Belae, Kampung yang Diberkahi dengan Ratusan Gua

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

International Cave Festival

Belae, Kampung yang Diberkahi dengan Ratusan Gua

- detikTravel
Rabu, 09 Okt 2013 16:31 WIB
Kabupaten Pangkep punya banyak gua karst, terutama di Kampung Belae (Khafifah/detikTravel)
Pangkep - Kampung Belae di Pangkep, Sulsel merupakan kawasan karst milik Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Tidak hanya tebing yang menjulang tinggi, namun di sini banyak rekahan dan gua. Sungguh potensi wisata luar biasa.

Dari ratusan gua yang berada di Kampung Belae, Kecamatan Minasate'ne, Kabupaten Pangkep, Sulsel, 50 di antaranya merupakan gua pra sejarah. Seperti Leang Kasi, Leang Bulo Ribba, Leang Camming Kannang, Leang Pattennung, Leang Lompoa, Leang Kajuara dan masih banyak lagi.

Berbeda dengan Gua Kallibong Aloa, jarak gua-gua tersebut dengan rumah penduduk cukup dekat. Hanya sekitar 400 meter, bahkan ada yang berada tepat di tepi jalan raya seperti Leang Kasi. Rata-rata gua di bawah tidak terlalu panjang. Hanya berkisar sekitar 15 meter dari mulut gua.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam acara geotrek 5 gua dalam rangka International Cave Festival 2013, Minggu (6/10/2013) kemarin, detikTravel berbincang dengan pemandu dari Balai Pemeliharaan Cagar Budaya, Chairudin (48). Menurut dia banyak bukti peradaban pra sejarah di dalam gua.

"Gua-gua di bawah ini adalah gua pra sejarah. Banyak lukisan cap tangan dan binatang di sini," ujar dia.

Lukisan cap tangan ini tersebar di dinding bahkan langit-langit gua yang tinggi. Rata-rata lukisan tersebut berwarna merah. Pada zaman DI/TII dulu, gua-gua di sini digunakan untuk tempat bersembunyi. Sementara pada tahun 1980-an, lambat laun gua dimanfaatkan untuk menyimpan makanan sapi yaitu batang padi.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, di Maros, Sulawesi Selatan merupakan kawasan karst terbesar nomor 2 di dunia setelah China. Namun sayangnya potensi besar tersebut belum dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat maupun pemda setempat.

Chairuddin mengatakan mereka mulai menyadari banyaknya gua di sekitar Belae sejak tahun 1975. Pada tahun 1982 peneliti dari Swedia, Perancis dan Inggris mulai berdatangan. Kemudian, sekitar 3 tahun yang lalu pemuda setempat mulai mempromosikan potensi karst ini ke luar. Namun secara umum warga Belae masih belum memahami potensi tersebut.

"Sebenarnya masyarakat di sini masih banyak yang belum paham. Banyak yang berpendapat mereka (peneliti dan penulusur gua) mau jual kampung ini," ujar Chairuddin dalam kesempatan berbeda.

Menurut Chairuddin, pemerintah daerah perlu mengadakan sosialisasi kepada warga dengan terjun langsung ke Belae. Sehingga warga paham dengan potensi sumber daya alam kampung yang berada sekitar 20 kilometer dari Kota Pangkep ini. Sebab sebelumnya pihak kecamatan telah mengundang warga, namun mereka tidak ada yang datang.

"Karena orang-orang di sini merasa bagaimana begitu kalau ke kecamatan. Seperti takut," terangnya.

Chairudin mengatakan, sebelumnya masyarakat setempat memanfaatkan gua sebagai tempat menyimpan batang padi untuk makanan sapi. Namun sejak diimbau pemerintah bahwa gua merupakan cagar budaya, lambat laun warga sadar dan tidak lagi meletakkan batang padi di gua.

Dalam kesempatan sebelumnya, Bupati Pangkep Syamsudin A Hamid mengatakan, pihaknya tengah merintis pengembangan wisata di wilayah Pangkep. Meskipun ia mengaku, pariwisata tidak masuk dalam rencana program pembangunan pemkab pada awal pemerintahannya ini.

(fay/fay)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads