"Anda ingin sensasi keindahan alam dan budaya Papua, silakan saksikan Festival Lembah Beliem di Walesi, Kabupaten Jayawijaya, Papua," kata Arief dalam keterangan tertulis, Rabu (18/7/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan ini satu-satunya tempat di Indonesia yang berselimut es abadi yang juga mempunyai wisata bahari, seperti Danau Habema yang digadang-gadang sebagai danau tertinggi di Indonesia sehingga biasa disebut danau di atas awan.
Arief menambahkan, kehidupan zaman batu yang jauh dari peradaban modern juga bisa dirasakan di sana. Wisatawan juga bisa mengenakan pakaian adat setempat, seperti koteka atau hodlim.
Pengunjung juga bisa merasakan tinggal di dalam honai (rumah adat), ikut memasak dengan cara bakar batu, juga turut serta dalam tarian perang yang lestari ratusan tahun.
"Karena banyak keunikan, Festival Lembah Baliem sudah menjadi agenda turis mancanegara. Malah dalam festival ini, para turis ikut menari dan berinteraksi dengan masyarakat di dalam festivalnya," tambahnya
Kepopuleran acara tradisi adat yang berlangsung sejak 1989 itu, menurut Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Jayawijaya, Alpius Wetipo, sudah sampai kancah Internasional. Acara ini biasanya diincar oleh para fotografer travel.
Indahnya pemandangan Lembah Baliem serta atraksi peperangan yang dilakukan oleh suku-suku asli Papua, jadi daya tarik yang selalu dinantikan setiap tahunnya
"Selain aksi peperangan dan pertunjukan tradisional lainnya, wisatawan pun bisa berinteraksi langsung dengan para penduduk asli Papua. Pemandangan yang indah juga bisa dinikmati selama berada di sana," ujar Alpius.
Alpius menerangkan, suku-suku asli Papua tersebar di beberapa lokasi. Mereka akan berkumpul di lembah ini saat festival berlangsung. Mulai dari Suku Dani, Suku Yali, hingga Suku Lani hadir untuk memeriahkan acara tersebut.
Festival Lembah Baliem merupakan acara perang antarsuku. Perang dilakukan sebagai lambang kesuburan dan kesejahteraan. Para prajurit kebanggaan suku-suku tersebut akan adu kekuatan mereka. "Tenang, walau disebut perang, acara ini aman kok disaksikan oleh wisatawan," jelas Alpius.
Masih banyak acara pendukungnya, tutur Alpius. Selain tarian tradisional, ada pertunjukan musik tradisional menggunakan Pikon, karapan babi, aksi teatrikal, lomba panahan dan lempar tombak, permainan Sikoko dan Puradaan, peragaan memasak dengan cara tradisional, dan pameran kerajinan tangan masyarakat suku adat.
Dijelaskan bahwa dalam festival ini, wisatawan juga bisa menyaksikan mumi. Ada tiga mumi di Distrik Kurulu, tiga mumi lagi di Distrik Assologaima, dan satu mumi di Distrik Kurima.
Mumi-mumi ini bukanlah jasad orang biasa dari suku Dani, suku mayoritas di Wamena atau Kabupaten Jayawijaya dan sekitarnya. Mereka adalah kepala-kepala suku dan panglima perang yang disegani dan menjadi panutan di masanya. Pengawetan mumi-mumi dilakukan secara tradisional itu mampu bertahan hingga ratusan tahun.
"Untuk aksi teatrikal, nantinya akan diselenggarakan selama dua hari. Suara Pikon pun akan selalu terdengar saat acara berlangsung. Pikon adalah adalah alat musik tiup yang terbuat dari kulit kayu," terang Alpius.
Festival tertua yang ada di jantung Pulau Papua, lebih tepatnya di Pegunungan Jayawijaya ini akan diadakan pada 8-10 Agustus 2018. Festival ini sangat unik dengan membungkus kawasan di sekitar Wamena.
(mul/mpr)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Bangunan yang Dirusak Massa di Sukabumi Itu Villa, Bukan Gereja
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!