Di mana ada klub sepakbola Persija Jakarta, di sana ada lautan fans fanatik yang selalu mengiringinya. Tak sedikit pula rekam jejak sejarah dari klub sepakbola kebanggaan ibukota ini.
Namun, apakah Anda tahu sejarah Persija Jakarta berupa tempat kelahirannya di sebuah stadion di kawasan Petojo, Jakarta Barat yang padat ruko?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya dan teman-teman Ngojak pun bersama-sama mendatangi stadion lawas di Jalan Biak ini dengan angkot. Sebelumnya, jalan ini cukup populer sebagai sentra servis ponsel dari berbagai merk.
![]() |
Tiba di Jalan Biak, saya pun masuk ke dalam salah satu gang hingga berjumpa dengan papan penanda Stadion VIJ berwarna hijau di sisi kanan jalan. Ternyata benar ada stadion di kawasan ini. Tampak juga deretan mobil yang sedang parkir.
Namun, dari papan itu traveler masih harus jalan kaki melewati kawasan pemukiman padat warga untuk mencapai pintu masuknya. Setelah itu, barulah tampak stadion dan lapangan hijau yang tertutupi oleh tembok ruko dan kawasan padat warga.
"Ini Stadion VIJ atau yang punya kepanjangan Voetbalbond Indonesische Jacatra," ujar kawan Ngojak yang memandu perjalanan, Achmad Sofiyan.
Saya yang saat itu sudah duduk di tribun pun dihadapkan pada lapangan hijau berukuran sedang, dengan kepungan tembok ruko di depan dan sisi kanan. Ada juga sejumlah orang yang tengah bermain saat itu.
![]() |
Dalam kesempatan tersebut, hadir juga pak Abuduloh Palawah, saksi hidup dari Stadion VIJ yang merantau jauh ke Jakarta dari kampungnya di Sangir (Sulut) pada tahun 1964. Ia pun berbagi cerita pada kami.
"Karena dulu orang-orang nggak boleh main bola sama Belanda, jadi minta sama MH Thamrin bikin lapangan sepakbola. Tadinya lapangan terbuka," cerita pak Abduloh.
Mundur ke tahun berdirinya di tahun 1928, Stadion VIJ menjadi asal muasal asosiasi sepakbola pertama kaum pribumi bernama VIJ. Di mana di tahun 1950 asosiasi tersebut berganti nama jadi Persija.
Atas prakarsa dari pahlawan MH Thamrin, ia menyumbang 2.000 gulden untuk membangun stadion tersebut. Inilah suatu bentuk perlawanan pada klub sepakbola pemuda Belanda yang bernama Nederlandsch Indie Voetbal Bond (NIVB) yang anti pribumi.
"Dari sini Persija pindah ke Monas (Lapangan Ikada), Stadion Menteng (sekarang Taman Menteng), Lebak Bulus," ujar pak Abduloh.
Setelah sempat mental dari Lebak Bulus akibat pembangunan terminal MRT, Persija sempat pindah ke GBK. Terhalang urusan izin, dari GBK Persija kembali pindah ke Stadion Bekasi.
![]() |
Melihat kondisi sepakbola kini, Abduloh pun berkaca pada kondisi saat itu yang cukup berbeda saat ini.
"Zaman dulu dedikasi dari pemainnya tinggi. Dulu latihan 3 kali seminggu. Minggu ke Muara Karang digenjot, lalu setengah 12 udah standby di sini. Sekarang lihat aja itu nendang nggak jelas ke mana," ujar Pak Abduloh sambil menunjuk para pemain di lapangan.
Sekarang, Stadion VIJ sudah menjadi milik Pemda DKI Jakarta. Siapa pun diperbolehkan main dengan membayar biaya sekitar Ro 300 ribu per jam. Fungsinya lebih jadi tempat main bola komplek, jauh beda dari fungsinya dulu sebagai bentuk perlawanan pada kaum penjajah Belanda. (sna/fay)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol