Kota Sakai ternyata juga terkenal soal wisata agrowisata. Hasil perkebunan andalannya salah satunya adalah jeruk alias mikan dalam bahasa Jepang. Masuk pekan kedua November 2013 lalu, jeruk itu sedang lebat berbuah. Rasanya, juicy dan segar.
detikcom bersama rombongan Media Sakai ASEAN Week 2013 berkesempatan mengunjungi kebun agrowisata jeruk di Nanrakuen pada Jumat (8/11/2013) lalu. Lokasi perkebunannya di Distrik Minami, Sakai, cukup jauh dari Kota Sakai, sekitar 1 jam perjalanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari parkiran yang cukup luas, saya bersama rombongan jurnalis berjalan sekitar 100 meter. Di gerbang masuknya ada bangunan kayu seperti gudang, yang salah satu sisinya dipermak menjadi toko sederhana untuk memamerkan buah hasil panen perkebunan. Ada macam-macam hasil perkebunan, namun yang paling mencolok, tentulah jeruk.
Di bangunan ini juga ada loket untuk membeli tiket masuk ke kawasan agrowisata ini, petik jeruk dan makan sepuasnya selama di dalam kebun!
Tarif masuknya per orang, dibedakan antara dewasa JPY 800 (Rp 93 ribu) anak-anak di atas usia SD JPY 700 (Rp 82 ribu) dan anak-anak di bawah usia SD JPY 450 (Rp 53 ribu). Bila datang berkelompok lebih dari 20 orang, tiket harga diskon akan dikenakan, yakni JPY 720 (Rp 84 ribu) untuk dewasa, anak-anak di atas usia SD JPY 630 (Rp 73 ribu) dan anak-anak di bawah SD JPY 405 (Rp 47 ribu).
Dengan harga tiket itu, silakan berlarian, berkeliling, berjalan di dalam kebun seluas 120 ribu meter persegi dengan kontur berbukit-bukit itu. Menapaki gundukan tanah atau mungkin tangga yang disusun dari ban-ban bekas, petiklah jeruk tanpa biji yang menguning kulitnya itu dari 3 ribu pohon yang ada. Kemudian, makanlah sampai kenyang. Rasanya, manis berpadu asam, ditambah tanpa biji, segar! Juicy!
Para pengunjung dipersilakan menikmati jeruk sepuasnya selama jam perkebunan dibuka, pada pukul 09.00-16.00 waktu setempat. Bila lelah, di dalam ada banyak bangku dan kursi kayu yang disediakan di bawah satu kanopi besar. Anda bisa juga duduk-duduk di bangku taman yang disediakan tersebar di beberapa titik perkebunan ini.
Pada Jumat itu, ada beberapa perempuan muda sedang merayapi gundukan bukit memilih dan kemudian memakan jeruk. Salah satu perempuan muda berusia 20-an dan berambut panjang itu membawa tas kresek untuk tempat sampah. Kendati enggan ditanya-tanyai tapi perempuan itu merespon sambil mengangkat jempol, "Oishi!". Enak, katanya.
Kebetulan lainnya, ada beberapa kelompok dari beberapa Taman Kanak-kanak (TK) berkunjung. Setiap TK memandu belasan hingga puluhan anak-anak kecil yang memakai seragam plus topi warna-warni, sesuai seragam mereka. Wah, suasana perkebunan makin meriah, ramai!
Anak-anak TK itu tampil dengan segala tingkah polahnya yang lucu. Dengan bergandengan tangan berdua-dua, dipandu guru, mereka meletakkan tasnya di lapangan terbuka perkebunan itu, kemudian melepas jaket, dan kemudian... menyebar.
Beberapa guru menggelar tikar di salah satu pohon memandu beberapa anak TK. Anak-anak itu tampak senang memetik jeruk berwarna kuning yang seperti bola. Lantas dengan konsentrasi tinggi mereka menguliti jeruk itu di atas tikar atau di depan tempat sampah. Lucu dan menggelikan melihat tingkah mereka, apalagi melihat pipi mereka yang bersemu merah, menggemaskan!
Menurut kepala perkebunan Nanrakuen Farm, Fujisaka, 2 pekan sejak akhir Oktober ini memang paling banyak pengunjungnya selama setahun ini. Maklum, musim puncak di perkebunan ini memang Oktober-November, musim berbuah jeruk.
"Pengunjung rata-rata 1.000-2.000 orang perhari, puncaknya pada Oktober-November. Total pengunjung kami pertahun bisa mencapai 50 ribu orang. Di luar musim puncak malah tak ada yang datang sama sekali, jadi kami hanya melakukan kegiatan berkebun dan bertani seperti biasa," jelas Fujisaka yang juga anak dari pemilik perkebunan ini.
Fujisaka menjelaskan, masing-masing pohon di perkebunan ini membutuhkan waktu 5 tahun dari penanaman hingga pemanenan. Produktivitas per pohon, mencapai 30 kg!
"Kami tidak jual buahnya keluar, hanya untuk konsumsi wisata di perkebunan ini saja. Namun kalau ada permintaan, kami jual di toko kami sendiri," tutur Fujisaka yang memiliki 7 petani tetap dan 13 petani outsourcing saat musim puncak ini.
Di luar musim panen jeruk, Nanrakuen Farm, imbuh Fujisaka, juga memanen buah-buah lain seperti pir, grapefruit (semacam jeruk pamelo, red), ubi jalar, plum dan lobak. Dengan kombinasi tanaman seperti itu pendapatan per tahun Nanrakuen Farm ini mencapai JPY 50-70 juta (Rp 5-7 miliar)
Kendati demikian, Fujisaka belum akan melengkapi perkebunan yang dibuka sejak 80 tahun lalu ini dengan akomodasi penginapan. "Saya ada keinginan itu tapi sampai sekarang masih sibuk dengan kegiatan bertani dan berkebun," imbuh Fujisaka.
Nah, bila ingin membawa buah tangan dan berhubung jeruk-jeruk yang di makan dalam perkebunan sepuasnya ini tak boleh dibawa pulang, maka beli saja jeruk-jeruk itu di toko depan perkebunan. Harganya dari JPY 500 (Rp 58 ribu) untuk isi 6-8 buah per keranjang, sampai JPY 1.000 (Rp 116 ribu) untuk 1 kardus yang berisi sekitar 1 lusin buah.
(ptr/ptr)
Komentar Terbanyak
Aturan Baru Bagasi Lion Air, Berlaku Mulai 17 Juli 2025
Viral Keluhan Traveler soal Parkir Jakarta Fair 2025: Chaos!
Keluarga Indonesia Diserang Pria di Singapura, Anak Kecil Dipukul dengan Botol