Sebuah daerah yang memiliki peninggalan zaman dulu biasanya sarat dengan mitos. Seperti di Situs Astana Gede, Kawali, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, tepatnya di komplek Pamuruyan.
Di lokasi ini ada tiga cungkup prasasti yang kerap dikunjungi oleh para peziarah. Mitos itu berkembang sangat kental di masyarakat Kawali. Yakni keberadaan Batu Panyandaan, Batu Panyandungan dan Batu Pangeuntengan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Tujuannya untuk mencari wangsit. Malahan lokasi ini dijuluki Sang Hiang Lingga Hiyang yang artinya tempat berkumpulnya atau bersemayamnya para leluhur. Bah Daday pun menjelaskan satu per satu mitos yang sampai saat ini masih terus beredar di masyarakat.
![]() |
"Mitos yang tumbuh apabila ibu yang susah melahirkan atau belum mendapat keturunan, bila melakukan ritual atau nyender di prasasti tersebut atau nyarande. Sambil berdoa menurut keyakinan masing-masing, maka diyakini bakal memperoleh keterunan dan dimudahkan," ujarnya saat ditemui di Padepokannya di Kecamatan Kawali, Selasa (13/3/2018).
Umumnya peziarah ke lokasi itu sampai sekarang masih ada dari daerah-daerah pinggiran perkampung Kawali. Keyakinan dari mitos itu karena banyak yang menyambangi Batu Panyandaan untuk mendapat keturunan.
![]() |
Di lokasi ini diyakini tempat dikuburkannya abu jasad Raja Sunda Galuh Prabu Linggabuana. Panyandungan sendiri artinya memadu atau bermadu beristri dua.
"Seandainya seorang laki-laki sedang punya isteri mempunyai menambah lagi isteri bisa melaksanakan ritual di tempat ini sebelum melangsungkan pernikahan kedua dan jika ingin awet," ucap Bah Daday.
Ritualnya itu tangan kiri ditaruh di puncak batu, lalu tarik napas sedalam dalamnya, mata dipejamkan berputar sambil bersiul minimal tujuh kali searah jarum jam tanpa bernapas. Namun sejauh ini, menurut Bah Daday, belum ada seorang pun yang sanggup melaksanakannya. Umumnya yang sudah mengikuti ritual ini rata-rata tidak kuat, paling banyak hanya melakukan putaran sampai empat kali.
"Sewaktu ditanya orang itu ditanya oleh pemandu, umumnya mejawabnya pusing. Pusing itu mengandung filosofi kalau melaksanakan poligami. Bila yang tidak sanggup akan pusing atau menyiksa diri sendiri," katanya.
![]() |
Mitos yang ketiga di Batu Pangeunteungan. Makna ngeunteung atau bersolek ini biasanya gadis. Di tempat itulah ada abu jasad Citra Resmi atau Diah Pitaloka. Dia adalah seorang gadis putri mahkota yang sangat cantik dari Kerajaan Sunda Galuh, anaknya Prabu Linggabuana.
Istimewanya, batu itu bisa menyerap air dari bawah tanah, sehingga batu itu kerap mengeluarkan air pada bagian atasnya.
![]() |
"Paling banyak dikunjungi itu Batu Panyandungan. Selain penasaran ingin melaksanakan ritual untuk berpoligami. Juga yang melaksanakan ziarah ke batu panyandungan itu untuk calon-calon pemimpin, karena Prabu Linggabuana dipercaya sebagai pemimpin yang sukses bisa memakmurkan masyarakatnya," jelas Bah Daday.
Astana Gede Kawali sendiri merupakan bekas peninggalan Kerajaan Sunda Galuh. Dimana dilokasi ini terdapat prasasti-prasati dan makam Prabu Linggabuana dan keluarganya. Di balik mitosnya, keberadaan tempat ini tentu penting untuk menjaga sejarah kebudayaan Sunda di masa silam.
(wsw/fay)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol