyaksikan golden sunrise dengan mata kepala sendiri.
Saya bersama rombongan Aamai membaur dalam kerumunan ketika memulai pendakian ke Puncak Sikunir lewat pukul empat pagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut pemandu, setidaknya diperlukan waktu tiga puluh hingga empat puluh lima menit pendakian menuju puncak untuk menyambut kedatangan matahari.
Saya mendaki pelan sekali, selangkah demi selangkah tanpa terburu-buru, sambil mengatur nafas yang rasanya tinggal satu-satu.
Meskipun tersedia jalan setapak dan tangga batu berundak dengan pagar batang kayu atau besi sebagai pengaman, tetap dibutuhkan kewaspadaan tinggi karena jalur yang licin dan gelap.
Di beberapa tempat, pengaman besi yang berkarat pun mulai keropos, tak mampu lagi menahan beban.
Beberapa kali saya sempat salah memegangnya sebagai tumpuan sehingga hampir terjerembab. Beruntung, ada beberapa teman yang menyediakan lengan sehingga saya tak sampai mencium tanah.
Karena jalanan yang terus menanjak menuju puncak, stamina prima di tempat ini memang tak bisa ditawar lagi. Saya sudah sangat kepayahan ketika mencapai pos satu.
Beruntung ada tempat istirahat dan toilet yang bersih sehingga saya bisa berhenti sejenak untuk mengatur nafas. Berada di ketinggian kurang lebih 2.263 MDPL, menyebabkan pasokan oksigen di udara mulai menipis.
Mungkin itulah alasannya, mengapa sepanjang pendakian nafas saya kembang kepis. Bukit Sikunir terletak di Desa Sembungan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo.
Desa ini ditengarai sebagai desa tertinggi di Pulau Jawa. Pada saat cuaca cerah, dari Puncak Sikunir bisa terlihat jajaran Gunung Sindoro, Gunung Prau, Gunung Sumbing, Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Lawu, Gunung Slamet, dan pegunungan lainnya.
Sayang sekali, kabut menyelimuti matahari ketika perjuangan saya mencapai puncak akhirnya mencapai hasil.
Para pendaki di depan saya telah memenuhi area terbuka yang cukup luas di pos tiga, menanti dengan sabar hingga kabut tersingkap dan matahari menampakkan diri.
Akhirnya saat yang mendebarkan itu terjadi juga. Tanpa aba-aba, kabut tersibak dan tiba-tiba Gunung Sindoro dengan gagahnya menampakkan diri bersama semburat matahari.
Indah sekali. Gunung Sindoro terlihat seperti segitiga biru yang melayang di antara lautan awan. Beberapa kali semburat jingga yang dinanti-nanti juga turut memanjakan mata.
Rasanya tak sia-sia menghabiskan nafas dan meletihkan kaki di tempat ini, karena rutinitas alam membuka hari memang sangat menakjubkan untuk disaksikan dari ketinggian. Saya pun menitipkan mimpi untuk kembali lagi ke tempat ini, suatu saat nanti.
Komentar Terbanyak
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum
Foto: Momen Liburan Sekolah Jokowi Bersama Cucu-cucunya di Pantai
Aturan Baru Bagasi, Presdir Lion Air Group: Demi Keselamatan