Masjid Raya Deli Medan, Diarsiteki Belanda-Didanai Saudagar Tionghoa

Sudrajat - detikTravel
Jumat, 23 Jun 2023 13:31 WIB
Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya Deli (Foto: dok. Kemendikbud)
Medan -

Ada dua tokoh nonmuslim dari dua bangsa yang turut terlibat dalam pembangunan Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya Deli. Masjid ini diarsiteki oleh orang Belanda dan dana pembangunannya berasal dari orang Tionghoa.

Ketika Sultan Ma'mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah, yang memimpin Kesultanan Deli, berniat membangun masjid pada 1906, dia melibatkan arsitek berkebangsaan Belanda, Theodoor van Erp, untuk membuat desainnya.

Arsitek berpangkat letnan kelahiran Ambon, 26 Maret 1874, itu sebelumnya terlibat dalam pembangunan Istana Maimoon. Tapi, karena Erp harus memimpin pemugaran Candi Borobudur, 1907-1911, pengerjaan masjid dilaksanakan oleh arsitek JA Tingdeman.

Dari plakat yang terpahat pada dinding bagian depan, masjid ini mulai dibangun pada 1 Rajab 1324 Hijriah atau 21 Agustus 1906. Pembangunan masjid ini selesai pada Jumat, 25 Syaban 1329 Hijriah atau 1 September 1909. Peresmiannya ditandai dengan salat Jumat pertama kali di masjid ini.

Mihrab untuk tempat khatib Jumat menyampaikan khotbah di Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya Deli (Sudrajat/detikcom)

Membandingkan dengan Istana Maimoon di seberangnya, jelas masjid ini jauh lebih megah. Bahan-bahan bakunya banyak yang didatangkan dari mancanegara. Marmernya didatangkan dari Italia dan Jerman, kaca patri dari China, dan lampu gantung dari Prancis.

Masjid berbentuk segi delapan ini pilar-pilar utamanya sudah menggunakan teknologi beton. Saat penulis berkeliling, sentuhan estetika tampak mulai dari pintu, jendela, hingga ruang dalam.

Bukan cuma kaligrafi, ada juga motif flora, fauna, dan alam di sana. Gaya klasik terdapat pada jendelanya, yang menggunakan kaca patri dan kubahnya yang disangga delapan pilar bergaya Moghul (India).

"Satu kemegahan senilai satu juta Gulden ia (Sultan Ma'mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah) persembahkan bukan untuk dirinya. (Tapi untuk) Sang Maha Agung, yang menciptakan alam semesta dan isinya," begitu tulis situs Kemdikbud.go.id. Sultan Perkasa Alamsyah adalah sultan kesembilan Kesultanan Melayu Deli, yang berkuasa dari 1873 hingga 1924.

Dari mana dana sebesar satu juta gulden? Apakah Kesultanan Deli begitu kaya atau dikumpulkan dari swadaya masyarakat?

Penampakan Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya Deli pada 1920, koleksi Tjong A Fie Mansion (Sudrajat/detikcom)

Sebelum menuju Masjid Al-Mashun, penulis singgah ke Tjong A Fie Mansion di Kesawan. Pemandu wisata di sana, Natalia Sianipar, menyebut Tjong A Fie adalah donatur utama pembangunan masjid tersebut. Tjong A Fie adalah saudagar yang mengelola banyak pabrik dan perkebunan, mulai tembakau, kopi, hingga kelapa, dan hotel serta perbankan.

Di rumah itu terpampang foto-foto pembangunan Masjid Al-Mashun hingga diresmikan. Juga ada foto yang menggambarkan kedekatan Tjong A Fie dengan Sultan Perkasa Alamsyah.

"Mereka memang bersahabat dan saling menghormati," kata Natalia, yang masih kuliah semester IV di Politeknik Pariwisata Medan. Hingga kini, hubungan keluarga Tjong A Fie dengan Kesultanan Maimoon masih terjalin baik.

Di salah satu ruang tamu terpampang foto kunjungan Sultan Deli XIV, Seripaduka Baginda Tuanku Sultan Mahmud Arya Lamanjiji Perkasa Alam Shah pada 10 Desember 2020. Ia disambut Ibu Mimi Tjong, cucu Tjong A Fie.

Kaca patri dari Cina di jendela Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya Deli (Sudrajat/detikcom)

Tjong A Fie, lanjut Natalia, juga ikut mendanai pembangunan Masjid Lama Gang Bengkok di kawasan Kesawan pada 1885. Juga Masjid Lama Samosir, serta membangun gereja, kelenteng, dan vihara.

Menurut Hasnah Nasution dalam buku 'Moderasi Beragama Sumatera Utara: Kontribusi Awal Tjong Afie', meski berkeyakinan Konghucu, Tjong A Fie secara tulus berupaya membangun persatuan antarumat beragama. Apa yang dilakukannya kala itu merupakan wujud moderasi beragama di Sumatera.

"Konsep moderasi beragama yang ditanamkan oleh Tjong Afie di kala itu bukan saja berupa berbuat baik kepada orang-orang yang berada di luar keyakinan, akan tetapi berupaya mengambil jalan tengah dan menghindari sikap maupun perilaku ekstrem dam beragama, sekalipun kita hidup dalam lingkungan mayoritas," tulis doktor dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan di halaman 159 buku tersebut.

Kini, di halaman samping masjid penuh dengan makam para sultan dan keluarga, pejabat kesultanan, serta para imam masjid. "Untuk para sultan yang di dalam benteng khusus, sedangkan para imam di luar sana," kata Bahtiar, yang bertugas merawat kompleks pemakaman di sana.



Simak Video "Video: Heboh Oknum Polisi Palak Pemotor Wanita, Ini Kata Polrestabes Medan"

(jat/msl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork