Memaknai Toleransi Antar Umat Beragama di Lasem
Jumat, 14 Des 2018 14:50 WIB
Jakarta - Apa yang ada di benak d'traveler saat mendengar kata wisata toleransi? pasti akan terdengar asing. Apalagi kita saat ini hanya mengenal istilah wisata religi. Berwisata yang dipadukan dengan kegiatan religi yang ada di sekitar tempat destinasi wisata yang kita kunjungi.Ada satu hal yang unik saat saya berkunjung ke Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Belum sempat terpikirkan bagi saya untuk mengunjungi daerah yang berada di pesisir Pantai Utara Pulau Jawa. Apalagi, Kabupaten Rembang masih sangat asing terdengar.Kesempatan untuk mengetahui Rembang terlebih Lasem hadir saat saya memiliki sebuah projectΓΒ embuatan film dokumenter saat saya diajak oleh rekan-rekan saya di kampus. Tema filmnya pun tentang toleransi. Yang awalnya saya dan rekan-rekan memesan hotel di Tiket.com di sekitaran Demak, akhirnya kami mencari penginapan di sekitaran Rembang. Untung pakai Tiket.com dengan kemudahan booking hotel yang bisa kita lakukan melalui smartphone kita dan yang pasti tentu dengan harga yang cocok dengan kantong mahasiswa.Setelah menginjakkan kaki pertama kalinya di Rembang, kesan wilayah pesisir langsung muncul di benak saya. Apalagi perjalanan darat yang saya lakukan adalah melewati wilayah Pesisir Pantai Utara mulai dari Semarang, Demak, hingga Rembang. Karena kesempatan ini pula, saya yang tadinya cuma tahu kota-kota di sekitar Jabodetabek saja. Sekarang saya bisa mengujungi berbagai macam kota yang ada di Pulau Jawa terutama Rembang.Kesan selanjutnya yang menarik mata saya adalah saat saya pertama kali memasuki wilayah Lasem. Sebuah wilayah yang didominasi oleh kawasan Pecinan yang berpadu dengan kearifan lokal. Lebih jauh lagi, ternyata ada perpaduan unik antara Kebudayaan Islam dan Tionghoa yang ada di Wilayah Lasem.Kalau kamu datang ke Lasem, kamu akan disuguhkan Wisata Toleransi itu mulai dari Tugu Selamat datangnya. Menarik mata saya juga dan jarang saya temui di beberapa kota yang sudah saya kunjungi.Ternyata, di sini saya mendapat banyak pengalaman yang berharga. Tidak hanya berlibur, di sini saya juga sedikit banyak mengerti sejarah akan Lasem. Yang memang ternyata terkenal dengan toleransi antar umat beragama. Terutama antara Islam dengan Tionghoa. Di Lasem, saya berkunjung ke salah satu pesantren, yaitu Pesantren Kauman. Indah sekali keberagaman yang ada di sini. Bisa jadi rekomendasi untuk melakukan wisata religi sekaligus wisata toleransi.Di Lasem saya menemukan beberapa bangunan khas Tionghoa yang berpadu dengan arsitektur khas Jawa, Belanda, atau pun dengan islam. Bahkan Kalau merasa itu kurang cukup menjadi bukti bahwa Lasem adalah sebagai kota yang saling menghargai, berkunjunglah ke Warung Jinghe. Warung tempat berkumpulnya masyarakat Lasem ataupun luar Lasem.Di mana di warung itu terdapat santri, pegawai, kiayi, ataupun para engkoh engkoh yang sehabis berdagang. Jangan lupa, di setiap kesempatan mengunjungi wilayah baru bahkan seperti Lasem ini yang sayang untuk dilewatkan adalah kuliner khas lasem.Di Lasem, banyak tempat yang mengakomodasi kita para wisawatawan untuk mencicipi panganan khasnya yang berbaur langsung dengan warga masyarakat Lasem. Di atas, warung Jinghe adalah tempat favorit santri dan warga Tionghoa untuk berkumpul. Hal ini akan sangat jarang dilihat dimanapun, bahkan sedikit dapat dilihat di indonesia. Kalau kurang, berkunjunglah ke warung sate kambing di seberang Masjid Agung Lasem. Kalau bisa datang ke tempat ini tidak terlalu siang. Kita dapat berkumpul dengan warga asli Lasem dengan berbagai macam profesi. Sayang, saya tidak mendokumentasikannya.Pernah coba kopi lelet? Kopi yang ampasnya dioleskan ke rokok yang sedang atau akan digunakan. Atau bisa coba Lontong Tuyuhan. Lontong ini sangat fenomenal di wilayah Lasem dan Kabupaten Rembang. Akan sangat menyesal kalau kita lewat atau singgah di kota ini tapi melewatkan citarasa luar biasa nusantara. Karena lontong Tuyuhan tidak hanya mengganjal perut, tapi juga cukup buat saya ketagihan untuk terus menambah porsi.Tenang saja, Lontong Tuyuhan enggak bikin kantong kita kering kok. Adalagi makanan khas Lasem yaitu Bestik atau bistik. Irisan daging sapi yang diolah lembut ditambah dengan bumbu yang khas pun bikin saya merasa selalu kelaparan. Selalu ada rasa ingin nambah lagi dan lagi.Kalau merasa kurang di Lasem atau Rembang Cuma belajar sejarah, atau belajar tentang toleransi, atau kuliner di kota ini. Jangan khawatir. Rembang punya banyak pilihan wisata daerah pesisir. Di wilayah Lasem, ada satu pantai yang terkenal. Karakteristik ombak pantai utara yang tenang dan suasana yang relatif masih sepi bisa menjadi referensi bagi kita yang ingin memperoleh ketenangan dari deburan ombak.Wisata bahari di sini pun masih relatif bersih. Cenderung terawat karena masih minimnya wisatawan yang berkunjung. Hanya dihari-hari tertentu saja. Memang pantainya tidak sejernih pantai-pantai di Indonesia bagian timur. Tapi, cukup jadi pilihan wisata di akhir pekan atau liburan panjang. Jangan lupa ya d'traveler, booking tiket hotelnya pakai tiket.com yang sangat mudah.Dari Lasem, saya diajarkan untuk menghargai antar sesama. Siapapun itu. Tidak peduli darimana, dia siapa, dan darimana dia dilahirkan. Ternyata, Lasem mengajarkan saya bahwa hidup itu tentang bertoleransi, tentang menghargai. kapan lagi kan saya sebagai d'traveler dapat menikmati keindahan alam sekaligus menikmati keindahan perbedaan. d'traveler harus berkunjung ke Lasem.
(travel/travel)












































Komentar Terbanyak
Pembegalan Warga Suku Baduy di Jakpus Berbuntut Panjang
Thailand Minta Turis Israel Lebih Sopan dan Hormat
Denda 50 Kerbau Menanti Pandji Pragiwaksono usai Candaan Adat Toraja