Kabupaten Pandeglang sebagai daerah agraris kental dengan pertanian padi. Di beberapa wilayah, masa tanam biasanya diiringi dengan sebuah pertunjukan seni Dodod. Sebuah pertunujukan angklung dan bedug di tengah modernisasi.
Dodod adalah tradisi seni yang khas dan justru hampir jarang orang di luar Pandeglang yang tahu. Pamornya memang sedikit kurang dibandingkan dengan kuda lumping, pencak silat khas Pandeglang, atau rampak bedug yang biasa dipertunujukan.
Padahal seni Dodod ini sudah berdiri sejak awal abad ke-19. Didirikan di Kampung Pamatang, Desa Mekarwangi, Saketi. Para orang tua dulu mengggunakan Dodod untuk menyambut masa tanam padi.
"Tahun 1858 di Kampung Pamatang, dulu mah Desa Majau, dipecah Desa Majau jadi Desa Mekarwangi, para orang tua dulu mendirikan tahun 1858 mendirikan kesenian Dodod sejarahnya," kata ketua Sanggar Sanghiang Sri, Surani saat berbincang dengan detikcom di Pandeglang, Minggu (31/7/22).
Dodod memiliki arti dadasar atau dasar. Dasar diri, dasar negara, dasar agama. Jadi, manusia menurutnya harus punya dasar agar tidak kesasar dalam berkesenian atau berkehidupan.
"Dodod itu dadasar artinya seni dasar. Kenapa seni dasar ? Kita hidup kalau punya dasar tidak mungkin kesasar. Para orangtua dulu yang berpikir jernih mengadakan Dodod. Dodod itu artinya "Dadasar" apa Dadasar? negara punya dasar, agama punya dasar, mereka pun punya dasar. Dasar untuk bertani dan untuk pribadinya akhlak, artinya dadasar dengan Dodod digabungkan dadasarnya agama dadasarnya negara. Ketika kita punya dasar kata orang tua dulu, kita nggak bakal kesasar, agama pun sama negara pun sama begitu," tegas Surani.
Surani yang merupakan generasi ke empat Sanggar Sanghiang Sri menjelaskan Dodod pada awalnya kesenian yang ditampilkan untuk menanam padi sampai panen. Menurutnya kesenian Dodod ditunjukkan bagian dari ritual agar mendapatkan hasil panen yang melimpah.
"Para pendahulu dulu mendirikan Dodod maksudnya untuk pertanian awalnya. Jadi intinya ditonjolkan dalam pertanian karena 90 persen mayoritas petani. Maka mereka mengadakan kesenian Dodod, dalam artian memberikan hiburan dalam pertanian," terangnya.
Para personil Dodod memukul bedug untuk meminta kepada yang maha kuasa agar diberikan kesuburan dan kelancaran dalam bertani. Dalam tradisi itu ada tiga lagu yang dilantunkan selama tanam padi hingga panen.
"Dimana mau memulai, mereka nabeh (pukul) Dodod untuk meminta kepada yang maha kuasa agar tanaman ini diberikan kesuburan. Mereka tandur, setelah tandur, padi bekah (berkembang) untuk lagu pertama lagu "Lutung Kasarung" digunakan untuk mengawali penanaman padi lagunya "Lutung Kasarung" lagu yang kedua lagu "Jalan" dimana pare (padi) sedang bekah (mekar)," katanya.
"Lagu Lutung kasarung pertama untuk penanaman padi, lagu yang kedua ketika berbunga maka menggunakan lagu Jalan ketika sedang panen dimasukkan ke lumbung padi lagu kesatu lagi Lutung kasarung lagu yang selanjutnya dipakai sukuran lagu Reog. Lagu Reog itu dipakai baik syukuran atau arak-arakan lagu Reog," tambahnya.
Kesenian Dodod terdiri dari dua alat musik yang pertama itu angklung dan bedug. Angklung berjumlah 9 sementara bedug berjumlah 3 dengan jumlah personil 12 orang.
Menurutnya jumlah personil bisa lebih dari 12 orang jika ditambah dengan penari dan sinden. Dalam alat Dodod, angklung dan bedug juga memiliki nama tersendiri.
"Nama bedug, satu bedug indung, dua bedug turulung, tiga bedug ketuk. Nama anklung, satu angklung indung, dua angklung turulung, tiga angklung ketuk, empat angklung nying nying (satu ), lima angklung nying nying (dua), enam angklung enclok (satu) tujuh angklung enclok (dua), delapan angklung goong (satu), sembilan angklung goong (dua)," terangnya.
Surani menjelaskan sampai saat ini angklung yang tersisa hanya tinggal 8 buah dan bedug masih utuh berjumlah 3. Pada kerangka angklung dari tahun 1858 sampai sekarang belum pernah diganti.
"Sekarang ada tujuh angklung dan 3 bedug. Untuk angklung kerangkanya belum diganti sampai sekarang," katanya.
Dalam pertunjukan Dodod juga diikuti oleh tarian. Tarian itu disebut dengan "Tikukur Ngadu" dan "Lele Ngoser". Dua tarian itu lahir dari hasil analisa lingkungan.
"Mereka menciptakan joged penelitian yang dinamakan pertama tikukur ngadu yang kedua lele ngoser nama tariannya Tikukur Ngadu kenapa Tikukur Ngadu mereka meneliti ketika menjemur padi. Padi sidak kering diambil maka burung, ayam ke situ mengambil sisa-sisa padi. Ketika ada burung tikukur (perkutut) ngambil padinya berebut padi yang berserakan. Ngadu, mereka teliti ngadu, ngadu, ngadu buatlah joged seperti Tikukur Ngadu,"
"Yang kedua Lele ngoser (kenapa mereka menamakan Lele Ngoser ? Ketika lele dibawa k edarat pasti dia mencari air kan ngoser, mereka meniru goyangannya itu Lele Ngoser. Jogednya berdiri tapi seperti Lele ngoser dulu seperti itu, mereka pandai-pandai meniru Lele ngoser goyang sambil bergeser-geser," tambahnya.
Surani menegaskan dalam pertunjukannya alat-alat Dodod tidak boleh dihias. Menurutnya yang boleh dihias hanya personilnya saja.
"Alat dodod mah tidak dihias, kecuali peserta tariannya baru pake busana yang bagus," ungkapnya.
Simak Video "Video: 47 Pelajar di Pandeglang Diamankan Usai Konvoi Kelulusan Bawa Sajam"
(sym/sym)