Bangunan bergaya arsitektur Niuwe Bowen itu dirancang oleh seorang arsitek Belanda di tahun 1933. Bangunan sempat berubah-ubah fungsinya sebelum akhirnya menjadi The Shalimar Boutique Hotel.
Dahulu bangunan tersebut pernah digunakan sebagai Stasiun RRI Malang sejak tahun 1964. Lalu pada tahun 1993, PT Cakra Nur Lestari melakukan tukar guling dengan status hak guna usaha seluas 3.800 meter persegi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Total kamar di hotel ini ada 44. Satu kamar tipe presiden suites bertarif Rp 10 juta per malam, sedangkan dua kamar tipe royal suites bertarif Rp 5,5 juta per malam.
Nah, untuk jejak Freemason dikenali dari foto lawas yang menempel pada dinding lobi hotel dan beberapa ruangan lain. Pada dinding depan bagian utama bangunan, di tengahnya terpasang logo atau simbol Freemason atau Mason Bebas. Dengan huruf G diapit jangkar dan mistar siku, yang menjadi lambang dari tarekat itu.
"Itu memang foto asli bangunan ini. Kita mendapatkannya dari kolektor. Sampai kini, bangunan utamanya tak berubah," ungkap Manager Affair The Shalimar Hotel Boutique Agoes Basoeki pada detikTravel, Kamis (7/2/2019).
(Muhammad Aminudin/detikTravel) |
"Dulunya menjadi gedung societeit, tempat berkumpul pejabat-pejabat Belanda kala itu, mengisi waktu dengan berpesta, berdansa, menari dan menyanyi," beber Agoes.
Terlepas dari keberadaan komunitas Freemason kala itu, kata Agoes, bangunan memang dirancang khusus untuk iklim Indonesia dengan gaya arsitektur Niuwe Bowen.
"Bangunannya kokoh dan tak berubah dari aslinya, sirkulasi udaranya bagus hingga terasa adem dan membuat betah siapa saja yang singgah," ujar Agoes.
Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang pun mengiyakan soal bangunan hotel yang dulunya digunakan sebagai tempat perkumpulan Freemason.
"Jika melihat dari beberapa bukti, memang iya. Bangunan atau gedung ini dulunya menjadi tempat perkumpulan itu (Freemason). Bahkan, jika sampai mendirikan bangunan sendiri, artinya cukup kuat di masa itu," ungkap Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang Dwi Cahyono dalam perbincangan terpisah.
(Muhammad Aminudin/detikTravel) |
Freemason sendiri mulai tersebar di seluruh Hindia Belanda sejak tahun 1762 sampai 1962. Loji atau rumah pertemuan didirikan sebagai tempat berkumpul anggota persaudaraan.
Loji pertama di Asia didirikan di Batavia oleh Jacobus Cornelis Mattheus Radermacher di tahun 1741-1783. Setidaknya ada 27 loji utama mengiringi perkembangan Freemason di tanah air, menyebar dari mulai Sumatera, Sulawesi, Jawa, dan Malang salah satunya, dikenal dengan nama Loge Nummer 89.
Dalam buku berjudul Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1964 karya Dr Th Stevens, dengan terjemahan terbitan Pustaka Sinar Harapan 2004 menjelaskan keanggotaan awalnya adalah orang Belanda, sebelum kemudian tokoh ningrat pribumi turut bergabung.
Tarekat Mason Bebas pada akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno di tahun 1964. Aktivitasnya di Indonesia pun berhenti. (krn/fay)












































(Muhammad Aminudin/detikTravel)
(Muhammad Aminudin/detikTravel)
Komentar Terbanyak
Fadli Zon: Banten Sudah Maju dan Modern Sebelum Bangsa Eropa Datang
Kata Jokowi soal Whoosh Bikin Rugi: Itu Investasi
Whoosh Diterpa Dugaan Korupsi, KPK: Pengusutan Tidak Ganggu Operasional