Di Kabupaten Sambas ada sebuah desa yang mengembangkan tenun Sambas. Desa ini sedang berusaha mewujudkan diri sebagai desa wisata tenun di Sambas.
Tapal Batas detikcom bekerjasama dengan BRI berkunjung ke perbatasan Indonesia dan Aruk menjadi salah satu tujuannya. Aruk berada di wilayah Kabupaten Sambas.
Tak lengkap berkunjung ke suatu daerah bila tidak mengenal kebudayaan dan kerajinan lokal bukan? Salah satu yang bisa dibawa pulang dari Kabupaten Sambas adalah tenunnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terdapat perkampungan budaya tenun di Kabupaten Sambas. Namanya yaitu Desa Sumber Harapan yang berlokasi sekitar 40 menit dari pusat Kota Sambas. Di sini rata-rata penduduknya berprofesi sebagai penenun.
"Sebagian besar penduduk di sini adalah penenun, yang jadi unggulan kami adalah tenun. Selain bertani warga di sini juga menenun. Kadang mereka paginya berkebun atau bertani, nah siangnya atau malam mereka menenun," ungkap Andri Hidayat, pengelola desa wisata tenun.
Andri mengatakan bahwa hasil dari tenunan warga tak hanya dijual dalam bentuk kain, mereka juga mengolah beragam karya dari kain tenun Sambas buatan mereka.
"Produknya selain menjadi kain atau selendang, banyak juga yang bisa dibuat dari tenun yaitu tas, dompet,kopiah, tanjak (pakaian Melayu untuk kepala) ada syal juga. Selainnya untuk hiasan dinding juga kami buat," dia menambahkan.
Terkait harga, tenun buatan Desa Sumber Harapan dijual kisaran harga Rp 1,8 juta -Rp 2 juta.Harga dipatok berdasarkan motif.
"Jika motifnya semakin susah, harganya pun juga semakin mahal," dia menambahkan.
Teruntuk penjualan, desa tenun ini masih bermain di warga lokal. Namun menariknya tenun mereka banyak dibeli oleh orang Malaysia dan Brunei.
"Kita masih bermain di lingkungan Sambas untuk penjualan. Sebelumnya banyak permintaan dari luar negeri, terutama Malaysia dan Brunei. Namun karena pandemi, sekarang pengiriman terkendala,"
"Permintaan tinggi dari Brunei karena mereka setiap kegiatan selalu menggunakan tenun sebagai pelengkap busana. Seperti di acara-acara kerjaan. Juga harga tenun lebih murah dan kualitas kita lebih baik," ujarnya.
Di Desa Wisata Tenun ini terdapat 300 orang penenun. Dalam sebulan desa ini bisa menghasilkan 900 kain.
"Jumlah pengrajin kita ada 300 san orang. Jika hitung kasar dalam sebulan kita bisa menghasilkan 900 lembar kain. Kalau dihitung-hitung kita bisa mendapatkan omset Rp 500 jutaan," jelas Andri.
"Untuk transaksi, biasanya kami tergantung permintaan dari konsumen. Salah satunya kami menggunakan Bank BRI juga. Saya baru saja membuat rekening BRI untuk kemudahan melayani konsumen yang ingin membeli tenun," ungkap Andri.
Ternyata tenun Sambas mempunyai ciri khas yang membedakannya dengan tenun-tenun daerah lain.
"Bila dihitung ada lebih 100 motif tenun di Sambas ini, setelah divariasikan. Ciri dari tenun Sambas adalah motif pucuk rebung. Dan juga biasanya tenun Sambas memiliki warna putih di pinggir-pinggir kain tenunnya," kata dia.
Teruntuk pengembangan dan pelestarian budaya tenun, Andri mengakui kesulitan. Kurangnya minat generasi muda menjadi salah satunya.
"Tantangan kita sekarang adalah bagaimana budaya tenun ini terus berkesenambungan. Dimana ibu-ibu mengajarkan secara turun temurun kepada anak gadisnya. Namun sekarang kita bersaing dengan dunia mobile serta minat generasi muda juga kurang untuk menenun,"
"Kami berusaha menumbuhkan minat mereka dengan cara salah satunya membuat buku tenun. Buku ini telah kami sebar di sekolah-sekolah. dan harapannya ada cikal bakal dari sana untuk belajar," ujar dia.
---
Ikuti terus jelajah Tapal Batas detikcom bersama BRI di tapalbatas.detik.com!
Simak Video "Ini Tenun Sambas yang Digemari Warga Malaysia-Brunei"
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Ada Apa dengan Garuda Indonesia?