Wae Rebo, Terasing di Negeri Sendiri

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Wae Rebo, Terasing di Negeri Sendiri

- detikTravel
Jumat, 20 Des 2013 08:12 WIB
Turis mancanegara yang ada di Wae Rebo (Shafa/detikTravel)
Jakarta - Kampung adat Wae Rebo di tengah pegunungan Flores, adalah salah satu kekayaan alam dan budaya Indonesia. Sayangnya, hanya segelintir turis domestik yang ke sini. Wae Rebo seperti terasing di negeri sendiri.

Rumah Bundar (yang sebenarnya berujung runcing) mungkin menjadi daya tarik utama wisatawan asing datang ke sini. Berawal dari penelitian seorang antropolog bernama Catherine Allerton ke Wae Rebo pada tahun 1997. Kampung adat ini diketahui dunia melalui foto di kartu pos yang disebarkan Catherine kepada para kerabatnya.

Kemudian tahun 2011, Rumah Bundar yang bernama Mbaru Niang mendapat penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dalam kategori bangunan konservasi. Semakin dikenal, semakin diperhatikan. Wae Rebo pun mendapat penghargaan dari UNESCO sebagai Konservasi Warisan Budaya bulan Agustus tahun 2012.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Banyaknya penghargaan dari dalam dan luar negeri ini belum bisa membuat volume wisatawan domestik lebih besar dibanding wisatawan asing. Nyatanya, dari data yang dimiliki Lembaga Pelestari Budaya Wae Rebo, ada 480 wisatawan yang datang selama tahun 2009. Di mana hanya 9 orang yang merupakan pelancong dari negeri sendiri.

Namun kini, sudah makin banyak wisatawan lokal yang datang. Seperti saat detikTravel melancong ke sana saat upacara Penti, Tahun Baru masyarakat Wae Rebo bulan November lalu, terlihat cukup banyak turis domestik yang turut serta. Tapi sayangnya, volume turis domestik masih kalah banyak dengan turis asing.

Turis mancanegara dengan mudah terlihat di setiap sudut kampung. Mereka begitu mengagumi segala yang ada di sana. Hampir semua turis yang datang membawa kamera. Tapi mereka bukan hanya sebagai pengamat namun lebih seperti mengajak berteman.

Karena sebelum atau setelah memotret, para turis ini akan bercengkrama kepada para objeknya mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Meski tidak memiliki bahasa yang sama, komunikasi dengan sarana seadanya tetap terasa hangat. Kebanyakan para turis asing akan mendekati anak-anak atau orang dewasa untuk memperlihatkan hasil foto mereka.

"Mereka menyenangkan sekali, apalagi anak-anaknya, suka difoto dan suka penasaran dengan hasil fotonya," ujar Catherine, turis asal Belanda.

Betapa lucu atau kerennya mereka di foto tersebut. Perbincangan singkat tersebut biasanya berakhir dengan satu bahasa tubuh yang manis yaitu senyuman atau malah gelak tawa.

Sekilas terlihat seperti turis asing lebih penasaran dan mengetahui keindahan yang ada di Wae Rebo dibanding turis domestik, yang juga merupakan bagian dari Wae Rebo itu sendiri. Namun bukan berarti tidak ada wisatawan domestik sama sekali.

Karena memang ada yang benar-benar jatuh cinta dan dengan senang hati berkali-kali kembali ke sana. Hanya saja, bisakah kita mencintai sedalam mereka?

(ptr/fay)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads