Jangan harap bisa menemukan es teh manis jika hendak memesan minuman itu di warung-warung makan Tanjungpinang. Karena yang ada hanyalah Teh Obeng. Apa itu?
Lain ladang, lain belalang. Lain daerah, berbeda pula kebudayaan dan kebiasaannya. Setiba di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, saya mengalami sedikit Gegar Budaya alias 'Cultural Shock' terkait kebiasaan warga lokal Tanjungpinang.
"Jangan kaget mas, di sini tidak ada yang jual es teh manis. Adanya Teh Obeng," tutur Alex Fatrisman, Sales Marketing Manager Hotel Aston Tanjungpinang yang menemani detikTravel berkeliling kota itu, Senin (17/2/2020).
Saya sempat berpikir, bagaimanakah wujud Teh Obeng ini? Apakah teh tersebut memang segelas teh yang diberi obeng, atau bagaimana? Lantas bagaimana rasanya?
Rupanya pertanyaan dan kekhawatiran saya itu hanyalah sekadar angin lalu saja, karena sebenarnya wujud Teh Obeng sama saja dengan es teh pada umumnya. Rasanya juga manis, tidak berasa Obeng.
"Jadi, orang sini kalau memesan minuman dingin, itu dia nyebutnya 'Peng'. Kan ada tuh, Kopi O, Teh O. Itu panas. Kalau mau yang dingin, mereka pesannya Teh O Peng. Lama-kelamaan, karena lidah Melayu jadinya Teh Obeng," jelas Alex.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Ternyata Teh Obeng hanyalah penyebutan oleh warga Tanjungpinang saja. Menarik, bagaimana akulturasi budaya Melayu dan China melahirkan sebuah penamaan baru dari es teh menjadi Teh Obeng.
Karena sudah terbiasa menyebut es teh manis sebagai Teh Obeng, maka pelayan restoran di Tanjungpinang akan merasa kebingungan apabila ada tamu yang memesan es teh. Bisa-bisa kamu dibawakan segelas teh dan segelas es batu terpisah.
Ada satu lagi Gegar Budaya yang saya alami ketika memesan kopi susu untuk dibawa pulang alias Take Away dari sebuah kedai kopi lokal. Bukannya ditaruh di dalam gelas plastik atau dibungkus plastik, melainkan ditaruh ke dalam botol kaca bekas sirup. Kemudian ditutup memakai plastik bening yang diikat karet gelang.
"Itu yang unik juga di sini mas. Kalau pesan kopi dibawa pulang, kita nggak dikasih plastik, tapi di botol kaca. Nanti minumnya dari situ," imbuh Alex.
![]() |
Satu botol kaca bekas sirup berisi kopi susu hangat dihargai sebesar Rp 18 ribu saja. Jelas kopi susu sebanyak itu tidak bisa saya habiskan sendirian, asyiknya memang diminum ramai-ramai bersama teman.
Nah yang unik lagi, selain memakai botol kaca bekas sirup, kedai kopi lokal juga terkadang memakai kaleng bekas susu sebagai kemasan untuk orang yang membawa pulang (Take Away) kopi yang mereka pesan.
Jadi tinggal pilih saja, traveler mau membawa pulang kopi pakai botol kaca atau pakai kaleng susu bekas? Atau malah mau pesan Teh Obeng?
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol