Warga Boyolali masih setia melangsungkan acara tradisi yang diwariskan secara turun temurun dari leluhur mereka. Ada beberapa tradisi yang usianya bahkan sudah menembus ratusan tahun.
Dihimpun detikTravel dari beberapa sumber, Senin (5/11/2018) berikut beberapa tradisi asli Boyolali:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Setahun sekali, saat akhir perayaan lebaran (H+7) yang bertepatan dengan lebaran ketupat (1 Syawal). Masyarakat Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolal akan menggelar Lebaran Sapi dan acara arak-arakan.
Ratusan ekor sapi milik warga akan dikeluarkan dari kandang. Sapi-sapi itu lalu dikalungi ketupat, kemudian diarak keliling kampung.
Tradisi syawalan dengan menggembala hewan ternak keliling kampung ini merupakan tradisi yang sudah berlangsung turun-temurun sejak lama. Tradisi ini merupakan peninggalan dari nenek moyang yang akan terus dibudayakan dan dilestarikan.
2. Upacara Mendhak Tirta dan Pawai Ogoh-ogoh
![]() |
Setiap Hari Raya Nyepi, umat Hindu di Boyolali akan menggelar Upacara Mendhak Tirta atau pengambilan air suci. Air ini diambil dari Umbul Siraman Dalem, kompleks Umbul Pengging, Kecamatan Banyudono, Boyolali.
Air suci dari umbul itu akan digunakan dalam upacara Tawur Agung di pelataran Candi Prambanan. Ratusan umat Hindu dari Boyolali, Surakarta dan Sukoharjo akan memulai perjalanan dengan kirab sejauh 1 km.
Menurut ajaran Hindu, air adalah wahana pembersihan dan pensucian, dimana segala noda dosa yang disandang manusia akan disucikan dengan tirta dan akan lepas dari belenggu karma.
![]() |
Saat Nyepi, ada juga tradisi pawai Ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh ini disiapkan di Desa Karanganyar, Kecamatan Musuk, Boyolali.
Ogoh-ogoh merupakan simbol kejahatan. Setelah diarak keliling, biasanya ogoh-ogoh ini akan dibakar sebagai simbol bahwa kejahatan sudah dikalahkan.
3. Festival Tungguk Tembakau
![]() |
Mengawali panen tembakau, warga Desa Senden, Kecamatan Selo, Boyolali akan menggelar Festival Tungguk Tembakau. Acara diawali dengan mengarak Gunungan tumpeng terdiri gunungan nasi, gunungan daun tembakau dan gunungan hasil bumi.
Setelah melalui prosesi ritual dan doa bersama, dilanjutkan makan bersama dari gunungan nasi yang dibawa. Selanjutnya dilakukan pemetikan perdana daun tembakau.
Tungguk tembakau merupakan acara tradisi yang dilakukan turun temurun untuk menyambut panen. Selain itu juga sebagai wujud syukur kepada Tuhan atas tumbuh suburnya tanaman tembakau.
4. Tradisi Saparan
![]() |
Memasuki bulan Sapar, warga Boyolali akan menggelar tradisi Saparan. Di acara ini, ada pembagian gunungan apem setinggi 2,5 meter yang selalu habis diserbu warga. Ada sekitar 30 ribu apem yang dibagikan dalam acara ini.
Tradisi ini telah berumur ratusan tahun, pada masa pemerintahan Paku Buwono II di Keraton Surakarta. Awal mula tradisi ini, konon dimulai karena terjadi wabah hama keong emas yang meyerang tanaman warga. Sang raja lalu memerintahkan agar keong emas itu dimasak dengan cara dikukus dan dibalut janur (daun kepala muda).
Setelah wabah hilang, sebagai rasa syukur warga membuat apem kukus keong emas untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat luas. Tradisi itu akhirnya berlanjut sampai sekarang.
5. Tradisi Padusan jelang Ramadan
![]() |
Setiap menjelang Ramadan, warga Boyolali juga mengenal tradisi Padusan. Tradisi ini untuk menyucikan diri sebelum menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadan.
Lokasinya berada di kompleks wisata Umbul Pengging, yaitu di Umbul Tirtomarto dan Umbul Sungsang. Selain di Pengging, padusan juga digelar di objek wisata Umbul Tlatar, Desa Kebonbimo, Kecamatan Boyolali Kota. Serta di Umbul Tirto Mulyo, Kecamatan Sawit. (bnl/aff)
Komentar Terbanyak
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!