Bali - Pulau Bali memiliki kekayaan budaya yang sangat menarik untuk dijelajahi, sayangnya di tengah pandemi beberapa tradisi Bali tidak bisa dilaksanakan.
Picture Story
10 Tradisi Bali yang Bikin Kangen

Siapa pula yang tidak kenal dengan perayaan Hari Raya Nyepi di pulau Bali, hari raya ini digelar sekali dalam setahun sebagai penyambutan tahun baru Isaka yang jatuhnya pada bulan mati (Tilem) sasih Kesanga. Ulet Ifansasti/Getty Images Β
Sebuah penyambutan tahun baru yang berbeda, yaitu dengan kesunyian, ketenangan, lengang dan sepi, itulah sebabnya semua warga pada saat hari raya Nyepi tersebut tidak boleh bepergian, menghidupkan api, membuat kegaduhan ataupun bersenang-senang. Ulet Ifansasti/Getty Images Β
Mayoritas warga Hindu di pulau Bali melakukan upacara Ngaben saat orang meninggal, walaupun ada beberapa tidak melaksanakan upacara Ngaben seperti pada penduduk Bali Aga contohnya desa Tenganan dan Trunyan. Agung Parameswara/Getty ImagesΒ Β
Saat upacara Ngaben, jasad atau tubuh orang meninggal bisa dikubur terlebih dahulu ataupun dikremasi langsung. Upacara Ngaben digelar adalah wujud bakti manusia dan kewajiban suci kepada leluhurnya atau orang yang telah meninggal. Tujuan upacara Ngaben mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta dari tubuh kasar manusia ke asalnya dan badan halus (atma) yang telah meninggalkan lebih cepat mendapat penyucian dan kembali kesisi-Nya. Agung Parameswara/Getty Images Β
Istilah galungan berasal dari bahasa Jawa Kuno dan berarti βMenangβ. Sesuai dengan asal namanya, upacara adat di Bali yang satu ini bertujuan merayakan kemenangan melawan kejahatan. Agung Parameswara/Getty Images Β
Selain itu, upacara Galungan juga digelar untuk memperingati terciptanya alam semesta beserta isinya. Upacara adat Bali ini dilakukan tiap 6 bulan sekali dalam perhitungan kalender Bali dan dilakukan selama 10 hari berturut-turut. Agung Parameswara/Getty Images Β
Upacara Melasti dilakukan setiap tahun sekali sebagai bagian dari rangkaian Hari Raya Nyepi di Bali, upacara Melasti bertujuan sebagai penyucian diri bagi penduduk pemeluk agama Hindu. Selama upacara adat di Bali yang diadakan tiga sampai empat hari menjelang Nyepi ini, para penduduk mendatangi beberapa sumber mata air sakral seperti danau, mata air, dan laut yang dipercaya menyimpan mata air kehidupan dan menyucikan diri dengan mengambil tirta amertha (keabadian). Ulet Ifansasti/Getty Images Β
Pada saat upacara adat di Bali satu ini berlangsung, pemangku Hindu akan memercik air suci ke kepala setiap penduduk agar membersihkan semua kotoran dan hal buruk dalam tubuh sehingga jiwa dan raga kembali suci. Ulet Ifansasti/Getty Images Β
Upacara Mekare-kare atau dikenal juga dengan julukan βperang daun pandanβ adalah ritual adat yang berasal dari Desa Tenganan. Upacara adat di Bali ini diperuntukan bagi penduduk pria dan menjadi ajang menunjukkan kemampuan mereka dalam bertarung menggunakan daun pandan berduri tajam. Putu Sayoga/Getty Images Β
Ritual adat Bali ini digelar sebagai penghormatan atas Dewa Indra yang terkenal sebagai dewa perang dalam kepercayaan Hindu. Setelah peperangan menggunakan daun pandan ini digelar, para partisipan akan dirawat dan didoakan oleh orang yang dituakan agar mereka tidak merasakan sakit. Putu Sayoga/Getty Images Β
Banyu Pinaruh adalah ritual penyucian terpenting yang dilakukan satu hari setelah merayakan Hari Saraswati atau hari pemujaan Saraswati, dewi ilmu pengetahuan, seni dan sains. Agung Parameswara/Getty Images Β
