Pesan Moral di Balik Kisah Cinta Burung Rangkong

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Pesan Moral di Balik Kisah Cinta Burung Rangkong

Radian Nyi Sukmasari - detikTravel
Rabu, 29 Mar 2017 09:25 WIB
Foto: Diorama burung rangkong di Timika (Radian/detikTravel)
Timika - Kisah cinta burung rangkong menarik juga diceritakan kepada anak. Hal ini bisa menjadi salah satu cara untuk mengajarkan anak-anak ikut melestarikan hewan.

Mengajari anak untuk melestarikan hewan bisa dengan menceritakan kisah cinta burung rangkong pada mereka. Bagaimana bisa?

Ya, di Kota Timika, anak-anak TK sampai SMA bisa mendapat pengetahuan soal alam salah satunya dengan berkunjung ke Pusat Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati PT Freeport Indonesia. Di sana, anak-anak bisa tahu lebih banyak tentang flora dan fauna termasuk burung rangkong.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Burung rangkong merupakan burung yang cukup banyak ditemukan di Indonesia, termasuk Papua, Kalimantan, dan Sulawesi. Ada diorama ekosistem yang menunjukkan bagaimana kehidupan burung rangkong di Pusat Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati PT Freeport Indonesia.

Dalam diorama terdapat burung rangkong jantan yang sedang mematuk-matuk dahan pohon yang jadi sarang rangkong betina saat mengerami telurnya. Yang digunakan adalah burung rangkong asli tetapi sudah diawetkan dengan air keras.

Salah satu pegawai Pusat Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati PT Freeport Indonesia, Kukuh Indra mengatakan diorama kehidupan burung rangkong jadi salah satu andalan untuk memberi edukasi anak-anak sekolah.

"Kita ajari ke anak sekolah bahwa burung rangkong ini sangat setia. Dia hanya punya satu pasangan," kata Kukuh.

Ketika si betina bertelur, maka ia akan masuk ke dahan dan si burung jantan akan menutupi lubang di dahan itu. Hingga akhirnya tersisa lubang kecil yang jadi pintu si jantan memberi makanan ke burung betina. Sarang rangkong betina memang sengaja 'didesain' seperti itu dan hanya bisa dibuka dari luar saja.

Selama si betina mengerami telurnya kurang lebih 3 sampai 4 bulan, tugas rangkong jantanlah untuk mencari makan. Nah, lewat penjelasan itu, Kukuh bisa memberi tahu anak-anak ketika salah satu burung rangkong diganggu, maka akan ada satu ekor rangkong beserta anak-anaknya yang terbengkalai di hutan.

Setelah telur menetas, rangkong betina akan keluar lubang dan menunggui si anak. Sampai anak-anak burung rangkong berbulu dan siap terbang, barulah si betina berani meninggalkan lubang tersebut. Kira-kira, dalam waktu 3 minggu setelah menetas anak burung rangkong sudah bisa terbang.

"Lalu, rangkong itu kalau satu mati, dia akan menunggu terus. Setia sekali kan. Itu yang kita tekankan ke anak-anak. Diharapkan supaya mereka bisa mengedukasi keluarga atau orang di sekitar agar nggak memburu burung rangkong lagi," kata Kukuh.

Maklum, di Timika sendiri, burung rangkong kerap beterbangan dari dan ke hutan secara berkelompok. Nah, saat itu pula ada warga yang menembaknya dengan senapan angin untuk dijadikan santapan. Misalnya digoreng atau dibakar.

"Kadang ada anak yang sadar dan bilang 'Aduh kemarin saya punya paman baru tembak burung ini'. Kalau begitu kita tekankan besok-besok jangan boleh paman atau orang di sekitarnya nembak burung itu," kata Kukuh.

Di diorama ekosistem, selain menyaksikan kisah cinta burung rangkong, pengunjung juga bisa melihat berbagai spesies ular dan kupu-kupu yang diawetkan. Kemudian, ada pula berbagai jenis hewan lain seperti tikus hutan dan burung cendrawasih.

(rdn/krn)

Hide Ads