"Saat mendaki, kita pakai daypack saja. Barang-barang yang berat, biar dibawa porter," ujar ketua tim pemandu kami, Hendricus Mutter sebelum tim Ekspedisi Jurnalis berangkat ke Sugapa dari Timika, Jumat (14/8/2015) lalu.
Memakai jasa porter? Ah, kalau begitu mengurangi nilai petualangan dong. Bukannya petualangan lebih terasa seru kalau bersakit-sakit dulu baru bersenang-senang kemudian. Lagipula, harga porter untuk pendakian ke Puncak Carstensz ini paling mahal di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu perjalanan dimulai dari Desa Ugimba menuju Puncak Carstensz pada Jumat (21/8), saya harus menarik kata-kata yang terlontar tadi. Benar kata Hendricus, baiknya memang memakai jasa porter sebab jalur pendakian yang kami lewati ini dari Ugimba-Tambua-Basecamp Danau-danau sangat berat!
Kami saja yang memakai daypack cukup kewalahan. Berbeda 180 derajat, para porter malah masih bisa berjalan kaki sambil mengobrol dalam bahasa Suku Moni dan tidak terlihat muka lelah sama sekali. Malah, beberapa dari mereka berjalan tanpa alas kaki dan sanggup membawa barang dengan noken.
"Ini sudah biasa. Kami kemana-mana jalan kaki," ujar Timotius, salah satu porter kami.
Di balik kekuatan mereka, terselip cerita yang sedikit unik. Tahukah kamu, ternyata para porter yang merupakan masyarakat Ugimba, masyarakat yang tinggal di pedalaman Papua ini suka sekali dengan gula!
"Kita sudah siapkan gula untuk mereka. Mereka itu kalau minum kopi, kopinya satu sendok, gulanya bisa lima sendok," papar Hendricus.
Benar saja, saya melihat dengan mata kepala sendiri. Mereka sangat suka yang namanya gula dan memakainya tidak tanggung-tanggung. Kalau gula mereka habis, mereka tak segan untuk meminta kepada kami.
Terakhir, Hendricus mengutarakan kalau porter-porter untuk pendakian ke Puncak Carstensz seharusnya diberi pelatihan mendalam mengenai servis kepada turis. Mereka memang ramah dan baik-baik, namun contohnya seperti minta gula kepada turis, itu bisa membuat turis tidak merasa nyaman.
"Hingga kini sudah ada beberapa pelatihan, tapi belum banyak hasilnya. Mungkin kalau ada pelatihan-pelatihan lagi entah dari pemerintah atau organisasi masyarakat, baiknya berikan kepada yang muda-muda saja," tutupnya.
(aff/Aditya Fajar Indrawan)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan