Selain termashur dengan keindahan alam bawah laut segi tiga karang dunia, Wakatobi juga memiliki komunitas Suku Bajo terbesar di Asia Tenggara bahkan dunia. Suku ini adalah pengembara dan dikenal sebagai orang yang hidup berpindah-pindah di laut.
Lagu 'Nenek Moyangku Seorang Pelaut' lekat dengan keseharian mereka. Mereka biasa disebut sebagai Sea Gypsy karena ketergantungan mereka terhadap laut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bersama rombongan British Council, Bank Mandiri dan beberapa traveler, detikTravel sepanjang akhir pekan kemarin ikut dalam perjalanan mengenal suku pengembara lautan ini. Pengetahuan mereka terhadap laut, dan rumah tinggal di atas karang adalah ciri tersendiri Suku Bajo.
Sensasi pertama kekaguman terhadap mereka adalah melihat bagaimana suku ini begitu akrab dengan lumba-lumba. Bajo di Mola biasa menyebut mamalia laut ini dengan sebutan Lummu.
Untuk dapat menyaksikan lumba-lumba, kami kemudian dibawa menggunakan Bodi, perahu besar buatan Suku Bajo ke perairan Pulau Kapota pada pukul 05.00 Wita pagi oleh suku asli Bajo. Lokasi perairan ini adalah lokasi nelayan mencari ikan. Biasanya lumba-lumba di perairan ini muncul pada pagi hari saat mereka sedang mencari tuna.
Yang menarik, Suku Bajo percaya bahwa ketika mereka sedang mencari ikan dan melihat lumba-lumba, itu adalah pertanda. Ketika Lummu Pakorek atau lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) muncul, artinya hasil tangkapan akan baik. Namun, ketika muncul jenis Panginta Dayah atau lumba-lumba gigi kasar (Stenno bredanensis) dan menggigit kail pancing, itu adalah sebaliknya.
Ada juga jenis lumba-lumba yang jika muncul pertanda akan datang bala bencana. Jenis ini mereka biasanya menyebutnya Lummu Mapote atau lumba-lumba risso (Grampus griseus). Jika melihat jenis ini, pencari ikan artinya harus kembali ke rumah.
(krn/Aditya Fajar Indrawan)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Brasil Ancam Seret Kasus Kematian Juliana ke Jalur Hukum