Si Dewi Kano Purworejo Bangun dari Tidurnya

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Si Dewi Kano Purworejo Bangun dari Tidurnya

Rinto Heksantoro - detikTravel
Minggu, 14 Nov 2021 18:37 WIB
Desa Wisata Kaligono Purworejo
Pengolahan buah kemukus di Dewi Kano (Foto: Rinto Heksantoro/detikcom)
Purworejo -

Secercah harap terbit bersama sinar mentari pagi berpayung mendung dari ufuk timur Desa Kaligono, Kecamatan Kaligesing Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 2 membuat desa wisata dengan budaya unik, kuliner khas, serta tradisi lestari ini bisa kembali tersenyum.

Panorama alam nan apik yang menggambarkan keeksotikan tersendiri bak cuilan surga memang selalu dirindukan para traveler. Terletak sekitar 12 km ke arah timur dari alun-alun Kota Purworejo, Kaligono merupakan salah satu desa wisata andalan yang terhampar di Perbukitan Menoreh.

Jalan berliku di bawah naungan rimbunnya pohon membuat perjalanan menuju desa ini semakin terkesan. Jangan khawatir, semua jenis kendaraan baik roda dua maupun empat bisa sampai ke desa ini dengan aman karena jalan yang dilalui dijamin halus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejak dihantam badai COVID-19, Desa Kaligono pun sempat terpuruk. Kini, perlahan tapi pasti, destinasi wisata yang lebih dikenal dengan nama Dewi Kano yang merupakan singkatan dari Desa Wisata Kaligono ini mulai bangun dari tidurnya, bangkit dan berbenah.

Namun perlu diingat, semua pengunjung yang datang tetap wajib mematuhi protokol kesehatan agar terhindar dari COVID-19 yang masih belum sirna sepenuhnya.

ADVERTISEMENT
Desa Wisata Kaligono PurworejoSuasana di obyek wisata Taman Sidandang di Desa Wisata Kaligono Purworejo (Foto: Rinto Heksantoro/detikcom)

Berbagai destinasi serta atraksi wisata pun ditawarkan oleh desa yang secara resmi telah dijadikan desa wisata sejak tahun 2012 ini. Memiliki luas wilayah 893,310 hektar, Desa Wisata Kaligono dibagi menjadi 11 dusun dengan jumlah total penduduk 3.069 jiwa atau 1.333 Kepala Keluarga (KK).

Melawat ke Dewi Kano belum lengkap rasanya jika hanya sekejap tanpa bermalam. Sejumlah homestay siap menerima pengunjung kapan pun. Dengan tarif Rp 80 ribu per orang untuk satu malam, para tamu sudah mendapatkan fasilitas kamar tidur lengkap dengan kasurnya, dapur dengan perlengkapan memasak, toilet hingga sarapan gratis.

"Alhamdulillah, Purworejo udah PPKM level 2 dan tempat wisata sudah diperbolehkan buka kembali. Kami siap menerima tamu kapan pun, jika ingin bermalam sudah kami siapkan homestay. Untuk sarapan pagi menunya makanan tradisional khas Desa Kaligono. Ada nasi keluban pelas dengan lauk khas desa dan wedang temu gula aren," kata pengelola Dewi Kano, Agung Mulyanto (39) saat ditemui detikTravel di Desa Kaligono, Minggu (14/11/2021).

Selanjutnya, lokasi homestay >>>

Untuk homestay, Agung menambahkan, tersedia di dekat obyek wisata Taman Sidandang di RT 02/RW 04, Dusun Kedungrante. Taman Sidandang sendiri merupakan salah satu spot andalan Dewi Kano.

Memiliki luas sekitar dua hektar, taman ini membentang di sisi Sungai Kedungrante. Dengan hanya membayar tiket masuk sebesar Rp 5.000 serta parkir Rp 2.000 untuk sepeda motor dan Rp 5.000 untuk mobil, pengunjung sudah bisa menikmati panorama indah yang disajikan serta suasana sejuk yang membikin betah berlama-lama di tempat ini.

