Minum kopi bukan sekadar tren bagi warga asli Belitung. 'Kopi Kuli', begitu mereka mengenal tradisi yang sudah berlangsung hampir seratus tahun. Warga Belitung sudah menyeruput kopi sejak Belanda datang membawa para pekerja dari Tiongkok untuk menambang timah.
"Para kuli kemudian ngopi, sehari biasanya 3 kali. Pagi, istirahat siang, dan begitu pulang menggali," tutur Ferry, pemandu yang mengantar rombongan wartawan ke Waroeng Kopi Ake beberapa waktu lalu.
Warung kopi sederhana yang terletak di Jl KV Senang 57, Tanjungpandan itu merupakan yang tertua di Pulau Belitung. Seiring berjalannya waktu, kebutuhan para kuli tak sekadar secangkir kopi tapi juga percakapan yang mengalir di sela-selanya. Seruput demi seruput.
"Kedai kopi kemudian menjadi tempat untuk bersosialisasi. Sama seperti di Jakarta sekarang ya," kata Ferry.
Nyatanya tidak, tidak sama. Waroeng Kopi Ake tidak seperti kedai kopi pada umumnya yang menjamur di Ibukota. Tak ada mesin penggiling yang modern, atau tempat bergaya industrialis nan fotogenik. Hanya ada beberapa meja dan bangku plastik. Pigura-pigura berisi foto lama dan kliping koran ditata rapi di dinding.
"Waktu pertama dibuka, lokasinya di sini juga. Tapi waktu itu masih pakai gerobak," tutur Billy, generasi ke-4 dari pendiri Waroeng Kopi Ake.
Kopi susu dan teh susu adalah minuman paling favorit. Billy mengaku, tak ada sedikit pun resep yang berubah dari racikan kopinya.
"Yang sama hanya 2 teko itu," tambahnya, sambil menunjuk 2 teko air di atas kompor. Rupanya, itu adalah teko yang sama dengan yang digunakan kakek buyutnya dulu.
Bagaimana dengan harganya? Tentu sangat bersahabat. Secangkir kopi atau teh, dingin atau panas, harganya tak ada yang sampai Rp 10.000. Anda juga bisa membeli aneka camilan dan kue basah agar minum kopi jadi lebih nikmat.
(Faela Shafa/Fitraya Ramadhanny)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum