Pagi itu jam menunjukkan pukul 05.00 ketika kami berenam naik ke dalam bus rombongan tour travel dari Bandung. Tujuan kami ke Dunia Fantasi yang menyenangkan.
Udara masih dingin, mata pun belum sepenuhnya terbuka, tapi suasana dalam bus terasa hangat oleh obrolan kecil dan rencana-rencana iseng tentang wahana mana yang harus ditaklukkan duluan.
Perjalanan menuju Jakarta berlangsung tenang, dan tepat pukul 10.00 pagi kami memasuki area Dunia Fantasi (Dufan). Lokasinya sudah ramai, lebih ramai dari yang kami prediksi di hari itu.
Begitu turun, kami langsung melihat beragam kelompok yang berkumpul di pintu masuk. Ada rombongan family gathering, ada juga kampus yang mengadakan kunjungan bersama mahasiswa-mahasiswinya. Rombongan kami sendiri tampak kecil dibandingkan keramaian itu, tapi semangat kami justru semakin besar.
Dikejar Waktu dan Cuaca
Karena langit sudah agak mendung sejak pagi, kami memutuskan untuk mengejar wahana outdoor dulu. Pilihan pertama jatuh pada Baling-Baling, wahana yang memutar kami belasan meter di udara. Teriak, campuran takut dan senang adalah bahasa universal di sana.
Tak menunggu lama, kami lanjut ke wahana legendaris Halilintar. Rasanya sangat menyenangkan tetapi badan terasa sakit seperti terbanting ke kanan dan ke kiri.
Namun petualangan outdoor itu berakhir cepat. Ba'da Dzuhur, hujan turun lebih deras dari perkiraan, memaksa hampir semua wahana luar ruangan tutup. Dari pengeras suara, petugas mengumumkan penutupan sementara.
Para pengunjung mulai bergerak ke area yang lebih aman, sementara kami mencari alternatif agar waktu tidak terbuang percuma.
Beralih ke Wahana Air dan Indoor
Hujan bukan alasan untuk berhenti bersenang-senang. Kami beralih ke wahana yang tetap beroperasi, terutama yang punya unsur air. Niagara Gara jadi pilihan pertama, percikan air dan guyuran dari atas membuat kami basah, tapi toh kami sudah kehujanan.
Setelah itu, kami melanjutkan ke Ice Age, menyusuri dunia es dengan sensasi petualangan yang jauh lebih hangat dari tampilannya. Untuk menghindari hujan yang semakin deras, kami lalu memilih wahana indoor.
Kereta Misteri menjadi pelarian sempurna dari udara dingin. Masuk ke dalam lorong gelap dan dikejutkan oleh berbagai efek di sepanjang rute, kami merasakan adrenalin yang beda dari wahana outdoor, lebih sunyi, lebih mendebarkan dan berujung plot twist.
Menutup Hari dengan Wahana Ringan
Menjelang sore, hujan sudah mereda walau wahana outdoor belum semuanya buka. Kami memutuskan untuk menikmati wahana yang aman dan masih beroperasi. Turangga Rangga, komidi putar klasik ikon Dufan, membawa suasana nostalgia yang menenangkan setelah seharian bergerak.
Lampu-lampu yang berputar sembari musik khas mengiringi terasa seperti masa kecil versi dewasa. Sebelum kembali ke bus, kami menutup perjalanan dengan Ontang Anting, wahana yang tidak terlalu ekstrem tetapi selalu memberikan sensasi melayang yang menyenangkan. Angin sore dari lintasan wahana itu menjadi penutup yang pas sebelum kami kembali menuju rombongan.
Perjalanan Pulang
Pukul 17.00 sore, kami kembali naik ke bus. Tubuh lelah, baju setengah basah, tapi kepala penuh cerita. Meski hujan membuat beberapa rencana batal, perjalanan ini tetap menjadi pengalaman yang tak kalah seru.
Kadang bukan tentang berapa banyak wahana yang dinaiki, tapi tentang bagaimana momen itu dibagi bersama. Dan hari itu, kami berenam pulang dengan cerita yang akan selalu dibicarakan setiap kali ada yang menyebut kata "Dufan".
(wsw/wsw)