Solo yang Tidak Itu-itu Saja

Yuk ceritain perjalananmu dan bagikan foto menariknya di sini!
bg-escape

Solo yang Tidak Itu-itu Saja

Aditya - detikTravel
Minggu, 01 Des 2019 19:35 WIB
Penjual tengkleng di depan Pasar Gede
Penjual sayur mayur di dalam Pasar Gede
Suasana Jelajah Kampung Sudiroprajan
Prasasti Bok Teko di Sudiroprajan
RM. Mien Satu Tempat awal Kimlo
Solo yang Tidak Itu-itu Saja
Solo yang Tidak Itu-itu Saja
Solo yang Tidak Itu-itu Saja
Solo yang Tidak Itu-itu Saja
Solo yang Tidak Itu-itu Saja
Jakarta - Biasanya, wisatawan yang datang ke Solo akan mengunjungi keraton dan berbalanja batik. Namun kali ini, adalah perjalanan yang tidak biasa di Solo.Ketika melakukan perjalanan ke kota Solo/Surakarta, tempat apa saja yang harus kita kunjungi? Mungkin sebagian besar teman-teman semua akan menjawab Keraton Surakarta, Pura Mangkunegaran, atau wisata belanja batik khas Solo. Hal-hal tersebut memang telah menjadi ikon kota yang terkenal dengan senyuman warganya atau sopan santun yang ditunjukkan oleh warganya, tetapi kali ini kisah perjalanan di Solo cukup berbeda, di mana perjalanan saya kali ini bahkan tidak mengunjungi tempat-tempat ikonik tersebut.Penasaran? Tenang saja, di bagian pertama perjalanan ke Solo ini, saya akan bercerita tentang suatu tempat yang ternyata mempunyai keunikan tersendiri. Kali ini saya berkunjung ke wilayah Sudiroprajan, hmmmm tempat apakah itu? Sudiroprajan merupakan suatu kelurahan di Solo yang mempunyai banyak kisah menarik di dalamnya, di lokasi ini banyak menyimpan sejarah budaya, kehidupan sosial masyarakatnya, dan tentu saja tempat ini menyimpan atau masih melestarikan sajian-sajian kuliner yang menggugah selera.Langkah kaki pertama saya adalah ke Pasar Gede yang merupakan salah satu bangunan bersejarah yang dirancang oleh Thomas Karsten, seorang arsitek berkebangsaan Belanda yang telah banyak membuat karya di tanah Jawa dan Pasar Gede inilah salah satu karya monumental beliau.Pertanyaannya, terus kita ngapaian aja di Pasar Gede? yang senang fotografi seperti saya, tempat ini merupakan tempat yang ideal untuk berburu foto terutama human interest atau yang senang dengan street photography, bagi saya, di setiap perjalanan, pasar adalah tempat terbaik untuk mengenali struktur sosial masyarakat, bagaimana mereka hidup, bersosialisasi, dan tentu saja sisi-sisi tradisional masyarakatnya.Selain itu, tempat ini merupakan surga bagi para pecinta kuliner, bagaimana tidak, baru saja melangkahkan di pintu masuk pasar ini, suguhan berbagai macam cemilan tradisional sudah menyambut dengan riang, bahkan panganan lokal yang langka pun dapat ditemui di tempat ini, seperti cabuk rambak, lenjongan, dan aneka panganan kecil lainnya dan yang paling menarik bagi saya adalah mencoba makan tengkleng di tempat ini yang baru berjualan ketika jam menunjukkan pukul 14.00 WIB, di luar waktu makan siang, tetapi sangat layak untuk dicoba. Jangan membayangkan bahwa wisata kuliner ini akan berakhir begitu saja, tentu tidak, berkelilinglah di sekitar pasar ini, maka akan banyak jenis kuliner yang akan kalian temui dengan segala keunikannya.Setelah icip-icip sedikit, saya melanjutkan menyebrang tidak jauh dari Pasar Gede untuk menuju ke sebuah klenteng yang dibangun cukup berdekatan dengan pasar ini. Menurut penuturan warga lokal bahwa klenteng ini dibangun jauh sebelum pasar gede ini berdiri dan nama dari klenteng ini adalah Tan Kok Sie yang sudah berdiri kurang lebih 300 tahun dan memiliki arti melayani negara.Hal yang menarik dari Sudiroprajan adalah tempat asimilasi warga Jawa dan Tionghoa dan hal ini masih terjaga hingga saat ini, harmonisasi yang indah tentunya sehingga di wilayah ini sangat terkenal dengan istilah panganan Ampiang dimana gula arennya menyimbolkan masyarakat Jawa dan kacang yang digunakan diartikan sebagai simbol masyarakat Tionghoa. Klenteng ini juga menarik dari sisi konstruksinya, dimana tidak digunakan paku sama sekali dalam pembuatannya dan hanya dikaitkan dari satu balok ke balok lainnya, sama seperti pembangunan rumah joglo.Belum puas kaki melangkah dan saya masih ditemani warga lokal sebagai teman perjalanan kali ini, saya kembali diajak menyambangi jalan-jalan setapak yang ada di kampung ini. Inilah yang saya tunggu, saya ingin melihat bagaimana kehidupan sosial masyarakat di dalamnya, dan sungguh menyenangkan berjalan mengelilingi setiap sudut di kampung ini. Disini saya melihat bagaimana bangunan-bangunan yang menarik, seperti menjelajahi mesin waktu, dan saya pun diajak untuk mengunjungi salah satu rumah warga yang menariknya adalah ibu ini adalah satu-satunya pembuat kue keranjang di wilayah ini dan hanya membuat kue keranjang khusus untuk Imlek dan menggunakan bahan-bahan alami saja.Tak disangka saya pun dipersilahkan masuk ke rumahnya untuk melihat dapur pembuatan kue keranjang itu. Setelah dari tempat tersebut saya kembali menyusuri lorong-lorong dan dipertemukan dengan salah satu tempat lebih tepatnya rumah makan yang mempunyai sejarah, dimana teman-teman pasti sudah mengenal dengan Timlo, salah satu makanan khas kota Solo, ternyata rumah makan ini merupakan pembuat awal panganan tersebut yang diceritakan oleh generasi ke tiga bahwa nama aslinya adalah Kimlo yang berarti kuah emas, maka bertambah lah informasi perjalanan saya kali ini di kota Solo.Perjalanan kembali saya lanjutkan bersama kawan lokal saya, dan kembali diperkenalkan kembali wilayah-wilayah di tempat ini termasuk bangunan-bangunan tua dan ciri khas bangunan rumah warga peranakan yang tinggal di Sudiroprajan dan kembali saya diperlihatkan pula sebuah prasasti yang bernama Bok Teko yang mempunyai cerita di suatu masa raja Paku Buwono sedang duduk di tempat tersebut dan penutup teko beliau jatuh ke aliran air dan berubah menjadi ular berkepala dua, begitulah warga setempat meyakini cerita yang telah ditrunkan secara turun temurun kepada mereka sehingga menambah khazanah perjalan kali ini.Tanpa terasa, 3 jam sudah saya berjalan kaki menyusuri dan menikmati keunikan yang ada di dalam wilayah Sudiroprajan, dan baterai kamera saya juga sudah mulai memberikan sinyal untuk di-recharge kembali maka saya dan kawan lokal yang terus mendampingi perjalanan ini memutuskan untuk bersantai di atas Pasar Gede untuk menikmati secangkir kopi dingin dan menikmati mie ayam yang lezat.Perjalanan yang indah dan tentu saja perjalanan ini menjadi lebih berarti karena mendapat panduan dari warga lokal sehingga saya dapat lebih memahami setiap wilayah yang daritadi saya jelajahi. Berwisatalah bersama warga lokal untuk mengetahui cerita-cerita menarik di setiap perjalanan yang kita lakukan.
Hide Ads