Sebelum Gunung Tambora meletus pada tahun 1815, berdiri 3 kerajaan di kaki gunungnya. Adalah Kerajaan Tambora, Kerajaan Sanggar dan Kerajaan Pekat. Namun setelah gunung meletus yang efek ledakannya terasa hingga Eropa, yang paling banyak tersisa adalah Sanggar.
Kini Sanggar menjadi sebuah kecamatan dengan konsentrasi desa bernama Kore. Meski lebih dekat dengan Dompu, namun kecamatan ini masih masuk kawasan Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami para turunan yang tersisa," kata Ayaturrahman.
Dia adalah Ketua Pemuda Adat Sanggar yang ditemui detikTravel bersama BPPD NTB beberapa waktu lalu. Pria ini salah satu keturunan langsung dari Raja Abdullah Samsudin. Namun tak hanya dirinya, masih banyak yang merupakan turunannya langsung.
Syukurnya, mereka sadar dan sedang berusaha segigih mungkin menjaga sisa-sisa kebudayaan dan sejarah yang pernah berdiri di sana. Seorang pemerhati sejarah yang hanya mau dipanggil As At pun tengah memperdalam bahasa Kore. Ini adalah bahasa asli di sana yang hampir musnah lantaran tak ada yang mendalaminya.
"Bahasa Kore dan tarian Sanggar sudah masuk dalam mulok (muatan lokal) di sekolah dasar," kata As At.
Meski baru mengenal kata-kata secara terputus, bukan dalam bentuk kalimat, namun As At berusaha memperkenalkan bahasa ini secara luas agar tidak hilang ditelan zaman. Sampai sejauh ini, ada 600 kata dari bahasa Kore yang telah ditemukan. Ayat mengklaim, meski banyak yang menyamai tarian asal Sanggar, namun hanya mereka saja yang mengetahui detil sehingga tarian terlihat sempurna.
Saat ini, ada banyak situs peninggalan yang bisa didatangi. Salah satunya area pemakaman. Area ini berada di Desa Boro, Kecamatan Sanggar. Di sana, ada kawasan pemakaman seluas 30x30 meter. Menariknya, kawasan ini masih digunakan pasca letusan gunung. Terlihat dari nisan yang memiliki karakter berbeda.
Selain bagian sejarah, Kecamatan Sanggar juga punya beberapa jalur pendakian untuk ke Tambora. Salah satu jalurnya bernama Jalur SMA karena yang membuka adalah sekelompok anak SMA bersama gurunya.
Ini tentu bisa jadi alternatif untuk para pendaki yang ingin naik Tambora. Karena selama ini jalur pendakian yang dikenal adalah dari Pancasila di Bima.
(sst/sst)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!