Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X meresmikan Teras Malioboro sebagai tempat baru para PKL Malioboro. Begini sejarah gedung bekas Bioskop Indra itu.
PKL jalan Malioboro resmi dipindahkan ke gedung eks Bioskop Indra yang sekarang disulap menjadi Teras Malioboro I. Mengulik ke belakang, bioskop Indra dulu merupakan salah satu bioskop yang terkenal di zaman Belanda.
Mengutip situs kemdikbud.go.id, bioskop Indra didirikan oleh Nederlandsch Indische Bioscoop Exploitatie Maatschapij pada tahun 1916. Bioskop ini memiliki dua bagian, yakni Al Hambra untuk kalangan elite, dan Mascot untuk kalangan strata sosial biasa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akhir abad 19, kehidupan hiburan masyarakat di pusat kota berpusat di tempat-tempat societeit, baik societeit de vereeniging Djogjakarta, societeit Militair, dan societeit Pakualaman.
Keberadaan bioskop Indra pada zamannya menjadi salah satu penanda perkembangan dunia hiburan di Kota Jogja. Bioskop ini juga menjadi penanda munculnya gaya hidup baru bagi masyarakat di kawasan perkotaan.
Lokasi gedung bioskop Indra ini berada di sisi barat Jl Margamulya atau barat Pasar Beringharjo. Proses pengambilalihan lahan eks Bioskop Indra telah melalui proses panjang dan sudah berlangsung sejak tahun 2010.
Pemda DIY sempat kalah di tingkat kasasi, namun akhirnya menang di tingkat peninjauan kembali (PK) oleh Mahkamah Agung. Saat itu, Pemda DIY mulai menganggarkan di tahun 2010 dan 2013 tali asih senilai Rp 18 miliar untuk warga yang menempati lahan tersebut.
Kemudian, tahun 2013, Pemda DIY mengeksekusi lahan tersebut. Meski, saat itu ahli waris Sukrisno Wibowo Cs melakukan perlawanan. Sukrisno mengklaim sebagai pewaris yang sah sesuai dengan surat eigendom sejak zaman Belanda. Proses eksekusi lahan ini harus mendapatkan penjagaan ketat dari aparat kepolisian.
Usai sukses mengeksekusi lahan, selang lima tahun atau tahun 2018, Pemda DIY memulai proses pembangunan fisik yang rencananya untuk sentra UMKM. Proyek pembangunan fisik ini menelan anggaran Rp 62 miliar. Sedangkan dari penilaian appraisal saat itu, nilai tanah mencapai Rp 49 miliar. Sehingga, total aset mencapai Rp 111 miliar.
Proses pembangunan fisik ini pun berlangsung di tengah gugatan dari ahli waris Sukrino Wibowo di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terhadap sertifikat milik Pemda DIY yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta tahun 2014.
Dalam proses hukum, ahli waris Sukrisno Wibowo Cs berhasil menang di tiga tingkatan. Pertama di PTUN, kemudian banding Pengadilan Tinggi kembali mengabulkan gugatan ahli waris sampai di tingkat kasasi.
Adi Bayu Khristianto, Kepala Bagian Hukum Biro Hukum Pemda DIY menambahkan, Pemda DIY selaku pemohon berhasil dikabulkan pada tingkat PK, 14 Mei 2020 lalu.
"Putusan baru kita terima secara resmi surat keputusan (No 73 PK/TUN/2020) tanggal 17 November 2020 dari MA diteruskan di PTUN Yogyakarta, dengan amar putusan mengabulkan PK," kata Adi Bayu pada Mei 2021 lalu.
---
Berita ini telah naik di detikJateng.
(wsw/wsw)
Komentar Terbanyak
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol
Tragedi Juliana di Rinjani, Pakar Brasil Soroti Lambatnya Proses Penyelamatan