Taman Sidandang sendiri diambil dari nama salah satu kedung atau bagian sungai yang cekung ke dalam seperti Dandang yakni alat untuk menanak nasi. Beberapa gazebo berdiri di sisi sungai sebagai tempat berteduh sekaligus dijadikan spot foto.

Alangkah sempurnanya bercanda di Taman Sidandang sembari menikmati camilan tradisional khas Desa Kaligono yakni gembel dan kulup serta menyeruput wedang temu gula aren.

Desa Wisata Kaligono PurworejoEstablish salah satu homestay di Desa Wisata Kaligono Purworejo (Foto: Rinto Heksantoro/detikcom)

"Gembel dibuat dari tepung pati kanji dengan isi oncom atau sambal tempe, sedangkan kulup adalah singkong yang direbus dengan nira aren. Wedang temu gula aren adalah minuman dari temulawak yang diberi gula aren dan memiliki khasiat untuk kesehatan tubuh," jelas Agung.

Lambaian Curug Walangan dari tebing seberang sungai membuat suasana semakin romantis. Selain berfoto dengan latar belakang air terjun, pengunjung juga bisa turun ke sungai untuk bermesraan dengan batu karang yang cantik.

Warung makanan, toilet, musala hingga joglo pertemuan tersedia di sini. Tak hanya keindahan alam, wisata religi, budaya, tradisi dan hasil bumi, Dewi Kano juga mengajak pengunjung untuk belajar melalui wisata edukasi.

Selanjutnya, wisata edukasi, kuliner, dan budaya Dewi Kano >>>

"Kita punya wisata edukasi yakni perah susu kambing Ras Kaligesing atau dulu biasa disebut Kambing Ras Etawa. Kemudian ndewan gulo, yaitu proses membuat gula jawa atau aren," kata dia.

"Untuk wisata religi ada Makam Simbah Ngabei Sayid Syariffudin, Petilasan Carang Gesing dan Makam Nyi Talakbranta," paparnya.

Hasil bumi yang melimpah seperti cengkih, durian, hingga manggis menjadikan Kaligono semakin kaya. Setahun sekali, di desa ini biasanya digelar Gerebeg Durian, terlebih daerah Kaligesing merupakan sentra buah durian terbesar di Kabupaten Purworejo.

Namun karena saat ini masih dalam masa pandemi COVID-19, event itu ditiadakan sementara, sedangkan pengunjung masih tetap bisa menikmati durian saat panen tiba antara bulan September hingga Februari.

Potensi lain yang dimiliki Desa Kaligono adalah wisata budaya seperti tari dolalak, soyar maole dan sruntul. Mungkin sudah banyak orang yang tahu tentang tarian dolalak yang juga menjadi ikon Kabupaten Purworejo, bahkan telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada 16 Agustus 2019 lalu.

Desa Wisata Kaligono PurworejoBuah kemukus di Desa Wisata Kaligono Purworejo (Foto: Rinto Heksantoro/detikcom)

Sementara soyar maole merupakan kesenian berupa tabuhan rebana Jawa yang diiringi puji-pujian untuk hiburan ketika penat bekerja seharian. Kini, soyar maole sering dijumpai pada acara pengajian.

Sedangkan sruntul bisa disebut teater tradisional atau bentuk sederhana dari ketoprak dengan iringan kendang, rebana serta angklung yang diiringi beberapa penembang. Cerita yang diambil adalah cerita babad panji asmarabangun atau kehidupan masyarakat desa.

"Sruntul itu dulu berkembang terakhir tahun 1949 di Dusun Kedungrante. Akhirnya ada pemberontakan G 30 S PKI kemudian dilarang. Baru di tahun 2020 mulai digali lagi dan menjadi potensi wisata di Kaligono," beber Agung.

Sebelum beranjak menuju obyek wisata lain, tak ada salahnya menengok aktivitas warga yang sedang mengolah buah kemukus yang juga merupakan hasil bumi andalan Desa Kaligono.

Salah satu warga yang ditemui saat merebus buah kemukus, Kadar (60) menuturkan, rempah-rempah yang satu ini biasa dijual warga ke kota untuk dijadikan bahan obat-obatan.

