Satu Lagi Destinasi Wisata di Kuta, Museum 'Kepompong'

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Satu Lagi Destinasi Wisata di Kuta, Museum 'Kepompong'

- detikTravel
Jumat, 21 Mar 2014 18:11 WIB
Museum Kain di Kuta (Deddy/detikTravel)
Denpasar - Kuta dengan pantai dan pasir putih? Itu sudah biasa. Bagaimana kalau ini: sebuah destinasi menarik yang membuat Anda bisa mengetahui segalanya tentang kain-kain di nusantara, tak jauh dari bibir Pantai Kuta?

Segala yang berbau kain itu berada dalam Museum Kain yang didirikan di Paviliun Alang-alang Lantai 3 pusat perbelanjaan Beachwalk, di Kuta, Bali. Museum ini baru diresmikan pada November 2013. Pada selasa (18/3) lalu, detikTravel berkesempatan mengunjunginya.

Dari luar, desain arsitektur museum ini kelihatan seperti kepompong. Ternyata ada maksudnya. Pada peresmian museum itu pada November tahun lalu, perancang kain batik Josephine W. Komara atau Obin, sang pemilik museum itu, mengatakan kain itu memang ibarat 'kepompong'.

Obin bilang, dalam metamorfosis, tubuh ulat tidak berubah, tapi dalam tiap proses ada penambahan yang indah. Begitu pun kain. Proses pembuatan kain dan motifnya mungkin tidak berubah, tapi manusia di sepanjang zaman bisa membuat kain menjadi apa saja yang indah.

Bagaimana isi 'kepompong' milik perancang terkenal itu? Di dalam tubuh 'kepompong' terdapat ruang-ruang pamer berpencahayaan temaram, visualisasi berupa galeri kain-kain yang dikoleksi oleh, sang pendiri museum, serta 'pagelaran' teknologi multimedia yang mungkin belum pernah ada di museum manapun di Indonesia.

Di awal perjalanan menelusuri tubuh 'kepompong', ada sebuah ruangan besar dengan sejumlah soundtubes atau tabung suara yang digantung. Dekatkan telinga Anda ke lubang-lubang bercahaya di soundtube itu untuk mendengarkan suara Obin yang 'membisikkan' berbagai informasi mengenai kain.

Sebelum masuk ke ruang pamer, ada dinding yang penuh dengan foto-foto manusia dalam pigura. Annissa Gultom, Direktur Museum Kain, bilang itu adalah human wall, sebagai simbol bahwa kain itu memang sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Kain tak ubahnya identitas manusia, dari masa ke masa.

Langit-langit dibalur warna hitam dan tiang-tiang dibungkus dengan kain hitam. Seluruh koleksi kain dipamerkan tanpa sekat etalase kaca. "Maksudnya supaya lebih dekat dengan pengunjung," kata Annissa kepada detikTravel, pada Selasa (18/3) lalu.

Kain dipamerkan tidak dalam urutan kronologis tertentu, melainkan dalam tema-tema khusus. Misalnya tema tentang batik Yogyakarta dan Cirebon, yang terbilang memiliki tradisi batik yang tertua di nusantara. Atau tema batik bermotif asing, seperti motif-motif dari China atau Eropa.

Setiap kain disorot dengan pencahayaan yang terang sehingga motif dan tekstur kain bisa terlihat jelas. Selain itu, cahaya itu dimaksudkan untuk mempertahankan keawetan kain yang sudah antik itu.

Menariknya lagi, pada setiap kain dilengkapi sebuah monitor berlayar sentuh. Di dalamnya ada keterangan soal asal-usul, motif, maupun bagaimana kisah Obin dalam mendapatkan koleksi tersebut. Ada banyak monitor berlayar sentuh dalam museum itu. Museum ini memang tak ubahnya pula 'pagelaran' multimedia.

Selain layar untuk tiap kain, ada sejumlah monitor bagi yang ingin bermain game puzzle urut-urutan pembuatan batik, game untuk merancang batik dan kain, serta monitor yang menayangkan video tentang cara dan teknik memakai kain di berbagai tempat di Nusantara.

Pojok interaksi lainnya adalah semacam bale-bale kayu di mana pengunjung bisa berfoto dengan memakai kain. Cara memakainya tersedia dalam sebuah monitor berlayar sentuh. Tinggal pilih kain, ikuti instruksi di layar, lalu duduk di bale dan menghadap kamera yang tersembunyi dalam sebuah kotak kayu. Jepret sendiri dengan shutter jarak jauh yang tersedia. Praktis!

Museum ini memamerkan sekitar 60-an koleksi kain milik Obin yang asalnya dari berbagai daerah di Nusantara. Dominannya adalah kain batik, tapi dengan teknik pembuatan, bahan, sampai motif yang berbeda-beda. Juga dipamerkan berbagai macam canting, bahan pewarna alami, sampai lilin membatik. Koleksi kain yang tertua saat itu adalah sebuah batik bermotif Kota Semarang dari tahun 1920-an.

Di salah satu sudut adalah ruang BIN House, rumah fashion milik Obin, menampilkan koleksinya yang unik dan menarik. Contohnya adalah kain yang dilapisi dengan emas atau kain Kashmir yang bisa dibatik dengan teknik rahasia karena kain jenis itu biasanya tak bisa terkena panas seperti proses membatik umumnya.

Tiap beberapa bulan, koleksi akan dirotasi dengan koleksi lain milik Obin. Total ada lebih dari 600 kain yang bakal dipamerkan bergiliran di museum yang memiliki luas sekitar 400 meter persegi tersebut.

Setelah puas dengan pengalaman di museum, Anda bisa ke pintu keluar yang terhubung dengan toko rumah fashion BIN House. Anda bisa membeli koleksi kain maupun aksesoris cantik lainnya buatan rumah fashion itu di sana, untuk dipakai sendiri atau sebagai buah tangan.

Museum kain adalah impian arkeolog dan antropolog Ronny Siswandi, suami Obin. Sayang sebelum impiannya terwujud Ronny wafat pada awal 2013 lalu. Obin dan putranya, Erlangga Komara, kemudian mewujudkan impian tersebut.

Kuta memang bukan destinasi budaya, seperti Ubud atau destinasi lainnya di Bali. Tetapi tak ada salahnya (dan banyak manfaatnya juga) menikmati sesuatu yang berbau budaya di Kuta yang riuh itu.

Museum yang beroperasi antara pukul 10.00 sampai 19.30 WITA ini memberlakukan karcis masuk Rp 50 ribu untuk pengunjung lokal dewasa dan Rp 100 ribu bagi tiap wisatawan luar negeri. Annissa bilang, ada paket khusus bagi pengunjung keluarga.

(shf/shf)

Hide Ads