Rombongan wartawan dari Jakarta, termasuk saya di dalamnya beberapa waktu lalu mampir ke Kamp Vietnam. Lokasinya berjarak sekitar 50 km dari Kota Batam, dengan perjalanan naik mobil 1 jam melintasi Jembatan Barelang.
Sejarah singkat tentang Kamp Vietnam, tahun 1979-an para penduduk Vietnam melarikan diri dari negaranya. Itu disebabkan, karena rasa takut pada Perang Vietnam antara Vietnam Utara (komunis) dan Vietnam Selatan yang baru tuntas setelah 18 tahun lamanya. Banyak korban jiwa yang meninggal, dari anak-anak sampai orang tua, diculik dan hidup dalam kesengsaraan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun 1980-an, pemerintah Indonesia dibantu United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) dari PBB membangun fasilitas berupa hunian yang layak, sekolah, tempat ibadah sampai fasilitas rumah sakit. Mereka bisa hidup lebih layak.
Tapi ternyata, masih ada saja para pengungsi yang frustasi walau hidupnya lebih terjamin. Kejiwaannya tidak stabil, hingga kemudian mengakhiri hidupnya.
Banyak kasus bunuh diri yang terjadi di sana, meski tak tercatat dalam laporan resmi. Di Nghia Trang, suatu pemakaman luas yang dekat dari pintu masuk, Anda bisa melihat tumpukan batu nisan dengan beragam ukuran dan disusun berdempetan.
Diperkirakan, sekitar 500-an jenazah para pengungsi dikuburkan di sini. Usut punya usut, kebanyakan dari mereka bunuh diri karena tidak mendapat syarat sebagai pengungsi. Syarat itu diberikan dari UNHCR yang diperiksa melalui cek kesehatan dan identitas lengkap. Mereka yang tidak diterima, maka harus kembali pulang ke Vietnam.
Daripada pulang tapi hidup sengsara, mereka kemudian mengakhiri hidupnya. Baik pria dan wanita, merek menutup nyawa dengan gantung diri atau menusuk diri sendiri.
Selain itu, beberapa pengungsi lain meninggal karena penyakit Vietnam Rose. Itu adalah nama penyakit kelamin yang ganas, menular dan mematikan. Faktor lainnya, mereka meninggal karena faktor usia.
Jenazah-jenazahnya kemudian dikumpulkan jadi satu di kuburan Nghia Trang. Yang bikin saya kaget, ternyata terdapat batu nisan yang ada namanya dan pun kebalikannya. Ada batu nisan yang bertuliskan bahasa Vietnam dan Mandarin, serta ada pula yang menancap ke tanah begitu saja.
Lalu kalau diperhatikan, kuburan-kuburan di sini merupakan kuburan bagi penganut agama Kristen dan Buddha. Terlihat dari lambang salib juga dupa-dupa di sekitar kuburan.
Namanya kuburan, kesan ngeri dan bergidik saya rasakan. Namun, itu semua sirna dengan apa yang saya lihat di depan mata. Suatu pemandangan kuburan yang luas dan serba putih dari warna batu nisannya. Cantik, sekaligus asyik bagi para fotografer kalau berburu foto di sini.
Sekitar tahun 1996-1997, semua pengungsi akhirnya kembali ke Vietnam setelah mendapat jaminan keselamatan dari PBB. Kuburannya tidak tertinggal begitu saja, pemerintah Batam merawat Kamp Vietnam dan mengurusnya. Keturunan keluarga para pengungsi yang saudaranya dimakamkan di sana, sering kali berkunjung untuk berziarah.
'Dedicated To The People Who Died In The Sea On The Way To Freedom', begitu tulisan di depan kuburannya. Saya ikut menundukan kepala sejenak, mendoakan yang terbaik bagi mereka yang meninggal dunia. Kuburan serba putih yang elok dipandang, namun menyimpan kisah pilu.
(sst/sst)
Komentar Terbanyak
Prabowo Mau Borong 50 Boeing 777, Berapa Harga per Unit?
Skandal 'Miss Golf' Gemparkan Thailand, Biksu-biksu Diperas Pakai Video Seks
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari AS, Garuda Ngaku Butuh 120 Unit