Dahulu, Museum Sejarah Jakarta atau yang lebih dikenal dengan Museum Fatahillah merupakan gedung pemerintahan pada masa penjajahan Belanda. Seperti kebanyakan gedung ala Eropa, di depannya ada square atau alun-alun.
Pada masa itu, area Taman Fatahillah lebih luas karena belum ada bangunan di sekelilingnya. Nah taman yang sekarang hanyalah sebagian kecil dari alun-alun yang ada dulu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masyarakat Tionghoa memiliki sifat yang ulet dan santun, sehingga bisa berteman baik dengan penduduk pribumi. Kedekatan ini dianggap membahayakan karena bisa jadi warga pribumi lebih simpati dengan warga Tionghoa dibanding dengan penjajah Belanda.
"Karena Belanda ketakutan akan ada pemberontakan dari masyarakat Tionghoa, makanya diadakan pembantaian besar-besaran seperti ini," ujar sejarahwan, sekaligus pendiri dari Komunitas Historia Indonesia, Asep Kambali kepada detikTravel, Selasa (20/8/2014).
Selama sekitar seminggu lamanya, masyarakat Tionghoa mulai ditangkap, mulai dari Bekasi hingga Tanjung Priok. Belum puas sampai situ, Belanda pun membantai habis-habisan warga etnis Tionghoa hingga tak bersisa.
"Pembantaian terjadi di Taman Fatahillah, dengan beragam cara mulai dari senapan hingga pedang," lanjut Asep.
Mayat yang sudah bergelimpangan dibuang ke sungai. Inilah awal hadirnya nama Muara Angke. Dari bau bangkai yang dikeluarkan oleh potongan tubuh yang dibuang tersebut.
"Di sana juga menjadi tempat untuk menghukum para tahanan," kata Asep.
Selain area pembantaian, Taman Fatahillah juga menjadi tempat hukuman para tahanan pribumi. Biasanya, pengumuman hukuman berlangsung pada pagi hari, dan eksekusi dilakukan pada sore hari. Dalam museum pun masih ada pedang algojo yang menjadi alat untuk mengakhiri nyawa para tahanan tersebut.
Tapi kini, taman tersebut telah menjadi salah satu ikon terkuat dari kawasan Kota Tua. Hampir setiap acara menempatkan panggung utama di sana. Pada hari biasanya, taman ini jadi area bermain para turis. Baik untuk berjalan-jalan atau naik sepeda.
(ptr/fay)
Komentar Terbanyak
Layangan di Bandara Soetta, Pesawat Terpaksa Muter-muter sampai Divert!
Wapres Gibran di Bali Bicara soal Pariwisata, Keliling Pasar Tradisional
Bandara Kertajati Sepi, Waktu Tempuh 1,5 Jam dari Bandung Jadi Biang Kerok?