Anda yang traveling naik kereta rute Beijing-Lhasa pasti lewat stasiun ini. Tanggula Railway Station berada di wilayah Amdo, Tibet, dengan ketinggian 5.068 mdpl. Kata 'tanggula' dalam bahasa Mongol artinya 'gunung tinggi yang bahkan elang pun tak bisa melintasinya'.
Tanggula Railway Station mulai beroperasi pada 1 Juli 2006. Butuh perjuangan yang tidak sedikit saat membangun stasiun kereta tertinggi sedunia ini. Dari situs Tibet Travel, Kamis (30/5/2013), para pekerja harus melawan badai pasir saat musim panas. Ketika musim dingin, suhu di bawah titik beku menjadi musuh utama mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian jadilah Tanggula Railway Station, memanjang 1,25 Km dengan 3 jalur kereta. Jalur kereta tertinggi sedunia, 5.072 mdpl, jaraknya tak sampai 1 Km dari stasiun tersebut. Namun setelah rampung rupanya stasiun ini masih menuai banyak kontroversi.
Secara politis, banyak pihak yang mengatakan stasiun itu dibuat agar China lebih mudah 'menggenggam' Tibet. Para aktivis lingkungan adalah yang kemudian bersuara. Mereka berkata, ekosistem fauna dataran tinggi Tibet bisa terancam karena limbah yang dihasilkan dari stasiun dan kereta yang lewat.
Belum lagi dampak global warming yang telah terbukti. Hanya 4 minggu Tanggula Railway Station beroperasi, pemerintah China mengakui suhu di provinsi tersebut meningkat secara signifikan. Jauh lebih cepat dari yang mereka kira.
Aneka kontroversi itu akhirnya menutup Tanggula Railway Station. Sejak 2010, stasiun itu resmi ditutup. Kereta boleh berhenti di sini, hanya untuk menunggu kereta lain datang dari arah berlawanan. Wisatawan hanya bisa melihatnya dari jendela kereta, tak boleh turun karena tipisnya oksigen di luar sana.
Melihat hiruk pikuk stasiun kereta? Jangan harap. Tanggula Railway Station tak berpenghuni dan tampak dingin, seperti puncak-puncak salju yang mengintip di baliknya.
(sst/sst)
Komentar Terbanyak
PHRI Bali: Kafe-Resto Putar Suara Burung Tetap Harus Bayar Royalti
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Pembangunan Masif Vila di Pulau Padar, Pengamat: Menpar Kok Diam?