Dengan cekatan, kedua tangannya memasukkan buah kemukus ke dalam panci besar berisi air mendidih, mengaduk hingga meniriskannya. Panas dari api kayu bakar yang membara dari dalam tungku membuat peluh keringat terus menetes.

Pak Kadar adalah salah satu gambaran sosok penduduk desa yang terus semangat bergelut mengais rejeki di tengah pandemi.

"Sebelum dijemur direbus dulu. Setelah kering dijemur, nantinya dijual ke kota, biasanya untuk obat-obatan," tutur Kadar.

Selanjutnya, wisata alam dan lainnya di Dewi Kano >>>

Di sisi lain, Curug Siklothok yang terletak di RT 04/RW 03, Dusun Jeketro juga menjadi spot andalan lain dengan ketinggian air terjun sekitar 30 meter. Warga percaya, bagi siapa saja yang membasuh muka dengan air terjun ini maka akan terlihat awet muda.

Meski terhalang mendung, dengan malu-malu sinar mentari tetap memaksa menyusup dari sela dedaunan. Hembusan angin sejuk memeluk dengan penuh cinta bersama lambaian air terjun.

Gemericik air Sungai Jeketro yang membelah Perbukitan Menoreh berpadu dengan kicau burung yang bercanda riang membuat suasana semakin syahdu.

Butiran-butiran air yang terbang terhempas angin berbaur dengan sinar mentari menjelma menjadi pelangi kecil yang indah berbinar seolah menyambut dengan senyum terindahnya. Tak luput, jika tempat ini disebut sebagai cuilan surga yang sayang untuk dilewatkan.

Nama Curug Siklothok sendiri berasal dari bahasa Jawa yang artinya ngelothok atau terkelupas. Dahulu kala, ada warga sekitar yang terkena penyakit dan sulit disembuhkan.

Akhirnya, sesepuh desa meminta warga tersebut mandi di air terjun sambil berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar penyakitnya ngelothok dan sembuh. Tak berselang lama, penyakit itu pun sirna hingga akhirnya warga setempat memberi nama air terjun tersebut dengan nama Curug Siklothok.

Desa Wisata Kaligono PurworejoCurug Siklothok di Desa Wisata Kaligono Purworejo (Foto: Rinto Heksantoro/detikcom)

Cukup dengan membayar tiket masuk sebesar Rp 3.000, dan parkir sepeda motor sebesar Rp 2.000, serta Rp 5.000 untuk mobil, pengunjung sudah bisa menikmati surga di ujung timur Kota Berirama ini.

Meski sudah dibuka kembali karena berstatus PPKM level 2 dan berada di alam terbuka, semua pengelola dan pengunjung di tempat ini tetap diwajibkan mematuhi protokol kesehatan guna pencegahan penularan COVID-19.

Hingga sekarang, warga percaya bagi siapa saja yang membasuh muka dengan air terjun ini akan terlihat awet muda. Salah satu pengunjung, Nanda Lestari (26) yang datang bersama teman-temannya mengaku takjub dengan keindahan air terjun Siklothok. Tak henti-hentinya ia mengambil pose dari berbagai sudut untuk berfoto.

"Kami ke sini untuk refreshing. Tempatnya bagus banget dan kami tetap pakai masker kok dan patuh sama prokes, mudah-mudahan terhindar dari COVID-19," katanya sembari berfoto selfie.

Keberadaan Desa Wisata Kaligono diharapkan bisa ikut berpartisipasi dalam pengembangan destinasi super prioritas yakni Candi Borobudur. Badan Otorita Borobudur (BOB) sendiri hingga saat ini terus melakukan percepatan pembangunan zona otorita yang memiliki luas 309 hektar.

Seluruh potensi wisata di dalam zona tersebut termasuk Kabupaten Purworejo, Magelang dan Kulonprogo terus digenjot sehingga mampu memberikan kontribusi sesuai harapan.



Simak Video "Video: Kronologi Truk Oleng Tabrak Angkot di Purworejo, 11 Tewas"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads