Sensasi Wisata Langit ala Gunung Panten di Majalengka
Minggu, 09 Des 2018 09:50 WIB

Hara hope
Jakarta - Disebut Gunung Paralayang, Gunung Panten adalah tempat wisata yang tak jauh dari Kota Majalengka. Datang ke sini rasanya seperti wisata di atas langit.Gunung Panten adalah tempat wisata yang tak jauh dari Kota Majalengka. Warga setempat menyebutnya Gunung Paralayang karena menjadi spot olahraga paralayang. Butuh lima kali kunjungan agar saya paham pesona sesungguhnya Gunung Panten. Tapi jangan khawatir, Anda tidak perlu sebanyak itu. Hanya dalam 24 jam, Anda akan merasakan kesenangan hakiki berwisata langit di sini.Mari saya ceritakan apa yang terjadi. Kunjungan pertama (dan kedua) berlangsung pada 2016. Perjalanan yang mudah, karena Gunung Panten hanya berjarak 7 kilometer dari pusat kota. Bunderan Munjul (Patung Ikan) menjadi titik penanda paling awal. Dari situ, kita menuju selatan (Jl. Siti Armilah), lalu belok kanan menuju Desa Sidamukti, desa tertinggi di bukit itu. Selanjutnya tinggal ikuti rambu jalan saja.Kontur jalanan di kawasan ini berbukit dan sempit. Setiap akhir pekan, pengelola setempat menyediakan area parkir luas di lapangan sepakbola Sidamukti untuk mangatasi slot parkir di puncak yang terbatas. Kita bisa melanjutkan perjalanan dengan menumpang angkutan khusus dengan tarif Rp 5.000 per orang.Saya tiba pukul 12.00 WIB, saat matahari sedang terik. Namun, udara terasa sejuk sekali. Angin tak henti berhembus di arena take off paralayang. Ada banyak pengunjung mencoba olahraga itu. Tarifnya Rp 350.000, baik sendirian atau pun tandem. Ketinggian gunung sekitar 300 meter. Terbayang ngerinya jatuh bebas. Namun, itu terbayar ketika parasut terkembang. Hamparan sawah dan perkebunan mangga menghijau bertemu langit biru di ujung langit. Barisan perbukitan dan Gunung Ciremai turut mempermanis suasana. Keindahan panorama bisa juga kita nikmati saat bersantai di warung tenda sembari meneguk air kelapa muda atau sekadar swafoto di bibir area takeoff.Kunjungan ketiga (dan keempat) terjadi pada 2017. Saya datang pagi sekali. Tujuannya jelas, ingin berburu sunrise. Hanya aneh, matahari tidak terbit padahal langit cerah. Ada apa? Mustahil matahari ngaret kan?Lalu matahari muncul dari balik punggung Ciremai. Aha, inilah penyebabnya. Gunung tertinggi Jawa Barat itu membuat matahari ngaret! Saya terpesona melihatnya. Rasanya seperti melihat lukisan anak-anak di mana terdapat matahari, gunung, sawah dan jalanan di tengahnya.Kunjungan kelima datang dari rasa tidak puas atas empat kunjungan yang singkat. Sebagai penggemar langit (baca: penikmat astronomi) saya menuntut eksplorasi yang lebih intens, bila perlu menginap di sana 24 jam penuh. Pada kunjungan ke-3 dan 4, saya temukan Gunung Panten sedang berbenah. Objek wisata keluarga Paraland sedang dikembangkan. Andai saja dikembangkan pula fasilitas akomodasi di sini, pasti seru.Pada kunjungan kelima ini, saya mendapatkan bonus istimewa berupa pemandangan bulan purnama terbit. Warnanya lembayung indah, membuncahkan rasa romantis di dalam diri. Sebenarnya saya sudah merasakan nuansa romantis ini saat berkunjung di pagi dan siang hari. Namun, getarnya terasa lebih kuat jika kita menyambanginya tidak diburu waktu. Saya mendapatkan waktu yang berkualitas bersama istri tercinta. Demikian juga anak-anak mendapatkan pengalaman berharga mengenali keindahan alam di sekitarnya.Saya lihat, beberapa muda-mudi berdatangan di area take off paralayang padahal ini pukul 20.00 malam. Purnama pasti menarik perhatian mereka bak laron mencintai lentera. Mereka pasti setuju bahwa Gunung Panten telah membangkitkan jiwa penyair setiap orang. Biarlah keindahan alam wisata Indonesia ini menjadi momentum sempurna untuk berkontemplasi dalam mensyukuri nikmat Allah.
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!