Dari ratusan gua yang berada di Kampung Belae, Kecamatan Minasate'ne, Kabupaten Pangkep, Sulsel, 50 di antaranya merupakan gua pra sejarah. Seperti Leang Kasi, Leang Bulo Ribba, Leang Camming Kannang, Leang Pattennung, Leang Lompoa, Leang Kajuara dan masih banyak lagi.
Berbeda dengan Gua Kallibong Aloa, jarak gua-gua tersebut dengan rumah penduduk cukup dekat. Hanya sekitar 400 meter, bahkan ada yang berada tepat di tepi jalan raya seperti Leang Kasi. Rata-rata gua di bawah tidak terlalu panjang. Hanya berkisar sekitar 15 meter dari mulut gua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gua-gua di bawah ini adalah gua pra sejarah. Banyak lukisan cap tangan dan binatang di sini," ujar dia.
Lukisan cap tangan ini tersebar di dinding bahkan langit-langit gua yang tinggi. Rata-rata lukisan tersebut berwarna merah. Pada zaman DI/TII dulu, gua-gua di sini digunakan untuk tempat bersembunyi. Sementara pada tahun 1980-an, lambat laun gua dimanfaatkan untuk menyimpan makanan sapi yaitu batang padi.
Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, di Maros, Sulawesi Selatan merupakan kawasan karst terbesar nomor 2 di dunia setelah China. Namun sayangnya potensi besar tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat maupun pemda setempat.
Chairuddin mengatakan mereka mulai menyadari banyaknya gua di sekitar Belae sejak tahun 1975. Pada tahun 1982 peneliti dari Swedia, Perancis dan Inggris mulai berdatangan. Kemudian, sekitar 3 tahun yang lalu pemuda setempat mulai mempromosikan potensi karst ini ke luar. Namun secara umum warga Belae masih belum memahami potensi tersebut.
"Sebenarnya masyarakat di sini masih banyak yang belum paham. Banyak yang berpendapat mereka (peneliti dan penulusur gua) mau jual kampung ini," ujar Chairuddin dalam kesempatan berbeda.
Menurut Chairuddin, pemerintah daerah perlu mengadakan sosialisasi kepada warga dengan terjun langsung ke Belae. Sehingga warga paham dengan potensi sumber daya alam kampung yang berada sekitar 20 kilometer dari Kota Pangkep ini. Sebab sebelumnya pihak kecamatan telah mengundang warga, namun mereka tidak ada yang datang.
"Karena orang-orang di sini merasa bagaimana begitu kalau ke kecamatan. Seperti takut," terangnya.
Chairudin mengatakan, sebelumnya masyarakat setempat memanfaatkan gua sebagai tempat menyimpan batang padi untuk makanan sapi. Namun sejak diimbau pemerintah bahwa gua merupakan cagar budaya, lambat laun warga sadar dan tidak lagi meletakkan batang padi di gua.
Dalam kesempatan sebelumnya, Bupati Pangkep Syamsudin A Hamid mengatakan, pihaknya tengah merintis pengembangan wisata di wilayah Pangkep. Meskipun ia mengaku, pariwisata tidak masuk dalam rencana program pembangunan pemkab pada awal pemerintahannya ini.
(fay/fay)
Komentar Terbanyak
Bus Pun Tak Lagi Memutar Musik di Perjalanan
Ogah Bayar Royalti Musik, PO Bus Larang Kru Putar Lagu di Jalan
Takut Bayar Royalti, PO Haryanto Ikut Larang Kru Putar Lagu di Bus