Istana Kuning terdapat di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Meski cukup luas, namun istana ini terkesan kosong. Tidak ada singgasana maupun perabotan khas kerajaan yang berlimpah.
Bangunan asli istana merupakan perpaduan berbagai kebudayaan seperti Melayu, China, dan Dayak. Masuknya unsur China dikarenakan salah satu istri sang pendiri istana tersebut, Sultan IX PR Muhammad Imanudin berasal dari China.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di bagian tengah bangunan terdapat lukisan raja-raja terdahulu. Ada pula sepasang patung yang mengenakan pakaian khas daerah setempat.
Lemari kaca di salah satu sisi ruangan menampilkan beberapa peninggalan kerajaan, namun beberapa di antaranya adalah barang duplikat lantaran yang asli sudah tidak dimiliki keluarga kerajaan. Misalnya saja ada cermin kuno, guci-guci, dan piring porselen.
"Ada tiga piring di sini. Yang paling atas dan paling kecil itu piring untuk rakyat. Yang kedua untuk istri sultan dan anak-anaknya, sedangkan yang paling besar adalah untuk sultan. Soal piring ini ada filosofinya," ujar M Syairani, pemandu wisata di Istana Kuning, saat detikTravel mengunjungi istana yang berlokasi di Jl P Antasari, Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, Selasa (27/8/2013).
Filosofi yang dimaksud adalah sultan makan di piring paling besar karena makanan sisa sultan diyakini ada berkahnya bagi masyarakat. Karena itu, sultan akan benar-benar memikirkan makanan yang dimakannya, yakni agar makanan sisanya cukup untuk rakyatnya dan rakyatnya memakan makanan yang sama dengan dirinya.
Terdapat pula bendera kerajaan dan aneka tombak. Salah satu tombak lama tampak berkarat, namun menurut Syairani, itu bukan karat melainkan bekas darah manusia.
"Mungkin dulu digunakan pengawal untuk membunuh pemberontak yang mengacau ke istana ataupun penjahat. Karena sudah lama, darah itu mengering dan seolah menyatu," tutur Syairani.
Istana Kuning sempat terbakar pada 1986, sehingga kemudian dilakukan pemugaran. Menurut kisah, terbakarnya istana dipicu seorang perempuan yang terganggu jiwanya membakar pakaian-pakaiannya setelah diperkosa di kolong Istana. Menurut Syairani, terbakarnya istana dimaknai positif sebagai 'pembersihan'.
"Karena dulu di kolong Istana sering digunakan pemuda-pemudi yang melakukan hubungan suami istri tanpa menikah. Itu tidak benar kan? Jadi mungkin ini maknanya sebagai pembersihan," terang Syairani.
Satu ruangan lainnya dulunya digunakan sebagai ruang makan. Perkakas makan pun dulu disimpan di ruangan tersebut. Kini ruangan itu kosong sama sekali. Tak ada meja ataupun kursi makan, lengang.
Di halaman istana terdapat tiang bendera. Konon tiang itu sudah ada sejak Istana Kuning pertama kali didirikan. Ada pula pohon unik yang membetot perhatian, yakni pohon beringin yang 'memeluk' pohon aren.
Pembangunan Kota Pongkalan Bu'un -orang Belanda kemudian menyebutnya Pangkalan Bun- dimulai tahun 1809 dengan membangun Istana Indra Sari Keraton Lawang Kuning Bukit Indra Kencana sebagai tempat tinggal dan istana bagi Sultan dan istri pertamanya, permaisuri Ratu Putri. Sedangkan rumah bagi 3 istri lainnya, berada tak jauh dari istana tersebut.
Berbicara tentang Kesultanan Kutaringin, sejarah kesultanan ini tidak bisa dipisahkan dari sejarah Kerajaan Banjar. Hal ini dikarenakan penguasanya bersaudara. Raja pertama di Kesultanan Kutaringin adalah Pangeran Adipati Antakusuma.
Raja Kutaringin XV yang bertahta sejak 2010 hingga saat ini adalah Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah. Meski sultan terus berganti, namun sejak 1949 sultan sudah stagnan dan hanya menjadi simbol budaya.
(ptr/fay)












































Komentar Terbanyak
Bupati Aceh Selatan Umrah Saat Darurat Bencana-Tanpa Izin Gubernur & Mendagri
Temuan Kemenhut Soal Kerusakan Hutan Sumatera, Bukan Cuma Faktor Cuaca
Alih Fungsi Lahan Jadi Kebun di Hutan Gunung Sanggabuana Bisa Berpotensi Buruk