Bogor tak cuma punya wisata Puncak yang selalu ramai saat weekend. Kamu juga bisa main ke kebun cokelat untuk wisata sambil belajar.
Pada Sabtu (8/2/2020) detikcom bersama komunitas Koko Jali dan Dapoer Kaoem berkesempatan melancong ke Bogor untuk melihat dan belajar mengenai tanaman cokelat. Tanaman yang jadi bahan utama makanan favorit dunia itu.
Rombongan dibawa ke kebun yang terletak di Jalan Aria Surialaga, Pasirkuda, Bogor Barat. Kebun itu merupakan kebun percontohan Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga menjadi objek kajian dari Dapoer Kaoem.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dapoer Kaoem merupakan salah satu program dari Lembaga Kaoem Telapak, sebuah NGO yang bergerak di isu lingkungan seperti tanaman kopi, teh, cokelat dan rempah-rempah.
Di kebun itu, detikTravel dan peserta tur lainnya diperkenalkan pada pohon kakao yang menjadi cikal bakal cokelat yang selama ini kita konsumsi. Cokelat merupakan tanaman 'impor'.
Tanaman bernama latin Theobroma cacao ini bukanlah flora endemik Indonesia, tetapi berasal dari kawasan Amerika Selatan. Kakao pertama kali dikonsumsi suku Maya di Meksiko dan bisa sampai ke Indonesia setelah diangkut bangsa Portugis.
Buah-buah kakao di kebun itu menggantung pada dahan-dahan pohon. Bentuknya lonjong dengan panjang sekitar 20 centimeter dan punya ruas-ruas vertikal di kulitnya.
![]() |
Buah kakao berwarna hijau saat masih mentah sedangkan buah yang berwarna kuning atau merah tandanya sudah matang. Cara memetik kakao matang ini tak sembarangan. Jangan ditarik, tetapi gunakan gunting untuk melepaskan buah dari tangkainya.
Baca juga: Mengenal 7 Jenis Kopi Terbaik di Indonesia |
Ketika buah ini dibelah, terlihat biji-biji kakao yang diselimuti lapisan putih yang disebut pulp. detikTravel berkesempatan untuk mencicipi pulp tersebut. Rasanya merupakan percampuran antara manis dan asam, mirip buah manggis.
Nah, biji kakao yang sudah dilepaskan pulpnya itulah yang nanti akan dijemur untuk kemudian diolah menjadi cokelat yang kita konsumsi sehari-hari.
Dalam membudidayakan kakao ini dibutuhkan ketekunan, karena tanaman ini mudah terserang virus. Hal ini diungkapkan pemandu tur sekaligus pengelola Dapoer Kaoem, Adri atau yang lebih akrab disapa Ambon.
"Kakao kita (di Indonesia) banyak kena virus yang menyerang buah sehingga tidak bisa berkembang dan langsung menghitam. Kedua, menyerang pucuk sehingga tidak ada regenerasi," terang Ambon.
![]() |
Selain itu, untuk bisa bernilai jual tinggi sampai menjadi cokelat dibutuhkan proses yang panjang. Biji kakao harus dijemur, dipanggang (roasting), kemudian diolah menggunakan wet grinder sampai menjadi pasta cokelat.
Hal inilah yang membuat petani cokelat lebih tertarik menanam komoditas lain. Padahal kakao ini punya potensi besar untuk berkembang. Menurut Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada 2019 lalu, Indonesia merupakan negara pengolah produk kakao olahan terbesar ke-3 dunia, setelah Belanda dan Pantai Gading.
Usai mendapatkan penjelasan mengenai kakao, salah satu peserta tur, Taufik mengungkapkan kesannya.
"Selama ini lihat pohon kakao cuma dari gambar doang, sekarang bisa lihat langsung. Saya jadi tahu ternyata ada buah yang enggak bisa tumbuh karena virus, kenapa ada benalunya, bahkan lihat bunganya ternyata kecil," katanya.
Sementara itu, peserta lain berpendapat, "saya jadi ingin lebih menghargai petani ya, yang biasanya kita suka nawar seenaknya, sekarang tahu bahwa mereka juga sudah susah payah."
Kesan yang didapatkan peserta ini sejalan dengan tujuan Koko Jali sebagai penyelenggara tur.
"Jadi tujuannya, pertama kita mau memperkenalkan kakao itu sendiri. Terus pergumulan dan kebiasaan para petani, dari virus dan sebagainya, mulai dari kegelisahan ternyata petani juga tidak menikmati. Tanaman kakao juga semakin lama semakin langka padahal punya potensi ekspor. Kita berharap dari kegiatan ini masyarakat jadi tahu dan membuka kesempatan untuk investasi ke petani langsung, bisa langsung ke komunitasnya juga, " kata Founder Koko Jali, Max Andrew Ohandi.
Koko Jali merupakan jasa penyedia paket wisata tematik mengenai toleransi, sosial, lingkungan dan inklusi, misalnya difabel. Mereka juga punya program yang bicara tentang keberagaman dan pelatihan.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!