Banyak traveler sudah pernah mampir ke Sekolah 'Laskar Pelangi' di Belitung Timur. Tapi ternyata, ada lagi kisah nyata sekolah 'Laskar Pelangi' di Pulau Dua Laut, Morowali, Sulteng.
Nama 'Laskar Pelangi' tentunya identik dengan replika Sekolah SD Muhammadiyah yang berada di Kecamatan Gantong, Belitung Timur. Dalam novel yang ditulis oleh Andrea Hirata, sekolah tersebut merupakan setting dari tempat Ikal, Lintang dan teman-temannya untuk menuntut ilmu.
Namun tidak jauh berbeda dengan kisah 'Laskar Pelangi' di Belitung. Pulau Dua Laut di Kecamatan Bungku Selatan, Morowali, juga memiliki sekolah 'Laskar Pelangi' yang sungguh ada hingga kini. Didominasi oleh anak-anak Suku Bajo, anak-anak di sana berjuang untuk mengenyam pendidikan dengan segala keterbatasan yang ada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pak Guru Lukman beserta para murid (dok. Festival Bajo Pasakayyang 2015)
Diketahui kalau sekolah sederhana tersebut merupakan buah dari inisiatif warga akan ketiadaan sekolah bagi anak-anak Suku Bajo di sana. Seorang guru sukarelawan asal Palu yang bernama Lukman, menjadi inisiator sekaligus guru di sekolah tersebut.
"Lukman, salah satu inisiator pembangunan sekolah di Pulau Dua laut ini. Lukman sempat mengecap pendidikan di salah satu Sekolah Tinggi Agama di Palu itu kini aktif sebagai guru pengajarnya," terang salah satu panitia Festival Bajo Pasakayyang 2015, Denny pada detikTravel, Minggu (22/11/2015)
Alasan lain didirikannya sekolah tersebut juga disebabkan karena jauhnya sekolah dasar terdekat. Dari Pulau Dua Laut, SD terdekat berada di Desa Mbokitta yang berjarak sekitar beberapa jam perjalanan lewat laut. Para orang tua pun mengaku kesulitan jika harus mengantarkan anaknya sekolah.
Kegiatan mengajar di dalam kelas (dok. Festival Bajo Pasakayyang 2015)
Dalam dua ruangan sekolah yang ada, para murid pun masih dibagi menjadi empat kelas. Dalam setiap ruang pun juga terdapat sebuah papan tulis berukuran besar yang masih harus dibagi untuk tiap kelas. Tidak lupa juga kapur yang menjadi alat tulis utama untuk mengajar.
"Murid di sekolah βLaskar Pelangiβ saat ini berjumlah 35 anak dengan rentang umur 5-12 tahun. Anak-anak dibagi menjadi 4 kelas, dengan 2 kelas pada masing-masing ruang," jelas Denny.
Keterbatasan alat mengajar hingga peralatan dasar sekolah pun menjadi hal yang lumrah di sana. Bahkan boleh dibilang kalau ketersediaan buku tulis, alat tulis, buku pelajaran, buku penunjang dan lainnya masih sangat terbatas.
Tapi walau begitu, semangat untuk menuntut ilmu pun seperti tidak pernah padam. Anak-anak Suku Bajo pun tetap riang belajar di bawah bimbingan Pak Lukman dengan kondisi yang apa adanya.
Menikmati sore di pantai (dok. Festival Bajo Pasakayyang 2015)
Saat sore hari, tidak jarang para murid berlarian dan main ke pantai yang berada persis di depan sekolah. Acara main air pun menjadi salah satu cara bagi anak-anak di Pulau Dua Laut untuk bersenang-senang.
Sekiranya semangat Pak Lukman dan anak-anak di Pulau Dua Laut dalam menimba ilmu dapat menjadi pelajaran berharga bagi para traveler. Bahwa keterbatasan tidak menjadi halangan untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya.
Jika traveling jauh ke Suku Bajo di Morowali, jangan lupa mampir ke sekolah 'Laskar Pelangi' di Pulau Dua Laut ya!
Keceriaan anak-anak di Pulau Dua Laut (dok. Festival Bajo Pasakayyang 2015)
(shf/arradf)
Komentar Terbanyak
PHRI Bali: Kafe-Resto Putar Suara Burung Tetap Harus Bayar Royalti
Traveler Muslim Tak Sengaja Makan Babi di Penerbangan, Salah Awak Kabin
Kronologi Penumpang Lion Air Marah-marah dan Berteriak Ada Bom