Hari raya Galungan jatuh setiap 210 hari sekali atau enam bulan sekali, yakni pada Rabu atau Buda Kliwon wuku Dungulan. Menjadi hari peringatan kemenangan dharma melawan adharma.
Umat Hindu di Bali akan menyambut hari raya Galungan dengan semarak dan meriah. Setiap rumah akan dihiasi dengan penjor dan melakukan persembahyangan kepada Ida Sang Hyang Widhi.
Lantas bagaimana sejarah Hari Raya Galungan itu? Apa makna perayaan Hari Raya Galungan? Dan apa saja rangkaian Hari Raya Galungan? Untuk mengetahuinya, yuk simak serba-serbinya berikut ini.
Sejarah Singkat Hari Raya Galungan
Menurut Lontar Purana Bali Dwipa, Hari Raya Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) di tahun 882 Masehi atau tahun Saka 804. Perayaan Hari Raya Galungan sempat terhenti dan dihidupkan kembali oleh Raja Sri Jayakasunu.
Makna Hari Raya Galungan
Mengutip dari laman resmi PHDI, Galungan berasal dari kata galung, artinya perang atau pertarungan. Sementara, Hari Raya Galungan jatuh pada wuku dungulan, yang berarti menang.
Jadi galungan dan dungulan adalah perang serta menangnya manusia dari godaan para bhuta tiga atau kala tiga. Pertarungan melawan bhuta tiga tersebut dimulai dari Minggu dungulan sampai Selasa dungulan. Kemudian, puncak kemenangannya diperingati pada Rabu dungulan yakni Hari Raya Galungan
Hari Raya Galungan adalah kemenangan umat manusia dalam mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam dirinya. Perayaan kemenangan dharma melawan adharma ini disimbolkan dengan pemasangan penjor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rangkaian Hari Raya Galungan
Pasti banyak yang bertanya-tanya, apa saja rangkaian dari Hari Raya Galungan? Hari Raya Galungan dirayakan sebanyak dua kali dalam setahun. Perhitungan perayaan Hari Raya Galungan didasarkan pada kalender Bali, tepatnya pada Rabu Kliwon wuku Dungulan.
Ada tata cara perayaan hari raya Galungan oleh umat Hindu. Dimulai dari 25 hari sebelum Hari Raya Galungan.
Berikut ringkasan dari detikTravel.
β’ Tumpek Wariga
Saniscara (Sabtu) Kliwon wuku Wariga disebut Tumpek Wariga, atau Tumpek Bubuh yang jatuh 25 hari sebelum Hari Raya Galungan. Masyarakat merayakan dengan menghaturkan banten (sesaji) yang berupa bubur sumsum (bubuh) ke tumbuhan. Bermakna harapan pemilik pohon agar nantinya pohon dapat segera berbuah.
β’ Sugihan Jawa
Sugihan Jawa berasal dari kata Sugi memiliki arti bersih, suci. Sedangkan Jawa berasal dari kata jaba yang artinya luar. Sugihan Jawa adalah hari sebagai pembersihan/penyucian segala sesuatu yang berada di luar diri manusia (Bhuana Agung). Dirayakan setiap Kamis Wage wuku Sungsang.
β’ Sugihan Bali
Sugihan Bali memiliki makna yaitu penyucian/pembersihan diri sendiri/Bhuana Alit. Tata cara pelaksanaannya adalah dengan cara mandi, melakukan pembersihan secara fisik, dan penyucian jiwa raga untuk menyongsong Hari Galungan. Sugihan Bali dirayakan setiap hari Jumat Kliwon wuku Sungsang.
β’ Hari Penyekeban
Hari Penyekeban ini memiliki makna filosofis untuk "nyekeb indriya" yang berarti mengekang diri agar tidak melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama. Hari Penyekeban ini dirayakan setiap Minggu Pahing wuku Dungulan.
β’ Hari Penyajaan
Penyajaan berasal dari kata Saja yang dalam bahasa Bali artinya benar, serius. Hari penyajan ini memiliki filosofis untuk memantapkan diri untuk merayakan hari raya Galungan.
β’ Hari Penampahan
Hari Penampahan jatuh satu hari sebelum Hari Raya Galungan, tepatnya pada Selasa Wage wuku Dungulan. Penampahan atau Penampan mempunyai arti Nampa yang berarti 'Menyambut'. Pada hari ini umat akan disibukkan dengan pembuatan penjor dan menyembelih babi yang dagingnya akan digunakan sebagai pelengkap upacara.
β’ Hari Raya Galungan
Saat Hari Raya Galungan, pagi hari umat Hindu telat memulai upacara persembahyangan, baik di rumah masing-masing hingga ke pura sekitar.
β’ Hari Umanis Galungan
Pada umanis Galungan, umat Hindu akan melaksanakan persembahyangan dan dilanjutkan dengan Dharma Santi dan saling mengunjungi sanak saudara atau tempat rekreasi.
β’ Hari Pemaridan Guru
Kata Pemaridan Guru berasal Memarid sama artinya dengan ngelungsur/nyurud (memohon), dan Guru tiada lain adalah Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dapat diartikan bahwa hari ini adalah hari untuk nyurud/ngelungsur waranugraha dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa, dirayakan pada Sabtu Pon wuku Galungan.
β’ Ulihan
Ulihan artinya pulang/kembali. Maknanya adalah hari kembalinya para dewata-dewati/leluhur ke kahyangan dengan meninggalkan berkat dan anugerah panjang umur. Dirayakan pada Minggu Wage wuku Kuningan
β’ Hari Pemacekan Agung
Kata pemacekan berasal dari kata pacek yang artinya tekek atau tegar. Makna pemacekan agung ini adalah sebagai simbol keteguhan iman umat manusia atas segala godaan selama perayaan hari Galungan. Dirayakan pada Senin Kliwon wuku Kuningan.
β’ Hari Raya Kuningan
Hari Raya Kuningan dirayakan umat hindu setiap 210 hari sekali. Keunikan Hari Raya Kuningan yaitu persembahyangan harus sudah selesai sebelum jam 12.00 (tengai tepet), sebab persembahan dan persembahyangan setelah jam 12 siang hanya akan diterima Bhuta dan Kala karena para Dewata semuanya telah kembali ke Kahyangan.
β’ Hari Pegat Wakan
Hari ini adalah runtutan terakhir dari perayaan Galungan dan Kuningan. Dilaksanakan dengan cara melakukan persembahyangan, dan mencabut penjor yang telah dibuat. Penjor tersebut dibakar dan abunya ditanam di pekarangan rumah. Pegat Wakan jatuh pada hari Rabu Kliwon wuku Pahang, sebulan setelah galungan.
(fem/fem)
Komentar Terbanyak
Bandung Juara Kota Macet di Indonesia, MTI: Angkot Buruk, Perumahan Amburadul
Bandara Kertajati Sepi, Waktu Tempuh 1,5 Jam dari Bandung Jadi Biang Kerok?
TNGR Blokir Pemandu Juliana Marins, Asosiasi Tur Bertindak