PHOTOS
Gunung Guntur Dicemari Doktrin Islam Radikal
Garut - Gunung Guntur jadi lokasi gerombolan DI/TII SM Kartosoewirjo bersembunyi. Warga di sana didoktrin Islam radikal dan disebarlah mitos larangan bermain suling.

Pemberontakan DI/TII di masa awal kemerdekaan Indonesia menyisakan mitos hingga kini. Penduduk kaki Gunung Guntur dilarang membunyikan suling karena akan mengundang makhluk halus berupa macan.

Namun, kata sejarawan Garut Warjita, larangan membunyikan suling lebih ke arah terusiknya pemberontak DI/TII. Karena, mereka bersembunyi di kawasan pegunungan yang mengelilingi Garut dan bisa terungkap persembunyiannya bila ada suatu kegaduhan.

“Memang mitos itu ada, main suling dan diculik makhluk halus, tapi kalau kita merunut ke belakang itu ada peristiwa sejarah di situ ketika ramai berkecamuknya DI/TII,“ kata Warjita.

Warjita lalu menyinggung tentang adanya program pagar betis untuk memberantas kelompok pemberontak DI/TII. Ia menyimpulkan bahwa aktivitas keramaian termasuk membunyikan suling sangatlah berkaitan dengan hal itu.

“Pagar betis itu sendiri adalah masyarakat dilibatkan, difasilitasi ke gunung untuk menyisir para pemberontak itu. Nah, saya kira, munculnya mitos itu berkaitan dengan kisah itu. Jadi bagaimana masyarakat jangan sampai, kalau di Sunda ngadaruwahken atau gaduh sehingga membuat mereka ketahuan,” terang Warjita.

Ditanya soal mitos tidak boleh membunyikan seruling berkaitan dengan SM Kartosoewirjo, salah satu kuncen Gunung Guntur, yakni Ade Leji menampiknya. Kata dia hal itu berkaitan dengan hal-hal mistis.

“Nggak ada. Nggak ada kaitan suling sama DI/TII. Apa jadi tempat bersembunyi mereka? Tidak ada kaitannya itu sama pemberontakan. Tidak ada di gunung lain, cuma di Gunung Guntur saja nggak boleh main seruling. Katanya masih ada belang-belang, maung. Tapi itu bukan maung galak, karuhun,” kata Ade.