Banyu secara harafiah berarti air, sedangkan Pinaruh berarti ilmu atau hikmah. Banyu Pinaruh berfungsi sebagai proses pemurnian, untuk membersihkan jiwa dan raga secara spiritual. Umat Hindu Bali percaya bahwa air mengalir ke seluruh tubuh, melambangkan pemberantasan kekuatan negatif dan gelap yang mungkin membayangi kehidupan seseorang. Agung Parameswara/Getty Images Β
Bhuta Yajna, ritual ini diselenggarakan sehari sebelum Nyepi, untuk menyingkirkan elemen negatif dan menciptakan keseimbangan antara Tuhan, Manusia dan Alam. Masyarakat Bali membuat ogoh-ogoh selama dua bulan sebelum Nyepi. Ulet Ifansasti/Getty Images Β
Ogoh-ogoh atau boneka raksasa itu ditandai untuk mewakili kejahatan yang dibuat dari bambu dan kertas. Saat matahari terbenam, pawai ogoh-ogoh dimulai dan masyarakat berjalan sambil memainkan musik gabungan dari kulkul atau lonceng tradisional Bali, klakson, gamelan dan tetabuhan. Pada malam hari, ogoh-ogoh akan dibakar dalam suatu upacara pada puncak Ngrupuk. Ogoh-ogoh dilahap api adalah gambaran pemusnahan roh jahat. Tak hanya itu, umat juga melakukan tarian, minum, dan pesta hingga mauk untuk mengusir roh jahat yang ada di Pulau Bali. Ulet Ifansasti/Getty Images Β
Tradisi Ter-teran dibilang mengerikan karena warga Desa Jasri, Karangasem akan melakukan perang menggunakan api. Ter-teran biasanya diadakan pada malam Nyepi. Setelah matahari terbenam, semua penerangan akan dipadamkan sehingga desa akan sangat gelap. Putu Sayoga/Getty Images Β
Para pemuda harus menyiapkan obor yang terbuat dari daun kelapa kering. Dengan bantuan pendeta, para pemuda tersebut menyalakan api dan melemparkannya. Kemudian berpencar menjadi dua kelompok, lagi-lagi mereka harus menyalakan obor dan saling adu lempar obor. Peperangan ini semakin seru ketika medan perang dipenuhi asap tebal dan percikan api. Banyak peserta yang mengalami luka bakar, tetapi tidak ada satupun dari mereka yang kesakitan dan balas dendam. Karena tujuannya adalah untuk membersihkan desa dari kejahatan dan keburukan.Putu Sayoga/Getty Images Β
Tolak bala Mekotek yang dilakukan warga Desa Munggu, Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Bertujuan untuk memohon keselamatan. Pada awalnya mereka melakukan sembahyang serta mengucapkan terimakasih karena telah diberikan hasil kebun yang melimpah. Putu Sayoga/Getty Images Β
Kemudian mereka berkumpul di sumber mata air dengan membawa tongkat sepanjang 2-5 meter. Tongkat tersebut akan digunakan untuk membentuk piramida. Agar mempermudah, peserta bisa naik ke puncaknya untuk memberikan komando. Tujuannya yaitu untuk menabrakkan piramida tongkat dari kelompok lain. Putu Sayoga/Getty Images Β
Terakhir ada Tradisi Ngerebong. Tradisi Ngerebong ini terbilang unik dan aneh karena semua warga akan mengalami kesurupan massal. Desa Pakeraman, Kesiman, Denpasar merupakan tempat dilakukannya tradisi ini. Pelaksanaannya setiap 8 hari setelah Kuningan. Agung Parameswara/Getty Images Β
Warga percaya bahwa pada hari itulah para dewa akan turun ke bumi dan berkumpul. Selama prosesi, semua umat Hindu berteriak histeris, menari, serta menusukkan keris ke tubuhnya karena kesurupan. Namun, anehnya seluruh tubuh mereka sama sekali tidak ada yang terluka. Agung Parameswara/Getty Images Β
Komentar Terbanyak
Penumpang Hilang HP di Penerbangan Melbourne, Ini Hasil Investigasi Garuda
Turis Brasil yang Jatuh di Gunung Rinjani Itu Sudah Tidak Bergerak
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol