Perasaan tertekan atau kesal pasti sering traveler hadapi. Tapi kalau terus-terusan galau coba deh menelaah arti hidup dari beberapa rumah adat berikut ini. Liburan anti galau dimulai.
Dihimpun detikTravel, Kamis (17/11/2016), inilah 4 rumah adat di Indonesia dengan filosofi hidup yang anti galau:
1. Sasadu
Foto: (Arya Martin/d'traveler)
|
Sasadu juga digunakan untuk bersantai serta menjamu tamu yang dianggap penting. Bangunan ini tampak begitu unik dan juga sarat dengan nilai-nilai positif.
Setiap bentuk yang ada di dalam Sasadu memiliki konsep dan arti berbeda. Misalnya bola-bola yang digantung pada bilah kayu di ujung atap menyimbolkan kaki yang artinya kestabilan. Arahnya yang merunduk dan berlawanan dengan atap berarti bahwa manusia yang berada di puncak tetap harus rendah hati.
Bagian ujung atap rumah adat suhu Sahu ini sengaja dibuat lebih pendek dari langit-langit. Supaya siapa saja yang masuk harus menundukkan kepala. Ini dibuat untuk mengingatkan orang agar selalu hormat dan patuh terhadap adat istiadat.
Jika diperhatikan, pada rumah adat Sasadu di Desa Toboso ada kain merah dan putih yang tergantung di bagian sambungan rangka. Rupanya kedua kain beda warna itu mewakili pemeluk agama Islam dan Kristen. Kerukunan antar agama memang memegang peran penting dalam keseharian masyarakat setempat.
2. Uma Bokulu
Foto: (Susan Stephanie/ACI)
|
Rumah-rumah berdiri mengelilingi kubur batu peninggalan zaman Megalitikum. Rumah adat Sumba penuh dengan nilai-nilai filosofis. Setiap rumah adat dibagi menjadi tiga bagian yaitu menara rumah, bangunan utama, dan bagian bawah rumah. Menara rumah menjadi simbol bagi para roh yang memiliki kedudukan tinggi. Kemudian, bagian bangunan utama menjadi simbol tempat pemujaan sekaligus tempat hunian. Dalam area tengah inilah aktivitas keseharian dilakukan.
Lalu bagian bawah menjadi tempat hewah peliharaan dan roh jahat. Sedangakan bagian depan rumah digantung tulang babi atau tanduk kerbau untuk menunjukan bahwa si pemilik rumah telah memotong hewan ternak sebagai penanda kedudukan status sosial di masyarakat.
3. Rumah adat Desa Sade
Foto: Wahyu Setyo Widodo
|
Suku Sasak yang tinggal di Dusun Sade masih menjaga kearifan lokal yang mereka miliki, meski zaman sudah berubah modern. Contohnya bisa traveler lihat dari bentuk bangunan rumah tinggal mereka yang masih sangat tradisional, hampir tidak ada bangunan rumah modern berdiri di dusun ini. Bangunannya terbuat dari kayu, berlantai tanah, dan beratapkan alang-alang.
Jarak antar rumah pun terhitung sangat dekat dan padat. Ini menunjukkan tak ada perbedaan mencolok antara si miskin atau si kaya, semuanya dipandang sama.
Jika diperhatikan, bentuk rumah adat di Desa Sade mempunyai pintu yang rendah dan cukup kecil, sehingga tamu yang datang harus menunduk ketika masuk ke dalam rumah. Filosofinya tamu memang sudah selayaknya menaruh rasa hormat terhadap pemilik rumah.
4. Tongkonan
Foto: (Endi Hamid/ACI)
|
Ternyata, yang memiliki hak untuk membangun rumah Tongkonan yang cantik dan penuh dengan ukiran unik hanyalah bangsawan saja. Motif labu di dinding rumah memiliki arti hendaknya hidup kita harus senantiasa rendah hati. Kemudian kepiting, berudu, gulma yang menandakan kesuburan. Sedangkan tanaman air yang aktif dan tumbuh ke segala arah berarti sang pemilik rumah berharap akan banyak memiliki keturunan.
Jika melihat ke arah Tongkonan, Anda langsung dihadapkan dengan hiasan wajib di setiap rumah, yaitu kepala kerbau. Tidak hanya di depan rumah, hiasan kepala kerbau juga dipasang di tiang-tiang dinding utama. Kepala kerbau ini adalah hiasan pusaka yang menandakan kekayaan.
Halaman 2 dari 5
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Prabowo Mau Beli 50 Pesawat Boeing dari Trump: Kita Perlu Membesarkan Garuda
Bandara Kertajati Siap Jadi Aerospace Park, Ekosistem Industri Penerbangan